Diandra mengangguk dan mengulas senyumnya. “Sebulan lagi saya sudah bukan lagi jadi sekretarisnya. Saya ingin melupakannya. Melupakan semua perasaan yang pernah hadir dalam hati saya.”Jasmine lantas mengusapi bahu Diandra dan tersenyum padanya. “Semua akan indah pada waktunya. Mbak Diandra pasti akan menemukan pria yang lebih baik dari Pak Justin.”Diandra mengangguk kembali. “Aamiin.”Tak lama setelahnya, dering ponsel Diandra berbunyi. Perempuan itu segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas.“Dari Pak Justin.”“Angkat aja, Mbak. Mungkin orangnya lagi di kantor.”“Paling juga begitu. Saya angkat telepon dulu.”Diandra lantas menerima panggilan tersebut. “Selamat pagi, Pak Justin.”“Diandra! Kamu di mana? Dan ini, dokumen pemutusan kerja sama dengan perusahaan Kevin kapan dibuatnya?”Di seberang sana, Justin tampak panik setelah melihat dokumen yang dikirim dari perusahaan Kevin.“Pemutusan kerja sama dengan perusahaan Pak Kevin sudah ada sejak dua hari yang lalu, Pak Justin.
Sudah satu bulan Gemma masih dalam pencarian polisi. Melacaknya dengan berbagai alat hingga mengerahkan anjing pelacak. Tidak ada kabar yang bisa diterima oleh Kevin."Selama satu bulan ini juga, nggak ada hal yang mencurigakan 'kan, Mas? Mungkin orangnya kabur ke luar negeri menggunkan identitas palsunya itu." Jasmine berasumsi mengenai hilangnya Gemma.Karena hingga kini, pria itu belum juga ditemukan oleh orang-orang yang mencarinya. Di mana kini dia berada, hanya Tuhan yang tahu.Kevin manggut-manggut. "Iya. Kamu ada benarnya juga, Jasmine. Tapi, waspada tetap harus.""Iya, Mas Kevin. Kita juga sudah pindah rumah. Rumah yang dulu juga sebenarnya aman-aman aja kan, yaa?""Memang aman. Karena dia tahu kalau kita sudah pindah. Pengamanan di kantor juga sudah ditambah. Semoga tidak ada hal yang tidak diinginkan terjadi.""Aamiin. Sekarang, habiskan dulu sarapannya. Hari ini, Arshi ada ujian. Bulan depan Arshi sudah naik ke kelas dua. Senang nggak, Nak?"Arshi mengangguk dengan antusia
Setibanya di rumah.Kevin menghampiri Arshi yang sedang bermain futsal bersama para bodyguard dan juga security di halaman depan. Sementara Jasmine masuk ke dalam karena ingin beristirahat.“Papa mau ikutan main futsal?” tanya sang anak menghampiri Kevin.Pria itu menggeleng pelan. “Nggak, Nak. Papa banyak kerjaan. Arshi main sama yang lain aja, yaa.”“Oke, Papa.” Arshi kembali ke lapangan dan melemparkan bola tersebut kepada para bodyguard dan security.Sementara Kevin mengayunkan langkahnya menuju rumah.“Tuan Kevin mah mau cetak gol di gawangnya Non Jasmine,” kata salah satu bodyguard di sana.Lantas semua orang yang mendengarnya tertawa. “Bisa aja kamu. Tapi kan, waktu itu kita pernah mendengar obrolan dari Bu Desi kalau Tuan Kevin jarang sekali meminta haknya.”“Oh iya. Benar juga, yaa. Hanya sesekali saja, bahkan sebulan sekali.”“Pada ngomongin apaan sih?” Arshi menyambar dan ikut nimbrung dengan para pria yang tengah membicarakan papanya itu.“Nggak, Den. Cuma lagi mengatur st
Desi tersenyum miris. “Semoga anak gue nggak nyesel dilahirkan dari rahim ibu yang nggak punya harga diri ini.”Justin menarik tangan Desi, hingga perempuan itu duduk di sampingnya. “Gue hanya bercanda. Jangan dibawa perasaan. Masih ada waktu buat tobat.”Desi mengangguk pelan. “Iya, Justin. Tapi, gimana nasib gue sekarang? Gue beneran udah telat datang tamu ini.”Justin menghela napas panjang. “Udah, di sini aja. Di sini sampai ada cowok yang mau sama elo. Udah dites belum?”Desi menggeleng pelan. “Tespack-nya belum beli.”“Ya udah, besok aja belinya. Gue anter. Lagi males ke kantor, gue. Bayang-bayang si Diandra belum hilang dari sana. Kayaknya roh si Diandra masih ada di sana.”Plak!Desi memukul kepala Justin. “Lo pikir si Diandra udah mati!”“Bukan gitu maksud gue, setan! Aarggh! Sakit, begok!”Desi pun beranjak dari duduknya dan meninggalkan Justin sendirian di ruang tengah. Karena waktu sudah menunjuk angka dua pagi.**Pagi hari. Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Di kedia
“Ja—jadi, Mas Gemma masih ada di sekitar Jakarta? Gue pikir udah kabur ke luar kota.”“Gak punya duit kali, buat beli tiketnya. Dan juga, si Gemma kan lagi dalam pencarian polisi. Mana mungkin bisa bebas mondar-mandir. Dia udah di-backlist di semua bandara, terminal maupun stasiun.”Justin kembali melangkahkan kakinya menuju mobil. Diikuti oleh Desi di belakangnya.“Hebat bener si Gemma. Bisa keluar dari penjara dan masih bisa keluyuran di mana-mana. Ini polisi yang bodoh, apa si Gemma yang terlalu cerdas.”Justin menggaruk rambut yang tak gatal itu. Memikirkan Gemma yang bisa keluar dengan mudahnya dari lapas dan berkeliaran semaunya.“Mas Gemma operasi plastik, kali.”Justin menoleh dengan malas pada Desi. “Mukanya emang masih muka si Gemma. Emang sih, kalau lihat hanya sekilas nggak kelihatan kalau itu si Gemma.”Desi manggut-manggut. “Ya udahlah biarin aja. Lagi pula dia keluar buat nyari kebebasan. Nggak ada orang dia celakai juga.”“Itu sih menurut elo. Kalau dia lukai Jasmine,
Tespack yang ia pegang pun jatuh dengan sendirinya lantaran tajamnya ucapan Kevin padanya. Begitu menusuk relung hati hingga membuat Desi sudah tak bisa menopang kakinya lagi.Lemas yang ia rasakan. Hingga akhirnya Kevin enyah dari rumah itu. Tidak peduli dengan perasaan Desi yang sudah pasti merasa sakit hati atas ucapan menohoknya tadi.Satu tetes air mata turun membasahi pipinya. “Benar-benar akan sia-sia jika aku mengatakan aku sedang mengandung anak kamu, Mas. Tidak akan mau, kamu bertanggung jawab karena itu bukan ulah kamu.”Desi sudah sangat yakin jika Kevin tak akan mau mengakui anak yang sedang ia kandung kini. Walau memang hasil perbuatan Kevin, tapi bukan kesengajaan yang Kevin lakukan.Ia tidak pernah berniat menanam benih itu di dalam rahim Desi. Desi-lah yang dengan sengaja menanam benih itu hingga tumbuh di dalam rahimnya.Perempuan itu membantu Justin bangun. Membawanya ke dalam dan mendudukkan Justin di atas sofa. Wajah yang babak belur dengan kesadaran tinggal seten
Mau tak mau, Jasmine pun harus melayani suaminya ini. “Janji ya, hanya sekali?”Kevin mengangguk dengan semangat. “Janji!”“Jangan kenceng-kenceng lho, Mas.”“Iya, Sayang. Saya tidak pernah melakukannya seperti orang gila.”Kevin memang sudah tidak pernah melakukannya seperti sebelum Jasmine hamil. Setelah perut Jasmine kram waktu itu, Kevin taubat melakukan hal gila yang hanya dia lakukan dengan Jasmine.Baginya, Jasmine adalah candu yang tidak bisa dilupakan. Jika saja Jasmine sedang tidak hamil, maka setiap hari ia selalu menginginkannya.Tidak seperti kepada Desi dulu. Hanya menghargai dan memaafkan masa lalunya. Namun, ia tidak bisa merasa puas atas permainannya dengan mantan istrinya dulu.Dan Kevin, baru merasakan apa itu surge dunia hanya dengan Jasmine. Selalu membalas apa yang sedang dia kerjakan.**Hari Minggu.Di mana Kevin dan kedua orang tersayangnya—Jasmine dan Arshi. Tengah melakukan liburan di tempat wisata. Menunaikan janjinya kepada Arshi yang ingin liburan setelah
“Anda sudah berjanji akan merawat Bu Desi sampai beliau melahirkan. Kenapa harus memberi tahu mereka?” bisiknya kembali.Sementara Justin hanya menggaruk kepalanya. “Aduuhh!!”Selena menekan luka di sudut mata Justin lantaran kesal. Kemudian menoleh pada Kevin dan Jasmine.“Kalian tidak perlu kaget seperti itu. Bu Desi tidak akan meminta pertanggungjawaban Pak Kevin. Karena semuanya memang salah Pak Justin dan Bu Desi yang sudah menjebak Pak Kevin.“Yang perlu Pak Kevin ketahui hanyalah, Bu Desi hamil anaknya Pak Kevin. Baik diakui atau tidak setelah melahirkan nanti, itu tergantung pada Anda, Pak Kevin!”Selena mencoba menjelaskan kepada Kevin yang kakinya sudah bergetar. Sementara Jasmine sudah duduk di sofa.“Kevin. Gue minta maaf, karena udah bikin Desi hamil gara-gara gue,” kata Justin dengan memelas. Berharap mendapat pengampunan dari Kevin.Tak lama, Desi keluar dan menghampiri Arshi. Memeluk anak sulungnya itu dengan erat.“Mama kangen banget sama kamu, Sayang. Kamu sehat, Nak