Justin menundukkan wajahnya. Memulai aksinya dengan mengelabui Selena. Omong kosong itu Justin utarakan agar Selena mau memaafkan dan mau membuka hati untuknya.'Maafkan saya, Selena. Saya sudah berbohong pada kamu. Ini semua saya lakukan agar kamu mau menerima saya sebagai suami kamu. Agar saya bisa segera menghapus perasaan itu ke Diandra. Tolong bantu saya, Selena. Maafkan saya dan menikahlah denganku,' ucapnya dalam hati.Justin benar-benar sudah kehabisan akal. Sampai tega membohongi Selena, mengikuti ajaran sesat Kevin untuk mengelabui Selena hanya karena Justin sudah tak tahu lagi harus berbuat apa."Tapi, Pak. Kenapa bisa secepat ini?" tanya Selena akhirnya bersuara.Justin menelan saliva dengan pelan. "Setiap malam saya selalu merenung, Selena. Memikirkan perasaan Diandra yang saya anggap masih mencintai saya. Saat tahu tadi Kevin bilang kalau Diandra sudah melupakan saya, saat itu juga saya berhenti berharap."Selena tertawa dengan pengakuan Justin. "Bodoh! Satu kata untuk P
Selena menghentikan acara makannya. Matanya menatap manik mata Justin yang begitu teduh. Kemudian menghela napasnya dengan panjang."Pak Justin. Sudah yakin, dengan perasaan Anda itu? Sudah siap, menerima kekurangan dan kelebihan saya?"Justin mengangguk mantap. "Sudah, Selena. Saya sudah menerima semuanya. Maka dari itu, saya berucap kembali dan memohon sama kamu agar mau menerima pinangan saya." Justin menerbitkan senyumnya dengan lebar.Selena tersenyum miris. "Saya belum, Pak. Sudah saya katakan, tunggu dua bulan lagi. Okay! Kalau tidak bisa menunggu, silakan cari yang lain. Gampang kok, nggak ribet. Gitu aja udah."Andrian lantas terkekeh mendengarnya. "Ya sudah. Kalau memang Selena inginnya dua bulan lagi, Anda harus menahannya. Dua bulan bukan waktu yang lama kok," ucapnya sembari menepuk-nepuk bahu Justin.Pria itu mengembuskan napasnya dengan kasar. "Ya udah. Tunangan aja dulu kalau gitu. Setidaknya kamu tidak bisa lari ke pelukan orang lain. Oke?"Selena menggelengkan kepala
Selena mengangguk pelan. "Ya. Terlebih Anda tidak bisa menyimpan hanya satu nama perempuan di hati Anda." Selena menelan salivanya dengan pelan. "Rasa cinta, perasaan itu ada dalam diri saya. Hanya saja saya tidak percaya diri dengan perasaan itu."Makanya saya membuangnya lagi dan lagi jika rasa itu masuk ke dalam hati saya. Waktu yang kita lewati selama setahun itu mustahil jika saya tidak ada perasaan pada Anda."Terlebih sikap Anda yang selalu baik pada saya. Tulus membantu saya. Munafik rasanya jika saya tidak memiliki perasaan pada Anda. Tapi, semuanya kalah oleh keadaan kita. Anda seorang playboy, dan saya seorang wanita biasa."Justin mendekatkan dirinya kepada Selena. Memeluk perempuan itu sembari menjatuhkan kepalanya di bahu Selena. Justin paham dengan apa yang dikatakan oleh Selena.Perempuan itu takut hatinya patah lantaran Justin bukan pria baik-baik. Justin paham akan hal itu sehingga ia harus lebih memperhatikan perasaan Selena, menghargai Selena dan berjanji akan menc
Hingga di ruangan itu hanya ada Justin dan Selena. Perempuan itu tidak berani berucap sedikit pun jika Justin tidak memulainya.Selena menghela napasnya dengan pelan. ‘Patah hati sebelum jatuh cinta begini rasanya, yaa. Mata Pak Justin juga terlihat layu. Apa dia habis menangis? Menangisiku. Yang benar saja. Mana mungkin dia menangisiku. Memangnya aku siapa.'Selena terus bergelut dengan pikirannya. Terus merasa bersalah karena sudah menolak ajakan Justin yang terus menerus memintanya menikah. Namun, sebuah pelajaran juga untuk Justin agar membuang sifatnya yang masih saja menempel di tubuhnya."Besok kita pulang. Kamu tidak perlu merapikan barang-barang saya lagi, biar saya saja yang rapikan," kata Justin akhirnya mengeluarkan suara.Selena menganggukkan kepalanya sembari tersenyum kepada pria itu. "Baik, Pak. Setelah pulang dari Malang, saya mau ambil cuti dua hari. Mau ke rumah papa saya."Justin mengangguk. "Iya," ucapnya dengan pelan. Kemudian fokus kembali pada laptop miliknya.
Justin menghela napasnya dengan pelan. 'Bersikaplah masa bodoh, Justin. Buang rasa itu jika elo menginginkan Selena. Nggak ada cewek yang bisa menerima cowok brengsek kayak elo kalau bukan Selena. Elo harus ingat kata-kata Selena. Cukup jadikan Selena satu-satunya di hati elo, dan dia akan mencintai elo dengan setulus hatinya.'Justin akan belajar. Melupakan nasib Diandra, masa bodoh dengan nasib perempuan itu. Justin tidak ingin kehilangan Selena. Ia harus mencari cara agar bisa mendapatkan hati perempuan itu, meyakinkan dia jika hanya Selena yang ada di hatinya. Walau tidak akan mudah seperti membalikkan telapak tangan.Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Doni baru tiba di Malang setelah hampir lima jam lamanya mereka menunggu kedatangannya."Pak Kevin!" panggilnya dengan napas yang tersengal.Selena segera mengadahkan wajahnya kala mendengar suara yang tak asing di telinganya. Matanya membola dengan sempurna kala melihat pria yang ada di depannya itu
Hingga lima menit kemudian. Ketukan pintu kembali terdengar. Selena yang baru saja selesai packing lantas membuka pintu itu tanpa ada rasa was-was seperti tadi.Namun, matanya membola kala melihat orang yang sudah mengetuk pintu tadi. Lantas perempuan itu segera menutupnya kembali. Tapi, tenaga pria itu lebih kuat darinya.Orang itu tak lain adalah Doni. Ia masuk ke dalam kamar dan menguncinya."Kamu tidak bisa ke mana-mana, Selena. Teriak sesuka hatimu. Karena tak akan ada yang bisa menolongmu!" ucapnya kemudian tersenyum menyeringai bak iblis.Selena menggelengkan kepalanya dengan cepat. Napasnya memburu serta jantungnya berdetak dengan cepat. Kakinya gemetar, ia meraba-raba tempat tidurnya mencari ponselnya."Ngapain kamu ke sini! Keluar atau aku akan melaporkan kamu ke polisi!" teriak Selena ketakutan.Doni tersenyum campah. "Kalaupun dilaporkan, asal sudah menikmati tubuhmu yang sempat batal waktu itu.""Brengsek!! Kamu tidak akan pernah bisa menyentuhku, Doni."Selena semakin ke
Justin mengusap wajahnya dengan kasar. Menundukkan kepalanya di atas setir mobil kemudian mengembuskan napas dengan panjang.Hingga lima menit kemudian. Justin melajukan mobilnya setelah merenungi keadaan yang sedang terjadi padanya. Menutup hati untuk Diandra, mencoba mencintai Selena seorang.Bayangan Diandra belum sepenuhnya hilang. Tapi, menginginkan Selena menjadi miliknya.Hingga dering ponsel memecahkan lamunan pria itu. Dengan cepat Justin menerimanya."Di mana, lo?""Di jalan. Kenapa?""Gue lagi di rumah elo. Buruan pulang!""Mau ngapain, nyuruh gue buru-buru pulang? Mau nyari ide lagi, biar Selena mau gue nikahi?""Udah buruan, jangan banyak omong!"Kevin menutup panggilan tersebut secara sepihak. Hingga membuat Justin berdecak pelan.Sampai di rumah. Justin melangkahkan kakinya dengan malas dan masuk ke dalam."Muka elo asem bener. Kenapa sih? Putus, sama Selena?" Kevin langsung melemparkan pertanyaan kepada Justin yang dari Malang sudah ingin bertanya.Justin mengembuskan
Di dalam kamar mandi, Selena terus bergumam sambil menatap wajahnya di cermin. Mengusap wajahnya dengan pelan kemudian mengembuskan napas dengan panjang."Aku tidak pernah membiarkan rasa itu semakin tumbuh. Pak Justin lah yang membuatku semakin mencintainya. Tapi, dia licik. Tidak mau melepas Bu Diandra, tapi sudah membuka hati untukku." Selena menyunggingkan bibirnya.Hingga lima menit lamanya. Selena baru keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan pakaian sehari-hari. Bukan pakaian kerja lantaran tidak jadi pergi ke kantor.Ia kembali menatap ponselnya. Masih tidak ada juga kabar dari Justin. Selena mengembuskan napas dengan pelan. "Masa, harus aku yang chat dia duluan. Hari ini kan lagi libur. Atau ... modus tanya ke Pak Kevin aja, yaa."Selena jadi bingung sendiri. Yang katanya akan berusaha untuk melupakan, nyatanya merasa kehilangan karena tidak ada kabar dari Justin, pria yang berhasil mengobrak-abrik hatinya.Selena menggigit jarinya de
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa