Kevin hanya geleng-geleng kepala kala mendengar ucapan Jasmine mengenai perjodohan anaknya dengan gadis kecil tadi. Lalu, masuk ke dalam mobil secara bersamaan."Mas Kevin nggak setuju ya, saya jodohkan Arshi sama Shara? Karena dia orang biasa, dan ibunya seorang wanita bayaran?" tanya Jasmine setelah masuk ke dalam mobil.Kevin terkekeh pelan. "Bukan. Masih jauh perjalanannya, Sayang. Usia Arshi baru enam tahun. Baru sekolah dasar. Belum SMP dan SMA. Kemudian kuliah. Masih jauh untuk menemukan jodoh."Jasmine menggaruk rambutnya. "Hanya berandai-andai aja, Mas. Kalau nggak jodoh yaa udah. Mau gimana lagi.""Iya, Sayang." Kevin kemudian menoleh pada Arshi yang duduk di belakang."Arshi, sudah lama berteman dengan Shara? Kok Papa baru lihat?"Arshi mengadahkan wajahnya. "Shara jarang masuk sekolah, Pa. Katanya, mamanya jarang pulang. Dia nggak ada yang anter sekolah.""Oh. Papanya pasti udah gak ada, yaa?""Ya iyalah, Mas Kevin. Kalau ada, nggak bakalan dia jadi perempuan bayaran. Gima
"Nanti saya jadi janda, Mas. Soalnya Mas Kevin masuk penjara."Kevin terkekeh pelan. "Saya tidak akan melakukan itu, Jasmine. Kamu tenang saja, jangan takut."Kevin mengusapi pucuk rambut. 'Kamu tidak perlu tahu, apa yang akan saya lakukan untuk membuat Justin jera. Cukup tahu hal yang sudah pasti kamu terima, Jasmine,' ucapnya dalam hati.Andrian melirik Kevin. Rencana apa yang sedang Kevin lakukan untuk Justin, ia pun tidak tahu. 'Sepertinya Pak Kevin memiliki rencana lain selain itu.'Andrian hanya bisa menebak-nebak. Tidak bisa bertanya jika masih ada Jasmine di sana."Bi Ijah udah bikin sambal belum, yaa." Seketika perempuan itu teringat mangga muda yang ia beli tadi pagi. Kemudian bangun dari duduknya menghampiri Bi Ijah di dapur.Kesempatan Andrian untuk bertanya mengenai gerak-gerak Kevin yang mencurigakan kala membahas tentang Justin."Pak Kevin. Saya tahu Anda memiliki rencana lain untuk Pak Justin. Apa yang akan Anda lakukan padanya?"Kevin tersenyum miring mendengar pertan
Desi menoleh dengan malas pada Justin. “Saat itu Mas Kevin lagi di luar negeri, Justin. Mana gue tahu, kalau dia balik di hari itu.”“Udah takdirnya elo ketahuan. Kebusukan elo diketahui oleh Kevin. Sampai sekarang pun elo masih disebut murahan karena udah jebak dia, tidur dengan dia.”Desi mengembuskan napas dengan pelan. “Elo yang udah nyuruh gue tidur sama dia, Justin! Pake nyalahin gue, lagi.”“Memang itu maunya elo. Bahkan, rela nggak pakai pil kontrasepsi hanya karena ingin hamil anaknya si Kevin. Belum tentu si Kevin mau tanggung jawab.”Desi menatap tajam ke arah Justin. “Kenapa elo ngomong kayak gitu? Udah nggak sanggup, misahin Jasmine sama Mas Kevin?”Justin mengendikan bahunya. “Gue lagi mikirin supaya Diandra batal resign. Jasmine juga lagi hamil. Mungkin, udah sulit buat ambil dia dari Kevin.”Justin angkat bendera putih. Menyerah untuk merebut Jasmine dari Kevin. Karena keduanya memang sama-sama saling mencintai. Tidak akan pernah bisa dipisahkan oleh hal apa pun.“Sia-
Kevin mengangguk sembari mengulas senyumnya. "Janji, tidak akan menyentuh minuman apa pun di sana. Nanti saya beli air mineral di minimarket saja."Jasmine memberikan jempolnya kepada Kevin. "Good. The best husband. Kenapa nggak dari dulu bawa minum sendiri? Udah kejadian aja, baru inget.""Namanya juga selalu ada pelajaran berharga di balik masalah yang pernah singgah dalam hidup kita.""Bisa aja ngelesnya. Kayak bajaj."Kevin lantas terkekeh pelan. "Sudah selesai sarapannya, Nak?" tanyanya kepada sang anak.Arshi mengangguk. "Udah, Pa. Yuk! Berangkat sekarang. Nanti Arshi telat.""Kamu sudah kenyang, heum?" Kevin bertanya kepada Jasmine."Nanti makan lagi di sekolah. Mau eksplor makanan di sana. Sambil nunggu Arshi pulang.""Ya sudah kalau begitu. Saya juga harus berangkat sekarang. Kalau ada apa-apa, segera hubungi. Jangan diam saja.""Memangnya saya pernah diam, kalau ada apa-apa?"Kevin menggelengkan kepalanya. "Ya sudah. Saya berangkat duluan. Andrian sudah menunggu di luar." Ke
Desi lantas bangun dari duduknya. "Eh, Justin! Gimana ada perempuan yang mau sama elo, kalau permainannya kayak gitu. Harus banget, gue ajarin cara menyentuh wanita yang benar?"Justin menahan tawanya dengan mengulum bibir bawahnya. "Gue gak punya pengalaman, Desi. Bener-bener cuma sama elo doang yang gue pake."Desi menatap Justin dengan lekat. Mencari kebohongan yang Justin sembunyikan. Namun, tak ada yang satu pun yang Justin sembunyikan darinya."Elo masih ingat kan, semalam gue ngomong apa?" tanya Desi kembali.Justin mengangguk pelan. "Ya. Elo nggak hamil anak gue, kan?""Nggak. Gue lagi dalam masa nggak subur waktu itu. Tapi, kesucian gue hilang gitu aja. Mau minta tanggung jawab elo juga nggak ada bukti. Habis perkosa gue, elo kabur gitu aja."Justin menggigit bibir bawahnya kemudian melirik Desi yang tengah menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. "Sorry. Gue udah renggut kesucian elo."Desi mengulas senyum tipis. "Udah berlalu. Nggak perlu minta maaf. Lagi pula, gu
“Gemma lagi piket. Dan menemukan celah untuk keluar dari lapas itu. Kebetulan listrik yang diberikan di pagar itu sedang mati total karena badai.“Akhirnya dia keluar dengan mulus dari celah itu. Saya sudah mengerahkan semua bodyguard dan juga pihak kepolisian agar segera menemukan Gemma.”Jasmine manggut-manggut. “Bisa aja cara licik yang Pak Gemma dapati. Padahal hanya sepuluh tahun, masa nggak bisa tahan.”“Dia memiliki kelainan juga dalam otaknya, Jasmine.”“Kelainan? Kelainan apa itu?”“Seperti sebuah anugerah, tapi tidak bisa digunakan dengan baik olehnya. Seperti meretas identitas kamu, kabur dari lapas dan yang lainnya.“Semua itu dia pakai untuk hal negatif. Bahkan, dia bisa menjinakkan bom dan merakit bom. Itulah yang ditakuti oleh pihak kepolisian.“Saya juga mengkhawatirkan suatu saat nanti dia merakit bom dan dilemparkan ke rumah kita. Itulah yang sedari tadi saya pikirkan, Jasmine.”Jasmine lantas terkejut mendengarnya. “Pindah rumah aja yuk, Mas! Jangan di sini. Bahaya
Diandra mengangguk dan mengulas senyumnya. “Sebulan lagi saya sudah bukan lagi jadi sekretarisnya. Saya ingin melupakannya. Melupakan semua perasaan yang pernah hadir dalam hati saya.”Jasmine lantas mengusapi bahu Diandra dan tersenyum padanya. “Semua akan indah pada waktunya. Mbak Diandra pasti akan menemukan pria yang lebih baik dari Pak Justin.”Diandra mengangguk kembali. “Aamiin.”Tak lama setelahnya, dering ponsel Diandra berbunyi. Perempuan itu segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas.“Dari Pak Justin.”“Angkat aja, Mbak. Mungkin orangnya lagi di kantor.”“Paling juga begitu. Saya angkat telepon dulu.”Diandra lantas menerima panggilan tersebut. “Selamat pagi, Pak Justin.”“Diandra! Kamu di mana? Dan ini, dokumen pemutusan kerja sama dengan perusahaan Kevin kapan dibuatnya?”Di seberang sana, Justin tampak panik setelah melihat dokumen yang dikirim dari perusahaan Kevin.“Pemutusan kerja sama dengan perusahaan Pak Kevin sudah ada sejak dua hari yang lalu, Pak Justin.
Sudah satu bulan Gemma masih dalam pencarian polisi. Melacaknya dengan berbagai alat hingga mengerahkan anjing pelacak. Tidak ada kabar yang bisa diterima oleh Kevin."Selama satu bulan ini juga, nggak ada hal yang mencurigakan 'kan, Mas? Mungkin orangnya kabur ke luar negeri menggunkan identitas palsunya itu." Jasmine berasumsi mengenai hilangnya Gemma.Karena hingga kini, pria itu belum juga ditemukan oleh orang-orang yang mencarinya. Di mana kini dia berada, hanya Tuhan yang tahu.Kevin manggut-manggut. "Iya. Kamu ada benarnya juga, Jasmine. Tapi, waspada tetap harus.""Iya, Mas Kevin. Kita juga sudah pindah rumah. Rumah yang dulu juga sebenarnya aman-aman aja kan, yaa?""Memang aman. Karena dia tahu kalau kita sudah pindah. Pengamanan di kantor juga sudah ditambah. Semoga tidak ada hal yang tidak diinginkan terjadi.""Aamiin. Sekarang, habiskan dulu sarapannya. Hari ini, Arshi ada ujian. Bulan depan Arshi sudah naik ke kelas dua. Senang nggak, Nak?"Arshi mengangguk dengan antusia