Clara tak berkutik mendengar pilihan yang terdengar jelas seperti ancaman. Memaksa, katanya. Kalimat itu terus bergulir di alam bawah sadarnya."Kau cukup berkata 'ya' dan semuanya selesai. Kau meneruskan pekerjaanmu dan aku berjanji dengan jaminan menjadi asisten tetapku selesai kuliah nantinya. Dengan catatan; jangan sekali-kali memanggilku bos. Aku benci itu," katanya.Clara hanya terbengong. Mulutnya benar-benar kebas, dan kepalanya memberat sekedar untuk mengangguk.Saat ini otaknya berpikir separuh dari raganya yang bersorak gembira. Ada letupan-letupan kembang api dalam dirinya dan kupu-kupu yang berterbangan keluar dari perutnya.Tinggal bersama bosnya!Bayangkan itu! Bayangkan sekali pun kalian tak bisa membayangkannya. Bisa kalian tebak apa yang akan kami lakukan jika berada didalam satu atap yang sama sedangkan didalam satu ruangan saja sebuah ciuman penuh hasrat telah terjadi. Bukan tak mungkin kejadian lebih dari ciuman akan terjadi, kan?"Waktumu tak banyak Clara." Willi
William tahu, Mikaela bukan tipe bocah pemilih ketika bertemu orang baru. Dia cenderung terbuka dan mudah bergaul berbanding terbalik dengan dirinya dan Austin. Dulu, masa kecil mereka hanya di habiskan di sebuah kedai roti reyot milik kakek dan nenek angkatnya.Dan semua yang di dapatkannya kini adalah bukti nyata kerja kerasnya membangun segala sesuatunya dari nol. Berdiri sendiri di atas rasa benci yang mendarah daging dan dendam yang tak berkesudahan bahkan setelah ayahnya tertimbun tanah.Semua ini rasanya belum adil. Semua ini belum William rasakan cukup apalagi puas. Hatinya belum sepenuhnya rela mana kala perputaran waktu tiba-tiba saja berhenti.Ibunya yang meninggal dan kehidupan seolah-olah menjungkir balikkan dunianya bersama Austin untuk ikut serta dalam permainan ayahnya. Menjadi boneka ayahnya dan memasang topeng sedemikian apik demi menjaga kendali dirinya. Dan siapa sangka? William jauh lebih lihai mempertahankan topengnya selama bertahun-tahun ketimbang Austin demi m
Tuan Wu datang. Namun ketegangan yang tercipta antara William dan Lucas belum juga mereda. Pria berumur 50-an itu membuka koper yang di tentengnya dan mengambil beberapa berkas di dalamnya. Kemudian mengedarkan pandangan manatap satu per satu wajah tak asing yang menjadi topik malam ini.Tuan Wu mengangguk sebentar begitu bertemu pandang dengan mata Austin. "William telah merinci semua aset dan harta kekayaannya sekitar enam bulan yang lalu. Dalam kondisi yang sehat dan betul-betul sadar," katanya, "jelas terlihat di sini—di surat wasiat ini ada tanda tangan William juga stempel perusahaan yang menyetujui keabsahan surat beserta isinya yang artinya dokumen resmi—mutlak sah—secara hukum tanpa sedikit pun bisa di rubah," lanjutnya."Mengenai nominal semuanya tidak tertera di surat ini tapi pengukuhan posisi dan siapa yang menerimanya tidak bisa lagi di rubah. Satu aset tersembunyi hanya akan di terima oleh satu dari keempat anaknya. Dan akan digunakan bersama mengingat pasang-surut peru
William meletakkan tubuh Clara ditempat yang nyaman. Tempat ini beraroma dirinya dan Clara akan menyebutnya sebagai surga. William tak berhenti menciuminya dan Clara juga tak ingin William berhenti.Hembusan napas kasar William menerpa wajahnya. Dapat Clara rasakan jemari William yang mengusap pipinya dengan kelembutan yang tak bisa Clara jabarkan. William terus mengecup bibir Clara berkali-kali—tanpa kata-kata, hanya sentuhan dan napas yang sama-sama tak beraturan.Clara memberanikan diri membuka mata dan mendapati mata madu William yang menatapnya. Refleks, gerakan tangannya merapikan rambut cokelat William yang tak lagi beraturan dan William menikmati perlakuan itu seolah menikmati tiap sentuhan yang Clara hantarkan. Dalam hati Clara merasa senang karena mereka mempunyai efek yang sama untuk satu sama lain.Ingatan Clara kembali terlempar ke belakang begitu mengingat sebaris kalimat yang William ucapkan. Suara sarat kesedihan yang tak sanggup Clara dengar tiba-tiba berdengung ditel
Detak jantung Clara terdengar begitu indah ketika lagi-lagi menelisik ke dalam pendengaran William. Sentuhan tangannya yang tepat terjatuh di bahu William membuat lelaki itu merasa jantungnya juga bertalu begitu hebat. Sesekali William harus menghirup udara guna mamasok himpitan sesak di paru-parunya dan meyakini jika ini semua nyata—bukan sekedar mimpi. Dan Clara bukan sosok imajinasinya karena ini semua begitu mendadak.Clara hadir sebagai bentuk lain dari penghubung di masa lalunya yang telah merubah dan memberinya warna baru di hidupnya. Clara hadir dengan begitu indahnya hingga William tak mampu untuk berhenti memikirkannya. Clara hadir dengan begitu sempurnanya.William benar-benar telah jatuh cinta kepada Clara.Dan detik berikutnya yang William pikirkan adalah jika Clara menghilang dari kehidupannya. William tak bisa membayangkan itu atau kembali merasakan kehampaan dan kehidupan lamanya yang datar. William ingin gadis sederhana ini berada di sampingnya, menjadi malaikatnya, d
"Aku tidak membutuhkan orang lain untuk mengetahui kelemahanku," ucapan itu tersendat di ujung ternggorokan William. Sedang matanya terus fokus menatap layar LCD di ruangan rapat dengan cahaya gelap.Telunjuknya sesekali mengusap permukaan bibirnya untuk mencegah kalimatnya terlontar. Meski demikian, Sehun berusaha mengamati jalannya rapat dengan seksama.Sorot tajamnya bergerak-gerak mengawasi setiap mata yang meliriknya. William bukan seorang yang bodoh untuk menilai sekitarnya. Lengah sedikit saja, bukan tak mungkin orang-orang ini akan mencari letak kelemahannya untuk menjatuhkannya. Ia tak akan membiarkan orang-orang ini melihat kelemahannya. Tekadnya sudah bulat untuk berada di titik ini. Jadi, pergerakan sekecil apapun akan dapat ditangkapnya lewat sudut mata harimaunya yang menatap nyalang. Sementara beberapa pasang wajah mulai terintimidasi oleh wajah dingin dan tatapan tajam William.Di balik kursi ini tengah bersembunyi sosok lain dari seorang William Anderson yang susah pa
"Itu dia!" seru bocah perempuan berumur sepuluh tahunan. Membuat William tersentak dari posisinya berbaring di sofa. Kepalanya sedang pening dan orang ini justru lancang memasuki ruangannya tanpa ijin. William sudah siap melontarkan kata-kata makian kalau saja sekretarisnya sengaja melakukan ini. Namun ujung tenggorokannya mendadak kering dan lidahnya kelu melihat siapa yang berdiri dihadapannya.Berdecak kesal, William mengamati bocah perempuan yang tadi berseru yang ternyata tidak sendirian. Bocah itu memasuki ruangannya diikuti seorang bocah perempuan yang dua tahun lebih muda darinya. Wajahnya nyaris mirip karena keturunan gen yang berasal dari bibit yang sama."William di sini. Aku menang dan kau harus mentraktirku kue cokelat.""Sial!" gerutu bocah perempuan yang mengingatkan Justin pada dirinya sendiri. Ketika berada di usia itu, William memiliki hobi yang tak biasa; mengumpat. Jadi bukan hal aneh ketika Mikaela Anderson mengikuti jejaknya lantaran bocah delapan tahun itu teram
Di tengah padang bunga daisy yang indah, seorang lelaki berdiri sambil merentangkan kedua tangannya. Angin lembut menerbangkan rambutnya, membuatnya berantakan. Lelaki itu menarik napas menghirup udara segar yang seolah sudah lama tidak pernah dirasakannya.Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh bahunya. Membuat lelaki itu terperanjat dan menoleh ke belakang. Seketika tubuhnya menjadi kaku dengan mata membelalak kaget. Merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Sementara orang yang berdiri dihadapannya itu tersenyum ke arahnya."Anabella ..." bisiknya. Lelaki itu merasa tak yakin dengan apa yang dilihatnya."Lama tak jumpa, William." Gadis itu tersenyum.Tubuh William menegang. Itu suaranya, tentu saja ia masih mengingat bagaimana suara dari Anabella. Meski enam tahun berlalu, suara itu tak pernah beranjak dari ingatannya.William mengulurkan tangannya membelai sebelah wajah Anabella. Yang disambut dengan pejaman mata oleh gadis itu seakan menikmati sentuhan ringan yang Will