Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen
Bagi Bahtiar Gema, ini tentang menciptakan kenikmatan. Sedang bagi Alara Senja, ini tentang mengumpulkan kenangan. Dan bagi para juri yang memberi nilai, ini tentang simbiosis mutualisme. Di mana keduanya sama-sama membutuhkan dan saling menguntungkan. Gema dengan kebutuhan biologisnya dan Alara dengan rekaman terindah dalam memorinya. Sebatas itu saja—mestinya. Tapi hal semudah ini pun masih di ributkan terus-menerus. Bukan lewat tuturan kata sarkas atau kasar. Bukan juga saling meneriaki satu sama lain. Hanya lewat tatapan mata yang memancarkan sinyal masing-masing, sudah tercipta sinyal penolakan di salah satu pihak. Manusia—terkadang—bertindak di luar nalar. Memperumit keadaan yang jelas-jelas mudah saja untuk dilakukan. Gema pelaku utamanya. Bukan bermaksud menolak hanya saja ini gila. Sepanjang perjalanan hidupnya menjadi seorang pengacara yang bergonta-ganti asisten, hanya Alara yang berani berlaku kurang ajar. Ah, tidak juga. Oho! Bagaimana enaknya Gema katakan ini. Karena j
Alara pernah mendengarkan semua teman-temannya membahas tentang pernikahan. Pun dengan mereka yang sebagiannya telah menikah. Lantas, bagaimana dengan Alara? Jika pertanyaan itu ditujukan untuk Alara, maka jawabannya ‘ya dan ingin’. Alara perempuan. Tentunya mencintai dan dicintai menjadi satu kesatuan yang takkan terpisah. Alara ingin melakukannya. Sungguh, bahkan sebelum bertemu dengan Bahtiar Gema, Alara ingin menikah. Dengan seseorang yang bersamanya bisa Alara percayai tentang kata-kata jatuh cinta di setiap harinya. Sayangnya, setiap jalan saja memiliki titik di mana bisa menjatuhkan para pengendara mobil, motor, bahkan yang bermuatan besar. Maka sama halnya dengan Lara yang mempunya titik terlemah dalam hidupnya. Di samping harus mengalah dan mengakui kekalahannya di medan perang, Lara tutup semua pintu untuk mengakses hatinya. Ketika menyukai seseorang, hanya ada di sebatas mengagumi yang diam-diam Alara pendam. Ketika ada yang datang untuk mendekati, akan Alara coba sekuat t
Memiliki seseorang yang mengirimimu pesan setiap hari, memberi motivasi setiap saatnya, setia dalam mendengarkan seluruh keluh kesah yang kamu punya, benar-benar peduli dalam segala hal, mengingatkan kamu untuk makan tepat waktu, dan mengonsumsi obat saat kamu sakit adalah berkah terbaik. Setiap orang membutuhkan orang semacam itu dalam hidupnya. Yang tidak semuanya bisa mendapatkan secara adil. Dan jika kamu memiliki satu di antara jajaran manusia itu, artinya kamu beruntung. Di kala orang di luar sana mengejar apa yang menjadi haknya, kamu mendapatkannya dengan mudah. Meski demikian, ada satu waktu yang akan kita temui atas penantian panjang. Bukan saat menemukanmu melainkan saat di mana aku tahu; selama ini doa-doa terbaikku untuk menjemputmu akhirnya telah bersatu bersama doa-doa baik yang Tuhan ijabah. Dan yang tersisa dari kita hanyalah bahagia serta amin dari orang-orang yang turut mendoakan cinta kita.Sayang sekali itu hanya karya tulisan tangan di selembar kertas putih. Yan
Tidak hanya merayakan kebahagiaan atas ‘jadian’ bersama orang yang kita idam-idamkan. Patah hati pun wajib di rayakan bagi para perempuan barangkali—sebenarnya—hari sedang merasakan kehilangan. Teruntuk hari ini saja. Usai itu, kita harus bangkit menuju perubahan yang lebih baik dan nyata.Coba pahami sejenak. Mungkin kamu hanya kehilangan dia yang kamu sayangi. Tetapi dia kehilangan kamu seseorang yang mencintai dengan ketulusan. Dan cintamu terlalu baik untuk tidak dihargai. Jadi tidak apa-apa jika mengambil langkah ini dan mengklaim patah hati karena itu memang perlu. Seseorang sebelum menuju puncaknya, akan melakukan segala cara guna bisa mencapai tujuannya.Patah hati ini akan mengajarkan kamu bahwa jangan sampai kamu dan harga dirimu tidak dihargai hanya karena dia meninggalkanmu begitu saja. Terlebih sisa luka yang masih melekat. Memberikan bekas yang tak kunjung luntur meski waktu terus melaju. Tidak apa-apa—sekali lagi kuatkan hatimu. Semuanya akan baik-baik saja dan percaya
Ini sih namanya Alara mengumpankan dirinya sendiri untuk dijadikan tumbal. Sudah tahu Bahtiar Gema sangat tidak tahu diri. Tetap saja hatinya berpihak ke sana untuk menggapai lelaki duda itu. Padahal tidak mungkin. Tidak akan pernah. Jangan ngarep!Gaungan semacam itu juga tidak berguna. Tidak mempan bagi hatinya yang sudah bebal. Memang ya, sekali bodoh tetap bodoh. Dan ngomong sama orang bodoh, ya capek. Hanya di dengarkan tapi tidak di praktikkan.Begini penjelasan yang akan kita kupas di bab ini.Di luar sana, banyak wanita yang sanggup dan mampu menerima masa lalu prianya. Sedangkan pria menganggap mudah soal masa lalunya dan mengatakan seburuk apa pun mereka dulu, tidak akan ada pengurangan baginya. Sangat berbeda dengan wanita, kan? Mau protes kalau ini tidak adil juga rasanya percuma. Karena wanita … jika mahkotanya sudah jatuh, maka ia bukan ratu lagi. Wanita adalah insan yang sangat istimewa dan teramat indah dimata pria. Maka ketika ia ternoda, keindahannya sirna.Tidak he
Bahtiar Gema kembali ke keluarganya di hari sabtu dan minggu. Itu hari khusus untuk dirinya menikmati quality time. Yang tidak mau diganggu gugat apa lagi di riwehkan oleh tetek bengek pekerjaan. Maka seluruh aktivitas dan komunikasi yang bersangkutan dengan masalah para klien, akan langsung menghubungi asistennya—Alara Senja.Dan ngomong-ngomong perihal Alara, perempuan itu sangat eksotis di mata dan merasuk dalam pikiran Gema. Gila, sih. Gema bahkan tidak percaya sama sekali. Perempuan seperti Alara—“Om.” Panggilan dari arah sampingnya menyeret Gema dari lamunnya. “Di panggil nenek.”Kepala Gema terangguk dan lekas beranjak setelah mengelus puncak kepala sang ponakan. Langkah kakinya sedikit berat. Berurusan dengan mamanya bukan hal yang pelik—sebenarnya—jika bukan pertanyaan semacam: cucu mama mana?Aduh! Minta cucu seperti beli gula-gula di pasar malam sebelah lapangan komplek rumahnya sana. Tinggal bilang dan menagih. “Ma.” Gema mendekat. Duduk di samping sang mama. Gazebo bela
Mata Alara mengerjap. Ini sudah lewat dari beberapa hari usai ciuman itu terajut. Sayangnya, semua yang terjadi di hari itu masih sangat membekas di memori Alara. Terlebih ucapan Gema yang tak Alara pahami maksudnya. Sama sekali Alara bodoh. Mirip keledai dungu yang di cucuk induknya. “Baju Abang mana?”Tersentak kaget dari lamunannya. Segera Alara mendekat ke pintu kamar mandi di mana kepala Gema menyembul. Dapat di pastikan, di balik pintu putih itu, tubuh Gema polos total. Dan entah mengapa, otak Alara traveling ke berbagai tempat di neraka.“Aku sudah masakin pesanan abang.”“Oke. Bentar lagi turun. Sama sambalnya juga, kan?” Kepala Alara mengangguk dan bergegas lari. Matanya melihat sesuatu yang yahud. Yang sebenarnya sah-sah saja karena mereka punya perjanjian untuk ‘memegang satu sama lain’. Yang artinya, Alara milik Gema dan Gema milik Alara. Itu mutlak dan paten tak terbantahkan.Mendadak Alara ingin mengumpati dirinya sendiri. Bisa-bisanya punya perasaan lebih atas apa yan
Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen
Cuma manusia bodoh yang selalu ikut-ikutan dan gampang kepengaruh omongan manusia lainnya dengan modal 'katanya'. Yang katanya begini, begitu mendengarnya akan langsung membenci. Yang katanya begitu, langsung memusuhi. Hanya dengan katanya semua masalah akan muncul dan menjadi serangan secara bertubi-tubi.Daniah Maheswari juga seperti itu. Modal katanya yang Mosa Hutama sampaikan mempengaruhi cara pikir otaknya yang waras mendadak jadi gila. Katanya Prabu Setiawan itu baik, perhatian dan penuh kasih sayang. Katanya yang pada faktanya tidak demikian. Bagaimana nggak baik, perhatian dan penuh kasih sayang kalau Mosa Hutama adalah istri kesayangannya? Siapa sih yang nggak waras di sini? Terus sekarang Daniah kudu gimana ngadepin Prabu yang cuma diam kayak patung pancoran disertai tatapan matanya yang nyalang–persis hendak menerkam Daniah? Ah entah, Daniah nggak tahu lagi mesti gimana?"Kenapa belum pesen?" Prabu berucap seraya mengambil buku menunya. Kedua bola matanya menyisir setiap k
Alara memang belum sepenuhnya merasakan pahit manisnya hidup. Tapi kalau dibenci hanya lewat 'katanya' oleh para penggosip, jangan ditanya sesering apa Gema menerima perlakuan kayak gitu. Memang dirinya ini bukan manusia ribet yang pilih-pilih temen. Tapi setidaknya butuh yang satu frekuensi dan nggak suka basa-basi ngomongin yang nggak jelas. Masa muda Alara juga habis di tempat kerja. Jadi buat kumpul sama nongkrong sana-sini mana sempat. Masih bisa napas dengan lancar saja sudah hamdalah banget. Kok ini dituntut buat ikut acara-acara nggak jelas. Buang-buang waktu dan tenaga.Kehidupan yang Alara jalani nggak sesempurna kelihatannya kok. Tapi sekali lagi, bersyukur adalah caranya. Ada yang bilang kalau omongan adalah doa. Maka Alara iyakan saja setiap orang yang berkata 'enak ya jadi kamu', 'senang ya jadi kamu', dan lain sebagainya. Alara iyakan saja.Sadar sih, mengikuti standar kehidupan manusia nggak ada habisnya. Kita yang menjalani eh orang lain yang mengatur. Kayak lalu lin
Puasa-puasa kok bohong itu, 'kan dosa ya? Kata Jayanti, Mama Alara gitu. Dulu sewaktu Alara kecil setiap puasa selalu di wangsit buat jangan berbohong. Kalau nggak kuat puasa dan pengen makan mending ngomong. Nanti lanjut lagi puasanya sampai adzan magrib berkumandang. Pokoknya sekuatnya aja, nggak perlu memaksa diri timbang nanti nggak berpahala puasanya.Nah sekarang juga sama. Alara merasakan momen puasa yang mana dirinya tidak sedang berpuasa. Alasannya hamil walaupun seandainya mampu buat berpuasa boleh saja melakukannya. Sekarang ini yang sedang Alara alami kasusnya sama: puasa dan nggak boleh bohong. Cuma beda konsepnya aja. Kalau yang dikatakan oleh Jayanti perihal jangan bohong misal nggak kuat berpuasa sedang yang Alara alami adalah bohong lantaran nggak mau mengakui kebohongannya. Ini konsepnya gimana sih Ra?Begini, ingat yang sering Alara katakan kepada Bachtiar Gema, suaminya? Kalau mau poligami, silakan. Daripada membohongi lebih baik mengatakan jujur saja. Menginginka
"Lo nikah tapi lo ngasih izin ke suami lo buat nikah lagi." Adalah teman Mosa yang sedang memasukkan bolu pisang ke dalam mulutnya. Tawa di bibirnya belum luntur dan matanya menyipit seiring tawa yang di keluarkan."Gue heran sama cara pikir lo. Dari dulu kayak gitu nggak pernah berubah. Kenapa gitu Sa, why?"Teman satunya lagi yang baru menyesap kopi panasnya. Kedua teman Mosa yang sejak dulu menjalin hubungan dengannya selalu penuh keheranan. Jawaban yang selalu Mosa berikan nggak pernah membuat keduanya puas. "Gue pemegang tahta poligami tertinggi." Tawa ketiganya renyah. Mengundang seluruh pengunjung kafe yang ada di dekat ketiganya menoleh. Tatapan matanya penasaran dan penuh tanya."Seolah-olah Prabu nggak pernah ada artinya di mata lo. Wah, lo hebat! Bikin kakak lo kena mental dan sekarang suami lo di bikin nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Seyogyanya orang nikah karena butuh anak buat hadir di antara pernikahan mereka. Alih-alih penyaluran napsu ya, Sa. Tapi lo … bukan maen!
Alara ujug-ujug ngidam ke Yogyakarta. Jari-jarinya dari pagi yang cerah ini scroll internet tanpa henti. Sampai mengabaikan suaminya yang pengen dimanja. Lagian puasa-puasa ada-ada aja pengen dimanja. Sementang libur kerja jadi seenak jidat sendiri maunya. "Abang minggir dulu ih!"Alara dorong Gema yang sejak tadi ngerungkel di belakang tubuhnya. Rasanya gerah padahal AC udah dinyalakan. Asli, Alara butuh suasana gunung yang dingin dan sejuk kayak Dieng mungkin."Ini suami kamu loh Yang!"Bukan Bachtiar Gema namanya kalau nggak protes. Laki satu itu cerewetnya kayak perempuan misal lagi butuh dimanja. Alara geram jadinya."Yang bilang suami tetangga siapa?" Itu bukan hardikan, 'kan ya? Alara cuma ngomong senyatanya aja kalau emang Gema suaminya. Ah bodo amatlah! Alara butuh piknik tapi perutnya makin membuncit."Kamu asli deh Yang makin galak aja tiap harinya. Salah aku di mana sih?"Aduh Biyung! Kok bisa banget suaminya baper kayak gini? Lebih-lebih dari Alara pula tingkahnya. Ini
Alara udah nggak marah sama Gema. Cuma kalau kesal iya. Terutama pada omongan Gema yang mau ngatur kehidupan anak-anaknya nanti. Itu masih terngiang-ngiang hingga detik ini di kepala Alara. Rungunya jadi sensitif mengingat kalimat ini dan hatinya jadi kacau. Alara tuh paling nggak bisa kalau anaknya diatur-atur nyampe dikekang pula. Selama masih tahap wajar, Alara pribadi pengen anak-anaknya bebas kayak burung. Bisa terbang dan menjelajah alam raya. Gema kalau ngomong langsung nandes, membekas dan bikin dada Alara sesak. Kalau beneran iya kayak gitu, artinya Gema sedang menciptakan neraka baru buat anak-anaknya. Lebih dari apa pun, Gema nggak mau belajar soal sakit mental yang Alara alami selama ini. Cuma butuh ambisi buat tercapai. Huh, mulut Alara inginnya mengumpat sekotor-kotornya, sumpah! Kalau nggak sadar dosa, ini spatula nyampe ke kepala Bachtiar Gema, Alara jabanin deh.Saking sakit hatinya, Alara sampai nggak percaya sama apa pun yang dirinya lihat. Terutama jika bersumber
Radit Wicaksono mencintai Nora Bachtiar setengah mati, setengahnya lagi tentang napsu dan kebutuhan biologisnya. Radit nggak munafik hanya mencoba jujur jika sebagai lelaki memenuhi kebutuhannya memanglah wajib.Sebelum dipertemukan kembali dengan Nora di salah satu kelab malam, secara acak Radit akan membawa wanita sewaannya ke dalam apartemennya. Puas tidak puas, dipikiran Radit hanya tentang menyalurkan napsunya. Selebihnya hanya helaan napas yang Radit embuskan.Namun setelah malam itu, merasai kembali Nora dalam kondisi mabuk dan setelah bertahun-tahun berlalu. Radit makin menggila. Seolah hari esok akan kiamat, Radit hanya menginginkan tubuh Nora untuk dirinya lahap. Radit hanya butuh Nora untuk dirinya kendalikan seorang diri. Katakanlah Radit gagal move on. Pesona Nora tiada tandingan sehingga nggak gampang baginya yang bucin buat pindah ke lain hati. Berapa kali pun Radit dijodohkan oleh kedua orang tuanya, hasilnya akan selalu berakhir di ranjang untuk kemudian terjadi peno
Hidup itu pilihan.Yang Alara Senja tahu sejak dulu seperti itu. Tapi Bachtiar Gema memang nggak ada akhlak. Tengah malam begini saat Alara sudah dibuai oleh mimpi, dengan sopannya terus menggedor pintu kamar tamu di mana Alara tidur. Marah sih memang tapi setelah kalah dengan rasa kantuknya, Alara singkirkan egonya. Tidak lagi memikirkan perkara obrolan yang Gema dan Papanya bangun. Mungkin saja cara pendekatan Papanya ke Gema sebagai menantu memang begitu caranya."Yang."Alara berdecak sebal dalam tidurnya. Gema berisik sekali dibalik pintu sana dan Alara terganggu total. Tidurnya tidak lagi nyenyak dan Gema penyebabnya."Abang laper."Ya Tuhan! Kutuk saja Pangeran Kodok yang legendaris itu jadi tanaman hias mahal. Alara benci jika tidurnya terganggu.Melongok jam yang ada di nakas, kekesalan Alara berkali-kali lipat. Pukul 00.49 dini hari dan Gema kelaparan? Bukan maen."Yang."Sekali lagi dan Alara benar-benar terbangun. Terduduk dengan terpaksa, wajah masam lalu menghempaskan s