TingSuara pintu lift menuju lantai atas gedung perkantoran ini berbunyi. Pintu terbuka. Semua karyawan berebut masuk, Dinara pun ikut bersiap masuk, namun ia terdorong lagi keluar. " Maaf mbak Rara, kami yang duluan antri jadi mbak nunggu lagi yaa" Boy spontan berbicara dengan sangat keras membuat semua orang menoleh kepada mereka berdua, tak terkecuali si Bagas yang masih setia berdiri di depan pintu lift khusus Direktur. Kenapa dia belum beranjak dari tadi, karena ia mengawasi tingkah polah para bawahannya secara langsung. mereka yang sedang diawasi langsung kicep dan diam. " Tapi.... " Dinara memelas" Maaf mbak.., sampai ketemu lagi nanti"" Yaaak tunggu ... " Tangan dinara hampir meraih pintu namun Naya menahannya. Gadis kecil itu menarik baju Dinara. " Ma, kenapa tidak lewat lift sebelah itu kan tidak antri". Naya mulai berbicara dengan polosnya. Ia menunjuk lift Direktur. " Naya, tidak boleh itu lift khusus untuk para pemilik gedung ini" Dinara jongkok mensejajarkan tinggi
Bagas povHari ini aku sengaja berangkat siang, menunggu si kembar berangkat sekolah. Sangat sedih rasanya mengetahui mereka besar tanpa seorang ibu. Dan aku masih mencarinya, namun sampai sekarang belum juga ketemu, aku yakin suatu saat nanti jika waktunya tiba dia akan kembali. Aku akan menanyakan alasan ia menghilang. Apakah aku telah berbuat kesalahan fatal. Malam sebelum ia menghilang aku tak mengingat kejadian apapun. aku sedang demam dan hanya ingin tidur, saat itu aku sangat merindukan kebersamaanku dengan almarhum Diana. Saat aku sakit Diana selalu merawatku. Hanya itu yang aku ingat. Doni, asistenku mengatakan sejak kemaren ada ahli gizi baru menggantikan yang lama. Sejak Dinara pergi, nafsu makan ku terganggu. aku memutuskan meninggalkan kantor lama untuk di pegang Bayu. Sekarang sudah 3 tahun lebih aku memegang perusahaan keluarga. Bunda sangat senang akhirnya aku mengurus perusahaan sendiri. Aku sengaja pindah agar berganti suasana, bisa melupakan rasa galauku ditinggal
Siang pukul 12.00 Dinara baru kembali ke kantor. Dia sudah menyelesaikan pendaftaran sekolah Naya di sekolah plus daycare yang memudahkan Dinara ketika harus kerja dan lembur. Jadilah tidak perlu khawatir tentang perkembangan pendidikan Naya. Bahkan ia bisa langsung ditinggal disana. Tadi ia senang sekali bisa bertemu guru yang baik dan mulai mendapat teman baru. " Mbak Rara, bagaimana tadi kok bisa mendapat ijin dengan mudah? " Pria jangkung itu bertanya. Kini mereka ada di kantin di jam istirahat. Dinar masih belum membuat resep khusus untuk bos besar. Ia butuh data mengenai makanan apa saja yang disukai atau tidak. Nanti ia akan menemui dan meminta beliau untuk mengisi beberapa pertanyaan tentang itu. "Alhamdulillah dapat ijin. tapi nanti diganti lembur" Mereka sedang menyiapkan menu makan siang di kantin. " Tapi masih heran sih, biasanya gak boleh loo mbak, brarti mbak ini spesial deh" Boy dengan enteng bicara seperti itu dengan menaik naikkan kedua alisnya. " Makanan kesukaa
" Ya? " Dinara menoleh. Focus matanya tertuju pada pergelangan tangan yang dipegang bosnya.Bagas masih diam. dia tetap kuat memegang pergelangan tangan Dinara. Semua mata di kantin tertuju pada mereka. Tegang, suasana menjadi sunyi. " Maaf Tuan, ada apa? " Dia sedikit menarik tangannya namun gagal. gengaman tangan semakin kuat. "tetap disini, temani aku makan" Ucapnya dingin. " Tapi saya harus kembali ke dapur" Dinara sengaja menolak Dia tidak nyaman dengan situasi yang sekarang terjadi. semua karyawan yang ada di kantin menghentikan aktifitasnya dan menanti kejadian selanjutnya.Bagas tau Dinara tidak nyaman. Reflek ia teriak. " Semua, lanjutkan aktifitas masing masing. jangan kepo" Semua orang langsung kaget dengan suara bass Bagas, mereka langsung melanjutkan aktifitas masing masing walaupun sesungguhnya sangat kepo sekali dengan bosnya ini. Selama ini beredar rumor bahwa Bagas selama ini adalah suami yang kesepian karena ditinggal sang istri. sudah banyak wanita yang berusah
" Mas.. mas Bagas? " Hanya itu yang pertama keluar dari mulut Dinara. keduanya masih saling menempel. Bagas semakin erat memeluk tubuh ramping Dinara dengan kedua tangan kokohnya. Ia menyalurkan semua perasaan yang selama ini ia simpan. Rasa kangen, penasaran, malu, benci dan cinta menumpuk menjadi satu. " Akhirnya kamu mengenaliku, mengapa kamu pergi Ra? apa alasanmu, jelaskan" Tatapan nya tajam tertuju pada mata indah Dinara. tangannya mulai membuka masker penutup wajah Dinara. Akhirnya wajah ayu itu terlihat jelas. memerah semburat di pipi mulusnya. " Sekarang kamu memakai hijab, aku sempat tidak mengenalimu. Kamu semakin cantik". Ia mengelus pipi yang memerah itu. " Mas, maaf" Hanya itu yang Dinara ucapkan. ia menunduk bingung mau menjelaskan bagaimana kepada pria di depannya ini. " Aku masih suami sahmu, kita masih sah suami istri. aku mencarimu kemanapun selama ini, kamu seperti hilang ditelan bumi. Kenapa kamu meninggalkan kami, apa salahku. kamu tidak kangen anak anak?"Ma
Dinara melamun di depan meja kerjanya. Tangan kanannya masih memegang pulpen untuk menulis daftar menu harian bos barunya alias mas Bagas yang baru saja ia ketahui hari ini. Dinara merasa sangat bodoh sekali kenapa tidak mencari tahu terlebih dahulu semua informasi tentang perusahaan yang sekarang ia masuki. Jika tahu kalau pemilik perusahaan ini adalah keluarga Wijaya milik suaminya tentu ia tidak akan memasukkan lamaran kerja kesini. dan ini seperti takdir Tuhan yang sedang ia jalani. Sudah waktunya ia menghadapi dan kembali ke suaminya. Tadi ia sudah membaca semua daftar pertanyaan berhubungan dengan makanan kesukaan dan alergi apa saja yang di derita bos nya ini. 4 tahun lalu selama menjadi istrinya ia belum pernah memasakkan makanan apapun. semua yang memasak mbok Sum, Ia belum sempat menjadi istri yang baik. keputusannya untuk pergi memang salah, namun ia juga tak menyesal karena ketika keluar dari rumah pikirannya menjadi lebih dewasa, ia berusaha bertahan hidup sendirian, m
" Ma, Naya kangen" Gadis kecil itu merengek di pelukan Dinara. Malam sekali ia dijemput dari sekolahnya. Dinara sangat bahagia bisa melihat Naya yang sangat rindu padanya. Naya lah yang membuatnya bertahan selama ini. Dinara kuat bertahan sendirian berjuang mencari ilmu dan pengalaman baru selama ia pergi dari rumah. Sebenarnya ditengah perjalanan ia ingin sekali menyerah namun ada Naya yang membuatnya kuat. ada hati yang bergantung padanya setelah ditinggal kedua orang yang paling berharga. Dinara juga menghilang dari keluarganya. Ia hanya mengirim pesan kalau ia baik baik saja dan menyuruh mama papanya tidak khawatir dan mencarinya. Bahkan ia mengganti nomor teleponnya agar ia merasa tenang. Dinara sekarang bingung. Barusan mas Bagas mengirim pesan kalau anak anak mbak Diana Raja dan Ratu membutuhkan dirinya. Apakah ia harus kembali, ia bingung dan takut anak anak akan membenci dirinya yang selama ini menjauh dari mereka dan tidak bisa mengikuti tumbuh kembang mereka. " Naya sayan
Dinara masih menangis di lantai. Ia memang seperti ini jika mengingat kejadian malam itu. Hatinya sakit, saat ini agak lebih besar sakitnya karena pencetusnya adalah penyebab ia menjadi begini. suaminya sendiri mas Bagas. Ia mencurahkan semuanya sampai ia capek dan merasa lega. Masih ada Naya yang pasti besok dengan sangat cerewet bertanya kepadanya seperti kereta api ekspress kalau tidak dijawab dengan benar." Hah... sudah Ra, ayoo kuat. Daripada besok kamu akan menjadi capek menjawab investigasi detektif kecil si Naya" Dinara tersenyum kecil. Hatinya sudah merasa lega setelah menangis. Ia mengusap kasar air mata yang masih tersisa. Sekarang hidungnya sedikit buntu. Pasti besok agak terganggu. semoga saja tidak menjadi pilek. Bagas sudah pulang beberapa menit yang lalu. Walaupun ia gak tega membiarkan suaminya itu pulang dalam keadaan malam yang sedang hujan lebat namun ia masih belum bisa menerima kalo harus kembali ke sisinya begitu saja. sebelum ia mengingat semuanya. Dinara ba