Oleh Justin, pria itu semakin menggila. Tangannya semakin menggenggam dengan erat tangan Jasmine. Menatap Jasmine dengan amat sangat lekat. Membuat perempuan itu semakin ketakutan."Apa kamu bilang? Coba bilang sekali lagi. Aku tidak mendengarnya," bisik Justin tepat di telinga Jasmine.Perempuan itu masih berusaha untuk tenang. Ia yang tidak membawa ponsel pun bingung harus menghubungi siapa. Seperti sedang dalam penjara, bersama orang yang amat ingin Jasmine hindari."Lepaskan tangan saya, Pak. Sakit!" lirih Jasmine kemudian.Namun, pria itu menghiraukannya. Matanya semakin menatap tajam wajah Jasmine yang sudah menampakkan ketakutan. Kemudian tersenyum menyeringai.Lalu, pria itu meraup bibir Jasmine dengan ganas. Membuat perempuan itu memekik sambil melepaskan tangan Justin. Dengan semua tenaga yang ia miliki, Jasmine berhasil mendorong tubuh Justin.Plak!Tamparan keras meluncur sempurna pada pipi Justin. "Keterlaluan kamu, Justin!" pekik Jasmine kemudian berlari menghindari Just
Kevin mengangguk dalam pelukan itu. “Sangat menyayangi kamu. Sangat mencintai kamu.”“Kalau begitu, lakukan apa yang saya perintahkan tadi, oke? Saya udah lelah, Mas. Ketidaktegasan Mas Kevin membuat saya selalu berpikir, kalau Mas Kevin belum move on dengan masa lalu Mas.”Kevin melepaskan pelukan itu. Memegang kedua sisian wajah Jasmine, kemudian menghela napasnya dengan panjang.Lalu, menganggukkan kepalanya. “Baik, Jasmine. Selama ini, saya selalu berusaha jadi suami yang baik untuk kamu.“Merubah semua yang pernah saya lakukan di masa lalu. Kesalahan saya di masa lalu, sampai membuat rumah tangga saya hancur.“Saya juga tidak mau gagal lagi dalam membina rumah tangga. Maafkan saya, karena selama ini sikap saya tidak pernah tegas pada masa lalu saya.“Saya ingin memperbaiki semuanya. Berikan satu kesempatan lagi untuk saya merubah segalanya.”Jasmine mengangguk. “Ia, Mas. Jangan kecewakan saya lagi ya, Mas. Jangan mudah kejebak. Jangan minum lagi. Pokoknya semuanya jangan. Cuma bo
Kevin menggelengkan kepalanya sembari mengulas senyum. “Tidak, Jasmine. Kamu ingat kan, tadi Diandra bicara apa. Justin langsung kabur setelah Diandra menghubungi saya.”Jasmine manggut-manggut. “Syukurlah kalau begitu. Saya bisa istirahat dengan nyenyak.”Jasmine menoleh kembali pada Kevin. “Tapi, Mas. Pak Justin terlibat dalam jebakan Mas Kevin, bukan?”Kevin mengendikan bahunya. “Belum tahu, Jasmine. Kamu sudah bertanya tadi. Saya akan menanyakannya nanti. Sambil ngopi. Terus, kasih sianida di dalamnya.”Jasmine memukul lengan Kevin. “Dasar!”Kevin mengusapi wajah Jasmine sembari tersenyum. “Bercanda. Tidurlah, sudah malam. Saya juga ingin istirahat dengan tenang.”Jasmine mengangguk. Ia sudah tahu dari raut wajah Kevin. Tampak lelah, kusut dan pucat. Walaupun tidurnya masih sore dan bangun siang, tidak membuat Kevin puas.Lantaran pikirannya terus tertuju pada Jasmine. Mencari cara agar Jasmine kembali pulang ke rumahnya, memaafkan semua yang terjadi di minggu yang lalu.**Sement
Pagi hari telah tiba. Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Di rumah sakit, Jasmine tengah menunggu Kevin membayar biaya administrasi dan menebus obat untuk Jasmine.Lima menit kemudian, Kevin kembali. "Yuk! Sudah selesai. Nanti, diminum obatnya. Biar kondisi anak kita sehat lagi."Jasmine menganggukkan kepalanya. "Mas?" panggilnya kemudian."Heum? Kenapa, Sayang?"Kedua pasangan itu kembali menunjukkan sisi romantisnya."Pengen mangga muda. Dicocol pake sambel gula merah kayaknya enak, Mas." Jasmine berucap sambil mengecap.Kevin menelan air liurnya yang hampir jatuh kala mendengar permintaan Jasmine. "Tapi, Jasmine. Ini masih pagi, lho. Agak siang aja ya, belinya.""Belinya sekarang aja, Mas. Makannya nanti siang. Nanti lupa, kalau ditunda-tunda.""Ya sudah. Kita cari mangga mudanya dulu, okay. Sambalnya biar Bibi saja yang buatkan."Jasmine menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Mas Kevin juga nanti makan, yaa!"Kevin terdiam sejenak. Ia yang tak pernah memakan rujak seperti
Kevin hanya geleng-geleng kepala kala mendengar ucapan Jasmine mengenai perjodohan anaknya dengan gadis kecil tadi. Lalu, masuk ke dalam mobil secara bersamaan."Mas Kevin nggak setuju ya, saya jodohkan Arshi sama Shara? Karena dia orang biasa, dan ibunya seorang wanita bayaran?" tanya Jasmine setelah masuk ke dalam mobil.Kevin terkekeh pelan. "Bukan. Masih jauh perjalanannya, Sayang. Usia Arshi baru enam tahun. Baru sekolah dasar. Belum SMP dan SMA. Kemudian kuliah. Masih jauh untuk menemukan jodoh."Jasmine menggaruk rambutnya. "Hanya berandai-andai aja, Mas. Kalau nggak jodoh yaa udah. Mau gimana lagi.""Iya, Sayang." Kevin kemudian menoleh pada Arshi yang duduk di belakang."Arshi, sudah lama berteman dengan Shara? Kok Papa baru lihat?"Arshi mengadahkan wajahnya. "Shara jarang masuk sekolah, Pa. Katanya, mamanya jarang pulang. Dia nggak ada yang anter sekolah.""Oh. Papanya pasti udah gak ada, yaa?""Ya iyalah, Mas Kevin. Kalau ada, nggak bakalan dia jadi perempuan bayaran. Gima
"Nanti saya jadi janda, Mas. Soalnya Mas Kevin masuk penjara."Kevin terkekeh pelan. "Saya tidak akan melakukan itu, Jasmine. Kamu tenang saja, jangan takut."Kevin mengusapi pucuk rambut. 'Kamu tidak perlu tahu, apa yang akan saya lakukan untuk membuat Justin jera. Cukup tahu hal yang sudah pasti kamu terima, Jasmine,' ucapnya dalam hati.Andrian melirik Kevin. Rencana apa yang sedang Kevin lakukan untuk Justin, ia pun tidak tahu. 'Sepertinya Pak Kevin memiliki rencana lain selain itu.'Andrian hanya bisa menebak-nebak. Tidak bisa bertanya jika masih ada Jasmine di sana."Bi Ijah udah bikin sambal belum, yaa." Seketika perempuan itu teringat mangga muda yang ia beli tadi pagi. Kemudian bangun dari duduknya menghampiri Bi Ijah di dapur.Kesempatan Andrian untuk bertanya mengenai gerak-gerak Kevin yang mencurigakan kala membahas tentang Justin."Pak Kevin. Saya tahu Anda memiliki rencana lain untuk Pak Justin. Apa yang akan Anda lakukan padanya?"Kevin tersenyum miring mendengar pertan
Desi menoleh dengan malas pada Justin. “Saat itu Mas Kevin lagi di luar negeri, Justin. Mana gue tahu, kalau dia balik di hari itu.”“Udah takdirnya elo ketahuan. Kebusukan elo diketahui oleh Kevin. Sampai sekarang pun elo masih disebut murahan karena udah jebak dia, tidur dengan dia.”Desi mengembuskan napas dengan pelan. “Elo yang udah nyuruh gue tidur sama dia, Justin! Pake nyalahin gue, lagi.”“Memang itu maunya elo. Bahkan, rela nggak pakai pil kontrasepsi hanya karena ingin hamil anaknya si Kevin. Belum tentu si Kevin mau tanggung jawab.”Desi menatap tajam ke arah Justin. “Kenapa elo ngomong kayak gitu? Udah nggak sanggup, misahin Jasmine sama Mas Kevin?”Justin mengendikan bahunya. “Gue lagi mikirin supaya Diandra batal resign. Jasmine juga lagi hamil. Mungkin, udah sulit buat ambil dia dari Kevin.”Justin angkat bendera putih. Menyerah untuk merebut Jasmine dari Kevin. Karena keduanya memang sama-sama saling mencintai. Tidak akan pernah bisa dipisahkan oleh hal apa pun.“Sia-
Kevin mengangguk sembari mengulas senyumnya. "Janji, tidak akan menyentuh minuman apa pun di sana. Nanti saya beli air mineral di minimarket saja."Jasmine memberikan jempolnya kepada Kevin. "Good. The best husband. Kenapa nggak dari dulu bawa minum sendiri? Udah kejadian aja, baru inget.""Namanya juga selalu ada pelajaran berharga di balik masalah yang pernah singgah dalam hidup kita.""Bisa aja ngelesnya. Kayak bajaj."Kevin lantas terkekeh pelan. "Sudah selesai sarapannya, Nak?" tanyanya kepada sang anak.Arshi mengangguk. "Udah, Pa. Yuk! Berangkat sekarang. Nanti Arshi telat.""Kamu sudah kenyang, heum?" Kevin bertanya kepada Jasmine."Nanti makan lagi di sekolah. Mau eksplor makanan di sana. Sambil nunggu Arshi pulang.""Ya sudah kalau begitu. Saya juga harus berangkat sekarang. Kalau ada apa-apa, segera hubungi. Jangan diam saja.""Memangnya saya pernah diam, kalau ada apa-apa?"Kevin menggelengkan kepalanya. "Ya sudah. Saya berangkat duluan. Andrian sudah menunggu di luar." Ke