Jodoh itu, bukan soal dia yang sempurna. Tetapi dia yang mau menerimamu apa adanya dan sanggup menerima kekuranganmu. Barangkali dia tidak sesempurna orang lain, tetapi pasti dia yang terbaik dari semuanya. Karena dia punya cinta dan sayang yang lebih untukmu, yang tak di miliki siapa pun.“Kau pasti tahu.” Clara memulai tanpa basa-basi. Memasuki rumah mewah Austin dan melihat sang kakak ipar duduk dengan koran di tangannya. Clara tak peduli jika itu mengganggu acara berita yang sedang di baca Austin. “Kau sudah menjalaninya lebih dulu dank au pernah punya cerita masa muda. Kau punya kisah, kau melewati setiap perjalanan dan apa pun itu yang akhirnya membawamu pada puncak sekarang ini.”“Tapi, apa kau lupa, siapa yang sedang kau ajak berbisnis? Adikmu sendiri. Meskipun akan kau sangkal mati-matian. Jazzy memiliki darah yang sama denganmu. Kau lupa?”Alaina juga terdiam pun dengan William. Menyerahkan segala urusan kepada Clara, William paham betul marahnya seorang Clara. Terlebih jika
Jazzy Anderson tumbuh menjadi seorang remaja yang pendiam. Tak banyak yang bisa Jazzy ungkapkan jika masalah datang menghampiri dirinya atau menceritakan beberapa perasaan yang membuatnya kacau. Katakanlah, Jazzy tak punya pegangan untuk dirinya bertumpu.Ingin berlari kepada Alaina, Jazzy merasa sungkan. Terlebih jika sudah melihat betapa kerepotannya Alaina mengurusi Kaela dan Michael. Ingin menghampiri Clara, kerepotan Clara jauh lebih dahsyat dari Alaina. Clara dan William punya tiga anak kembar, sekaligus.Jadi, Jazzy secara tanpa sadar membiasakan dirinya untuk terus memendam perasaa-perasaan kacau yang timbul.Yang biasa Jazzy lakukan hanyalah menulisnya lewat kata-kata di buku catatan hariannya. Seperti yang terjadi hari ini dan membuat seluruh keluarganya gempar.Seperti kejadian hari ini misalnya. Terkejut? Tentu. Jazzy sampai tak bisa berkata-kata dan bingung harus bersikap yang bagaimana. Meski tahu tindakan Austin demi kebaikan dirinya di kemudian hari, tetap saja, tanpa
Austin datang pagi harinya. Di saat keriuhan merambah di seluruh ruangan keluarga William. Dan sikap sinis Clara—meskipun menyediakan kopi serta roti untuknya sarapan. Austin tak masalah.“Jazzy,” panggil Austin begitu melihat Jazzy menuruni tangga. “Maaf,” katanya setelah Jazzy mendekat.“Aku tidak apa-apa. Kau mau ke kantor dengan William?” Jazzy sudah melupakan hari kemarin. “Belikan aku sekotak es krim dan cokelat.” Permintaan Jazzy random tapi Austin lega dan melebarkan senyumnya. “Aku kesulitan menghafal sesuatu jika tak ada cokelat di meha belajarku.”“Oh ya? Kau suka di sini atau mau pindah lagi—““Berani membawa Jazzy melangkah dari pintu itu—“ potong Clara cepat dan kencang. “Kau habis di tanganku.” Pisau daging yang sedang Clara pegang benar-benar membuat Austin yang melihatnya merinding.“Aku menawarinya. Kaela—““Alasanmu adalah Kaela dan Kaela selalu Kaela. Tapi kau membuat Jazzy harus hengkang dari sana. Kau benar-benar bosan hidup, ya?” William menyahuti. “Kau harus me
Clara masih mengomel. Sepanjang hari ini dan membuat William menebalkan telinganya. Alih-alih menjadi pendengar yang baik. Sampai-sampai William berpikir; kenapa setelah menikah, sikap Clara tak romantis seperti sebelum menikah?Tapi hanya sebentar. William menggelengkan kepalanya dan teringat jika semakin lama hubungan yang kita jalani, maka akan semakin terlihat seperti apa sosok pasangan kita. Walaupun benar, sejauh ini yang William rasakan adalah semakin bertambah sempurnanya pula Clara di matanya.Itu sudah pasti terjadi, tidak tahu dengan pasangan lainnya. Yang jelas, William merasakan hal tersebut. William mendapati hal-hal special dan luar biasa yang terlihat dari diri Clara sungguh terjadi sekarang ini.“Apa!? Kau tak mendengarku? Kau tak peduli padaku? Kau mengabaikanku?”William menghela napasnya di berondong tuduhan sebanyak itu oleh Clara. Hingga detik ini, makhluk berjenis kelamin wanita memang terlalu sulit untuk di taklukan bahkan terlalu menyusahkan jika di cari kesal
Ini weekend.Keluarga William berkumpul kecuali Austin dan jajarannya. Lucas dan Stella juga tak mungkin akan berkumpul di rumahnya saat ada bayi yang harus mereka urus.William sibuk dengan memanjakan Alexa. Meski sebentar lagi akan pergi ke kantornya. Seakan-akan abai, William terus membacakan dongeng untuk Alexa. Ini aneh. Padahal semalam keduanya tidur bersama—tidak semalaman full, sih. Karena William lekas hengkang begitu Alexa terlelap nyenyak.“Itu nyata?” tanya Alexa.“Benar.” William menilai bahwa Alexa berbeda dengan anak-anak seumurannya. Jika anak-anak yang lain senang berkubang dengan imajinasinya maka Alexa terlalu ragu untuk mempercayai apa yang ada di buku dongeng dan televisi.“Dan sang putri harus kembali tepat di jam 00.00 malam …” William hentikan bacaannya. Merasa terpikirkan oleh sesuatu. Kenapa putrinya berbeda?Seingatnya dulu, William punya yang namanya imajinasi dan suka dengan berbagai cerita mengenai dongeng seperti ini. Kenapa Alexa tidak, ya?“Kenapa di t
“Kau punya lagu untuk di dengarkan?” William memutar musik di mobilnya. Alexa mengangguk dan mulai menyanyi mengikuti tiap bait liriknya.“Aku suka lagu ini,” kata Alexa. “Camilla memang cantik.”Oh, William merasa harus terkejut. Putrinya bahkan sudah tahu nama penyanyinya.“Kau bertanya pada mama?” Sekali lagi Alexa mengangguk. “Mama sering membiarkanmu mendengar lagu-lagu ini?”“Aku yang meminta pada mama. Mama begitu baik padaku, papa tahu!”Tentu William tahu. Karena itulah William benar-benar menjaga Clara. Karena Clara adalah kelemahan William.Alexa terus mengikuti lirik lagu yang dinyanyikan. William meliriknya sesekali.Wah, sudah sejauh ini dirinya ketinggalan perkembangan Alexa. Ini baru Alexa.Bagaimana dengan Alex dan Axel?Dan saat mobil berhenti di lampu merah, mendadak pikiran William melayang. Membayangkan seperti apa perkembangan-perkembangn terhadap ketiga anaknya. Lalu merasa bahwa dirinya sudah gagal memberikan pelatihan terhadap ketiganya.Selama ini, William te
Alexa tidak banyak rewelnya seperti yang di katakan Clara atau mungkin Clara yang terlalu khawatir dengan putrinya yang baru pertama kalinya William ajak keluar melihat dunia luar.Entahlah.William tak banyak mengerti dan sedang mengenal Alexa dengan pendekatan seperti ini.“Mau lagi pienya?” William pesankan camilan kesukaan Alexa—pie apel—yang sama persis seperti dirinya. Fix! Alexa adalah William dalam versi perempuan berparas cantik. “Seenak itu?”“Enak sekali. Aku tak bisa berhenti mengunyah karena ini terlalu lembut di mulutku. Milik Stella tiada tandingannya.”Ya. Walaupun membelikan camilan sekelas pie apel pun, William tidak asal dalam memesannya. Pasti dari orang terdekat atau yang memang sudah dirinya percayai untuk bisa menjadi asupan anak-anaknya.“Papa belum selesai?” Alexa minum susu yang di bawakan Clara. “Aku takkan mengganggu.”Anggukan kepala William sudah cukup menjadi penjelas untuk Alexa mengerti.“Kau masih ingin duduk di sini atau di ruangan papa?”“Tidak. Aku
“Kau bisa memakan cokelatmu sekarang sebelum akhirnya akan dilarang.” Adam berdiri dan meninggalkan Alexa dengan cokelat serta isi kepalanya yang sedang penuh. “Tuan Bruke mencarimu. Kupikir, masalahmu dengan Bradley belum usai.”“Tentang apa?”“Kau tahu apa maksudku. Harta memang sesuatu yang mengguncang. Bandingmu yang kau lakukan di pengadilan beberapa tahun lalu tak membuahkan hasil. Bukankah itu sudah sesuai dengan yang tertera?”Adam adalah sahabat dekat William tapi masih tak pernah mengerti dengan keluarga Anderson yang berantakan. Uang bagi mereka bukanlah yang menjadi masalah. Tapi saat sang pemimpin pergi untuk selamanya, ada hak lain yang ingin memiliki.“Saham Lucas dan saham milik Jazzy, tak bisa ada di tangan Bradley sampai kapan pun sekali pun mereka adalah ibu dan anak. Perwalian Lucas dan Jazzy, sepenuhnya jatuh ke tanganku dan Austin. Bradley tetap menjadi orang asing walaupun menikah secara sah oleh Anderson.” William menjelaskan.Soal harta, William akan menjadi s