Bab 52 “Kenapa kamu tidak bisa berenang?” tanya Agha. Artha tidak langsung menjawab pertanyaan Agha, ia malah asyik minum air kelapa yang tinggal seperempat di gelas bertangkai. Pandangannya tertuju pada para pembajak sawah dan burung jalak yang bertengger di punggung kerbau yang sedang merumput di pematang sawah. “Kok malah diam? Kamu gak dengar pertanyaan aku, hmmm.” Agha menjawil pipi Artha. Setahu Agha anak-anak di desa ini rata-rata pandai berenang atau mereka tidak takut berenang meski di tepi danau yang airnya sebatas lutut orang dewasa. Artha sendiri sudah sejak umur 5 tahun tinggal di sini dan kesehariannya selalu bermain di danau. Namun, kenapa ia malah takut saat Agha membawanya ke dalam danau? Ia penasaran dan sangat ingin tahu apa penyebabnya. Artha menarik napas dan membuangnya secara perlahan kemudian ia menghabiskan air kelapa muda dalam gelas. Barulah ia memulai cerita kenapa ia tak bisa berenang lebih tepatnya tak mau berenang. “Aku pernah hampir tenggelam kare
Bab 53Malam hari setelah mereka selesai makan malam, pak Martinus meminta Artha untuk membuat kopi. Di rumah itu sedang duduk Rajata, Agha, pak Martinus, suami Lisa, sedangkan anak-anak Lisa sudah tidur. Sementara Lisa sedang menyusui anak bungsunya. “Abang kok tiba-tiba bisa ada di sini?” tanya Artha setelah meletakkan cangkir kopi di depan masing-masing orang. Pertanyaan itu ia tujukan pada Raja. “Abang kangen sama kau,” ucapnya dengan nada mengejek. “Ck! Alasan, bilang aja mau ketemu sama guru itu kan? Mumpung ini lagi weekend jadi bisa dipuasin buat ketemu apalagi besok pembukaan resort jadi makin panjanglah urusan percintaan itu,” ucap Artha dengan terkekeh. Besok adalah peresmian pembukaan resort, setelah pengerjaan selama kurang dari setahun akhirnya resort itu resmi dibuka. Rombongan dari Medan adalah karyawan Agha dan para petinggi perusahaan. Mereka saat ini sedang menginap di rumah kepala Desa. “Abang tidak bisa seperti kamu, Dek. Yang tiap hari bisa ketemu, saat 2 h
Bab 54Acara peresmian pembukaan resort Pariban dihadiri oleh Bupati, Camat, dan Kepala Desa. Seluruh Karyawan Cabang Artha Company juga turut hadir. Acara tersebut juga dimeriahkan oleh artis-artis batak dan artis ibukota yaitu Judika. Resort itu Agha beri dengan nama Pariban. Ide itu tercetus begitu saja saat Kakeknya menanyakan perihal nama untuk resort yang dibangun di kampung halaman sang bunda. Sebagai acara pembuka yang pertama adalah tarian tortor yang dibawakan oleh anak SMP di desa itu, selanjutnya kata sambutan dari pemimpin perusahaan Artha Company yang diwakili oleh Agha. Setelah Bupati memberikan kata sambutan barulah pemotongan pita dilakukan yang menandakan bahwa resort Pariban telah resmi dibuka. Tamu-tamu kini sedang menikmati hidangan yang ada di meja panjang. Mereka secara bergantian mengambil makanan dan kembali duduk ke kursi yang telah dilapisi kain satin berwarna putih. Sambil makan para tamu dihibur oleh artis-artis batak. Tampak di panggung yang tingginy
Bab 55 Agha lebih memilih untuk memutus sambungan telepon daripada harus meladeni pertanyaan sang kakek . Namun, ia begitu heran darimana kakek tahu perihal hubungan dia dengan Artha. Mungkinkah selama ini kakek mengawasi? Ia tak pernah bercerita tentang Artha dan mengenai alamat tulang yang diberikan pun ia selalu berkata belum menemukan. Daripada pusing lebih baik memilih untuk kembali duduk bersama Artha meski ia tak begitu menikmati nyanyian para artis yang ia undang. Namun, duduk bersama Artha akan membuat rasa pusing itu perlahan hilang karena ia dapat menghirup aroma buah-buahan dari tubuh Artha yang dapat merilekskan tubuh dan pikirannya. *** Judika telah selesai menyanyikan lagu 'O Duma' dan bersiap untuk kembali ke Jakarta. Suara bising yang begitu menggema di telinga berasal dari helikopter yang membawa Judika. Hening itu yang terjadi begitu helikopter yang dinaiki sang idola batak meninggalkan area resort. Artha dan para tamu masih mendongakkan kepala melihat keperg
Bab 56⭐⭐Selamat membaca dan jangan lupa kasih rate bintang 5 dan tinggalkan komen yang membangun.⭐⭐⭐🤗 Sampai saat ini Agha masih belum mau berbicara pada Artha. Selama dua hari ini sejak peresmian pembukaan resort Pariban ia selalu menghindar jika Artha ingin mengajak berbicara. Bukan marah hanya saja ia ingin sedikit egois dan apakah kekasihnya itu akan dengan sabar membujuknya. Artha sendiri meski tidak disahuti ia selalu berusaha untuk berbicara dengan Agha. Tak peduli jika Agha selalu diam dan menghindar darinya. Namun, kali ini jika Agha tetap tidak menanggapi maka ia akan berhenti karena kesabaran orang ada batasnya. Begitu prinsipnya. Saat ini mereka sedang berada di Tomok, salah satu tempat wisata di Samosir. Tomok adalah salah satu desa di tepian Danau Toba, yang berada di pesisir Timur Pulau Samosir, tepatnya di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, provinsi Sumatra Utara. "Kamu mau melihat antraksi sigale gale atau ke Makam Batu Raja Sidabutar?" tanya Artha pada Agh
Bab 57 Tempat wisata yang akan mereka kunjungi selanjutnya adalah patung Sigale gale. Mereka ingin melihat atraksi patung yang manortor atau menari. Setelah membayar tiket masuk mereka memilih duduk di tempat yang telah disediakan. Agha selalu menggengam tangan Artha, ia tak ingin sang kekasih jatuh atau tertabrak orang seperti saat mereka akan ke Makam Batu Raja Sinabutar. "Kapan kamu berencana pulang Ai?" tanya Agha setelah memposisikan Artha tepat duduk di sampingnya. Jari tangan mereka masih saling terjalin. "Kamu sudah bosan denganku, Sepupu? Atau kamu merasa terganggu dengan kehadiran kami berdua?" bukan menjawab Aisyah malah bertanya balik. Perasaan selama mereka jalan-jalan ini tak pernah mengganggu Agha maupun Artha. Malah justru mereka berdua yang tak menganggap keberadaan Ucok dan Aisyah. "Bukan begitu maksudku, hanya saja apa bisa butikmu dihandle sama karyawanmu saja?" Sudah hampir seminggu Aisyah berada di Samosir dan butiknya tentu saja mungkin terbengkalai ka
Bab 58Dering ponsel membangunkannya. Mereka tidur cepat malam ini, selesai makam malam mereka hanya mengobral selama 30 menit dan memutuskan untuk membaringkan tubuh. Apalagi kasur yang empuk dan baru membuat mata langsung terlelap begitu tubuh menyentuh permukaan kasur yang lembut. Ia melirik jam yang ada di dinding kamar pukul 11.00 malam, ia merasa telah tidur berjam-jam padahal baru 2 jam saja memejamkan mata. Dering ponsel terus berbunyi mengharuskan ia bangkit, ia menyandarkan punggung di kepala ranjang dan meraih ponsel di atas nakas kemudian menggeser ikon berwarna hijau ke atas."Lo kemana aja sih, Gha? Udah dua bulan lo menghilang bagai ditelan bumi." Tanpa kata sapaan dan langsung to the point begitu panggilan diterima dan memunculkan wajah bangun tidur Agha."Lo lagi tidu
Bab 59Agha sedang memeriksa dokumen, tidak begitu banyak. Ia masih berada di dalam kamar bersama Artha yang sedang bermain game di ponsel. Mereka masih menghabiskan waktu di resort, tapi Artha sedikit kesal karena tidak ada yang bisa ia lakukan. Berbaring, menatap birunya danau dari jendela kamar, dan kemudian duduk atau berbaring lagi sambil bermain ponsel. "Apa pekerjaanmu sangat banyak?" tanya Artha tanpa menatap wajah Agha. Tangannya masih sibuk bermain game di ponsel. "Kenapa?" tanya balik Agha. Ia juga masih sibuk membaca dokumen dan sesekali melihat Mac-booknya. "Tidak apa-apa," desah Artha. Kini ia duduk mengambil cemilan, tapi memasukkan kembali ke tempatnya. Tak berminat untuk memakan cemilan itu. "Kamu bosan?" Tentu saja Artha bosan, ia seharian terkurung dalam kamar. Ingin keluar, tapi Agha melarang dan menahannya untuk tetap menemani di kamar, sementara ia bekerja dan Artha tidak ada yang dapat ia lakukan. "Seminggu yang lalu kamu sangat terburu-buru dan begitu tid