Justin menelan saliva dengan pelan. “Pindah ke rumah aku aja, yaa. Di sana lebih aman. Aku gak mau kamu kenapa-napa, Selena. Gak selamanya aku bisa minta bantuan Kevin kalau kamu dalam bahaya.”Selena mengangguk dalam pelukan itu. “Tidak ada lagi tempat paling aman selain rumah kamu, Mas.”“Oke. Kita pindah sekarang juga. Aku akan mempercepat pernikahan kita supaya kita bisa tinggal dalam satu atap.”Selena hanya mengangguk menuruti semua ucapan Justin. “Gimana baiknya aja, Mas.”“Iya, Sayang. Aku kemas semua baju dan semua barang-barang kamu dulu.”Justin melepaskan pelukan itu dan membiarkan Selena menenangkan diri di sana. Sementara Justin mengemas semua pakaian dan barang-barang milik Selena.“Mau pindah rumah lagi?” tanya Kevin yang baru saja keluar dari kamar mandi.Justin menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Udah ada yang tahu alamat rumah Selena. Gue gak bisa diem aja, Vin.”Kevin manggut-manggut. “Fatal banget sih, kalau udah ada orang yang pengen bunuh Selena. Kita harus c
Setibanya di kantor polisi.Justin memberikan rekaman CCTV tersebut kepada pihak kepolisian sebagai bukti jika pria yang kini tengah duduk di dalam sel tahanan itu hampir membunuh Selena.“Dia sudah memberi tahu, siapa orang yang sudah menyuruhnya untuk membunuh calon istri saya?” tanya Justin kepada pihak polisi itu.“Masih kami selidiki, Pak Justin. Karena Saudara Bobby ini masih enggan memberi tahu siapa orang yang sudah memerintahkan beliau untuk membunuh calon istri Anda.“Kalau sudah ada keterangan yang lebih lanjut, kami akan segera memberikan informasinya kepada Anda. Jangan khawatir, Pak Justin.”Justin mengangguk sembari menghela napasnya dengan kasar. “Jangan sampai dia kabur. Beri hukuman yang setimpal karena Selena mengalami trauma dan shock atas kejadian tadi pagi.”“Baik, Pak Justin. Kami akan membuatkan surat laporan penangkapan terlebih dahulu agar ditandatangani.”Justin kembali mengangguk dan menunggu surat laporan penangkapan selesai dibuat.**Keesokan harinya.Ke
Justin menghela napasnya dengan pelan. "Waktu di Paris, gue ketemu sama Gracia. Pulang di Paris, Selena ditodong pistol sama orang yang gak dikenal."Kevin manggut-manggut. "Target utama elo si Grace? Mantan calon istri yang sekarang udah jadi janda. Singkat amat rumah tangganya. Kenapa sih?"Justin mengendikan bahunya. "Katanya sih, karena dia udah nggak gadis lagi.""Oh. Hanya karena itu. Kalau menurut gue bukan itu. Karena gue aja pernah punya bini yang udah bukan gadis lagi. Masih bertahan sampai punya anak. Itu hanya alasan si William doang. Gue yakin, bukan itu alasannya."Justin mengusapi rambutnya dengan pelan. "Gue juga mikirnya gitu. Kalau emang cerai hanya karena itu, kenapa setelah bertahun-tahun baru baru cerai?"Kevin mengendikan bahunya. "Tujuh tahun, Bro. Punya anak nggak tuh?""Aaahhh! Kayaknya mandul sih. Si Grace nggak punya anak sampai sekarang. Dan si William minta pisah kemudian nyari bini lagi yang bisa ngasih dia anak. Kalau ini cukup logis."Kevin tersenyum mi
"Eh, Kevin. Bukan gue doang yang ingin nyawa Selena menghilang. Gue marah ke dia karena udah putusin gue secara sepihak. Padahal semuanya udah gue kasih ke dia," tutur Doni kemudian."Semuanya itu apaan, Doni? Kalau berbentuk barang, Justin bisa kembalikan semua yang udah elo kasih ke Selena. Tapi, semuanya bakal sia-sia karena elo bakal tinggal di jeruji besi."Doni menatap nyalang Kevin yang terus menerus membuatnya kesal. "Tanya Justin. Apa yang sudah dia lakukan pada Gracia. Gracia adalah keponakan gue. Karena Justin, dia nggak bisa punya anak dan akhirnya cerai dengan William."Kevin menganga mendengar ucapan Doni. Kemudian menoleh kepada Justin yang sedari diam membisu.“Elo … saudaranya Grace? Dan elo adalah mantan pacar si Selena. Bener-bener dunia sempit ini namanya,” ucap Kevin sambil geleng-geleng kepala.Doni menghela napasnya dengan panjang. “Ya. Gue dan Gracia saudara. Gue udah tahu Justin dan Grace pernah pacaran. Kemudian milih William yang dia jadikan suami daripada J
Justin menatap Selena dengan lekat kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Maafin aku, Selena.”Selena mengerutkan keningnya. “Kamu habis melakukan kesalahan apa lagi, Mas?” tanyanya penuh curiga.Justin mengembungkan pipinya. “Pelaku orang yang mau membunuh kamu sudah ditemukan.”“Oh, ya? Siapa, Mas?” tanyanya penuh antusias.“Doni. Mantan pacar kamu.”Selena menganga kemudian menutup mulutnya kembali.“Dan Gracia adalah keponakan Doni,” sambungnya kembali.“Haah? Kok bisa gitu? Dunia sempit banget. Terus, kenapa kamu minta maaf?” tanya Selena penuh curiga.Justin menggit bibir bawahnya kemudian menghela napasnya dengan panjang.“Aku … aku sempat hampir punya anak dengan Gracia.”Selena mengerutkan keningnya. Matanya menatap sembari berkedip-kedip. Menelaah ucapan Justin tadi kemudian menghela napasnya dengan panjang.“Kamu … hampir punya anak dengan Grace? Itu artinya Grace keguguran?” tanya Selena menuntut.Justin mengangguk pasrah. “Iya. Grace keguguran karena nggak sadar kal
"Selamat menempuh hidup baru untuk pasangan fenomal ini. Semoga sakinah, mawadah dan warahmah. Segera diberi keturunan juga," kata Jasmine dengan hebohnya memberi selamat kepada Selena dan Justin yang kini sudah berada di panggung pelaminan."Aamiin. Bu Jasmine kapan kasih adik lagi buat Arshi dan Gita?""Nanti aja, Mbak. Nunggu Arshi masuk SMP."Justin terkekeh mendengar ucapan Jasmine. "Padahal si Kevin udah ngeluh pengen nambah anak lagi.""Dia mah enak, cuma bikin doang. Yang hamil kan, saya. Mengandung selama sembilan bulan, belum melahirkannya, ngurusinnya. Gak gampang, Pak Justin.""Iya, iyaaa. Getok aja laki yang bisanya bikin anak doang.""Emangnya kamu. Anak sendiri kok di buang ke toilet," sengal Selena kemudian.Jasmine menahan tawanya mendengar ucapan menohok Selena yang masih saja selalu skakmat habis-habisan suaminya itu."Sekarang udah ada penampungnya, Mbak. Siap-siap aja nanti malam.""Gak ada. Saya suruh libur dulu satu minggu. Gak bisa langsung naik. Dilarang!"Jas
Justin memilih untuk tidak peduli dengan ucapan istrinya itu. Ia pun mengambil baju yang ada di dalam koper dan memakainya.“Mas?”“Apa?”“Bu Diandra gak datang, yaa?”Justin menggeleng. “Cuma Giandra doang yang datang. Biarin aja lah gak usah dipikirin. Diandra lagi bikin benteng pertahanan untuk tidak pernah melihatku kapan pun dan di mana pun.”Selena kembali menghela napasnya dengan pelan. “Ada ya, orang yang dulu baik banget sekarang jadi kayak musuh.”“Dia yang mulai, Sayang. Bukan aku. Sebenarnya bukan salah aku juga udah mematikan Andrian. Dia sendiri yang memilih untuk mengakhiri hidupnya demi menyelamatkan aku.“Kalau memang dia mau mempertahankan cintanya untuk kamu, setelah aku mati hanya membutuhkan waktu setahun atau lebih untuk melupakan aku.“Setelah itu mungkin Andrian akan mendekati kamu, mengganti nama aku di ruang hati kamu. Tapi, yang dia lakukan adalah mengalah dan memberiku kesempatan untuk hidup.”Penuturan Justin cukup masuk di akal. Karena memang sebenarnya A
Selena tak bisa berkutik lagi. Ia lantas melingkarkan tangannya di leher Justin. Tautan itu semakin panas kala tubuh keduanya sudah sama-sama polos. Untuk pertama kalinya kedua tubuh yang memanas itu saling menempel. Hingga tak sadar jika tubuhnya sudah polos hanya dengan sekali tarikan.Selena menarik diri kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. Mengatur napasnya yang hampir habis itu."Hhhh!" Selena menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya. "Mas. Kamu habis ngapain aku?" tanyanya dengan mata yang terlihat begitu panik.Justin menarik tangan Selena secara perlahan. "Biarkan aku memandang tubuh indah istriku ini. Jangan halangi dengan tangan mungil kamu ini.""Ta-tapi ... kamu mau ngapain?""Yaa mau berhubungan lah. Gimana sih! Jangan polos-polos amat jadi perempuan, Sayang. Sini ... biar aku puaskan. Janji, gak akan kasar-kasar.""Beneran? Gak akan bikin aku kapok?"Justin mengangguk yakin. "Iya, Sayang. Aku jamin, kamu bakal ketagihan. Biar langsung jadi juga. Habis dat
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa