Jasmine kembali mengulas senyumnya. "Kami sering bertemu, Ma. Makanya akrab. Dan Arshi juga menyayangi saya. Senang rasanya bisa disayangi oleh anak dari suami saya. Biasanya, kebanyakan anak yang masih memiliki orang tua lengkap tapi harus berpisah, tidak pernah dekat dengan ibu sambungnya.""Iya, Nak. Kamu hebat. Bisa membuat Arshi dekat dengan kamu. Ya sudah kalau begitu. Kita ke pengadilan sekarang juga. Arshi sudah menunggu."Jasmine mengangguk dan beranjak dari duduknya. Masuk ke dalam kamar, untuk mengganti pakaian.Setibanya di pengadilan. Ranti dan Jasmine duduk di belakang Kevin dan Desi. Mendengarkan dengan saksama sidang putusan yang sedang dibacakan oleh hakim."Dengan ini, hakim memutuskan bahwa ... hak asuh atas nama Arshi Anggara Prakarsa jatuh ke tangan sang ayah. Yakin Saudara Kevin Prakarsa. Karena sang ibu sudah tidak sanggup lagi memberi nafkah kepada sang anak. Sidang ditutup."Hakim kemudian mengetuk palu. Mengartikan sidang putusan tersebut sudah sah di mata hu
Kevin melirik tajam pada Andrian yang sudah mengatakan dirinya dan Jasmine sedang sariawan."Arshi mau makan siang sama apa?" tanya Jasmine kemudian."Seperti biasa, Mama. Mama kenapa sih, nggak pernah ikut makan siang bareng lagi sama Arshi? Mama lagi marahan ya, sama Papa?"Seolah memiliki batin yang kuat, anak kecil itu bertanya tepat dengan situasi saat ini. Di mana Jasmine memang sedang marah kepada Kevin.Jasmine lantas mengusapi rambut Arshi. "Mama lagi sakit, Sayang. Makanya tidak bisa ikut makan siang bareng. Sekarang baru mendingan." Jasmine beralasan."Oh gitu. Sakit kenapa, Ma? Dedek bayinya nakal, yaa? Udah pengen keluar ya, dedek bayinya?"Jasmine kembali mengulas senyumnya. "Nggak kok. Bukan karena dedek bayi. Dedek bayi mah baik. Nggak pernah jahatin Mama. Sama seperti Arshi."Arshi mengulas senyumnya. "Oh gituu. Udah gak sabar, pengen lihat dedek bayi. Pengen gendong. Pengen main bareng-bareng."Jasmine tersenyum tipis mendengarnya. Begitu terharu dirinya mendengar uc
Di kediaman Desi.Perempuan itu tengah duduk sambil menjambak rambutnya. Tengah memikirkan strategi untuk menghancurkan rumah tangga mantan suaminya itu.Kemudian, perempuan itu menghubungi Justin. Memberi tahu, jika Jasmine dan Kevin tidak berpisah.“Di mana, lo?” tanya Desi kemudian.“Di rumah. Napa?”“Elo tahu, rencana kita gagal! Mas Kevin dan Jasmine tidak pisah, tidak cerai!”“Apa?! Kenapa begitu? Harusnya mereka udah pisah, Desi. Jasmine pernah bilang sama gue, kalau dia nggak akan pernah maafin Kevin kalau si Kevin main serong di belakang dia.”Justin tampak panik mendengar ucapan Desi, yang mengatakan jika Jasmine dan Kevin tidak berpisah. Walaupun sebenarnya Jasmine sudah keluar dari rumah Kevin.“Mana gue tahu, Justin. Elo punya cara lain, nggak? Biar mereka benar-benar pisah.”Terdengar helaan napas Justin di seberang sana. “Ada! Gue culik si Jasmine.”Desi memutar bola matanya dengan malas. “Kalau elo culik Jasmine, yang ada elo masuk penjara, begok!”“Haiiss! Tahu lah, g
Arshi merengek. Ingin Jasmine kembali pulang ke rumah itu. Arshi yang tak tahu apa pun itu jelas tak paham kenapa Jasmine tinggal di rumah mertuanya.Kevin akhirnya memiliki ide cemerlang. Ia akan menjadikan Arshi sebagai senjata untuk membawa Jasmine pulang. Pria itu lantas mengulas senyumnya.“Hari ini kita ke rumah Omma, yaa. Tapi, pulang sekolah Arshi. Sekarang, Arshi berangkat sekolah dulu. Papa antar Arshi ke sekolah. Papa mau mandi dulu.”Arshi mengangguk antusias. “Oke, Papa. Arshi tunggu di meja makan ya, Pa.”“Iya, Sayang.”Anak kecil itu keluar dari kamar Kevin. Sementara Kevin pergi ke kamar mandi. Semangatnya menggebu untuk menjemput Jasmine pulang. Karena jika Arshi yang memintanya, Jasmine tidak akan bisa menolaknya.Waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi. Jasmine sedang berjalan sendirian di sekitar taman kota dekat rumah mertuanya.Menunggu jajanan lewat. Apa pun akan ia beli. Mulai dari pentol, cilok, hingga ketoprak. Jasmine yang doyan makan semakin menjadi setelah
Oleh Justin, pria itu semakin menggila. Tangannya semakin menggenggam dengan erat tangan Jasmine. Menatap Jasmine dengan amat sangat lekat. Membuat perempuan itu semakin ketakutan."Apa kamu bilang? Coba bilang sekali lagi. Aku tidak mendengarnya," bisik Justin tepat di telinga Jasmine.Perempuan itu masih berusaha untuk tenang. Ia yang tidak membawa ponsel pun bingung harus menghubungi siapa. Seperti sedang dalam penjara, bersama orang yang amat ingin Jasmine hindari."Lepaskan tangan saya, Pak. Sakit!" lirih Jasmine kemudian.Namun, pria itu menghiraukannya. Matanya semakin menatap tajam wajah Jasmine yang sudah menampakkan ketakutan. Kemudian tersenyum menyeringai.Lalu, pria itu meraup bibir Jasmine dengan ganas. Membuat perempuan itu memekik sambil melepaskan tangan Justin. Dengan semua tenaga yang ia miliki, Jasmine berhasil mendorong tubuh Justin.Plak!Tamparan keras meluncur sempurna pada pipi Justin. "Keterlaluan kamu, Justin!" pekik Jasmine kemudian berlari menghindari Just
Kevin mengangguk dalam pelukan itu. “Sangat menyayangi kamu. Sangat mencintai kamu.”“Kalau begitu, lakukan apa yang saya perintahkan tadi, oke? Saya udah lelah, Mas. Ketidaktegasan Mas Kevin membuat saya selalu berpikir, kalau Mas Kevin belum move on dengan masa lalu Mas.”Kevin melepaskan pelukan itu. Memegang kedua sisian wajah Jasmine, kemudian menghela napasnya dengan panjang.Lalu, menganggukkan kepalanya. “Baik, Jasmine. Selama ini, saya selalu berusaha jadi suami yang baik untuk kamu.“Merubah semua yang pernah saya lakukan di masa lalu. Kesalahan saya di masa lalu, sampai membuat rumah tangga saya hancur.“Saya juga tidak mau gagal lagi dalam membina rumah tangga. Maafkan saya, karena selama ini sikap saya tidak pernah tegas pada masa lalu saya.“Saya ingin memperbaiki semuanya. Berikan satu kesempatan lagi untuk saya merubah segalanya.”Jasmine mengangguk. “Ia, Mas. Jangan kecewakan saya lagi ya, Mas. Jangan mudah kejebak. Jangan minum lagi. Pokoknya semuanya jangan. Cuma bo
Kevin menggelengkan kepalanya sembari mengulas senyum. “Tidak, Jasmine. Kamu ingat kan, tadi Diandra bicara apa. Justin langsung kabur setelah Diandra menghubungi saya.”Jasmine manggut-manggut. “Syukurlah kalau begitu. Saya bisa istirahat dengan nyenyak.”Jasmine menoleh kembali pada Kevin. “Tapi, Mas. Pak Justin terlibat dalam jebakan Mas Kevin, bukan?”Kevin mengendikan bahunya. “Belum tahu, Jasmine. Kamu sudah bertanya tadi. Saya akan menanyakannya nanti. Sambil ngopi. Terus, kasih sianida di dalamnya.”Jasmine memukul lengan Kevin. “Dasar!”Kevin mengusapi wajah Jasmine sembari tersenyum. “Bercanda. Tidurlah, sudah malam. Saya juga ingin istirahat dengan tenang.”Jasmine mengangguk. Ia sudah tahu dari raut wajah Kevin. Tampak lelah, kusut dan pucat. Walaupun tidurnya masih sore dan bangun siang, tidak membuat Kevin puas.Lantaran pikirannya terus tertuju pada Jasmine. Mencari cara agar Jasmine kembali pulang ke rumahnya, memaafkan semua yang terjadi di minggu yang lalu.**Sement
Pagi hari telah tiba. Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Di rumah sakit, Jasmine tengah menunggu Kevin membayar biaya administrasi dan menebus obat untuk Jasmine.Lima menit kemudian, Kevin kembali. "Yuk! Sudah selesai. Nanti, diminum obatnya. Biar kondisi anak kita sehat lagi."Jasmine menganggukkan kepalanya. "Mas?" panggilnya kemudian."Heum? Kenapa, Sayang?"Kedua pasangan itu kembali menunjukkan sisi romantisnya."Pengen mangga muda. Dicocol pake sambel gula merah kayaknya enak, Mas." Jasmine berucap sambil mengecap.Kevin menelan air liurnya yang hampir jatuh kala mendengar permintaan Jasmine. "Tapi, Jasmine. Ini masih pagi, lho. Agak siang aja ya, belinya.""Belinya sekarang aja, Mas. Makannya nanti siang. Nanti lupa, kalau ditunda-tunda.""Ya sudah. Kita cari mangga mudanya dulu, okay. Sambalnya biar Bibi saja yang buatkan."Jasmine menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Mas Kevin juga nanti makan, yaa!"Kevin terdiam sejenak. Ia yang tak pernah memakan rujak seperti