Share

Bab 5

Penulis: Lavender
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-22 19:27:49

Ini sih namanya Alara mengumpankan dirinya sendiri untuk dijadikan tumbal. Sudah tahu Bahtiar Gema sangat tidak tahu diri. Tetap saja hatinya berpihak ke sana untuk menggapai lelaki duda itu. Padahal tidak mungkin. Tidak akan pernah. Jangan ngarep!

Gaungan semacam itu juga tidak berguna. Tidak mempan bagi hatinya yang sudah bebal. Memang ya, sekali bodoh tetap bodoh. Dan ngomong sama orang bodoh, ya capek. Hanya di dengarkan tapi tidak di praktikkan.

Begini penjelasan yang akan kita kupas di bab ini.

Di luar sana, banyak wanita yang sanggup dan mampu menerima masa lalu prianya. Sedangkan pria menganggap mudah soal masa lalunya dan mengatakan seburuk apa pun mereka dulu, tidak akan ada pengurangan baginya. Sangat berbeda dengan wanita, kan?

Mau protes kalau ini tidak adil juga rasanya percuma. Karena wanita … jika mahkotanya sudah jatuh, maka ia bukan ratu lagi. Wanita adalah insan yang sangat istimewa dan teramat indah dimata pria. Maka ketika ia ternoda, keindahannya sirna.

Tidak heran jika banyak wanita tak bisa mengatakan seperti apa masa lalu dirinya. Karena banyak pria yang tak bisa menerima kondisinya. Terlepas dari apa pun masalah yang pernah menyapa relung hatinya hingga hal semacam ini terjadi.

Bicara-bicara soal masa lalu dan luka, semua orang memiliki itu. Tiap-tiap orang punya bagian masing-masing lembaran kelam. Yang mereka robek, mereka cabik-cabik, dihilangkan atau bahkan dibuang. Tapi hidup terus berjalan, tak peduli seburuk apa pun orang dulu, terpenting adalah mereka sekarang.

Ada juga nasihat yang beredar di masyarakat. Harusnya ini bisa bekerja secara imbang untuk para wanita dan pria. Banyak petuah mengatakan untuk wanita menjaga harga diri dan keperawanannya. Yang sebenarnya lebih berlaku untuk para pria alih-alih merusaknya.

Persentasinya begini:

- 55% pria akan memanfaatkan atau menyalahgunakannya

- 30% pria langsung pergi meninggalkan

- Hanya 15% pria yang menerima, melengkapi dan menyempurnakannya.

Itu tiga kemungkinan yang akan terjadi jika kamu berbagi rahasia.

Jadi, tidak ada jaminan yang bisa kamu jadikan patokan percaya kepada siapa kamu bergaul sampai harus membeberkan kebenaran tentang dirimu. Pahami gerak-geriknya, maksud dan tujuan orang yang bertanya. Kenali mereka tentang hidup sebelum kamu mengatakannya.

Ada kalanya Alara ingin di diamkan tanpa di tanyai apa-apa. Tidak mau di ganggu oleh siapa pun. Bukan tidak ingi berbagi cerita. Tapi guru paling penting dalam kehidupan ini adalah pelajaran. Dan dari sana Alara tahu, tidak semua orang benar-benar bersedia memahami atau yang lebih menyakitkan, tidak semua orang benar-benar mau peduli.

Diamnya Alara bukan artinya tidak punya masalah. Tapi cara tiap-tiap orang dalam mengekspresikan diri ketika menghadapi problemnya berbeda-beda. Dan diam menjadi pilihan Alara yang di jadikan pilihan untuk menghindari kekacauan yang berubah kerumitan. Riuh di kepalanya penuh sesak dan berjejalan. Menyambar pertahanan Alara dalam mengontrol kewarasannya. Jadi diam, bagi Alara sangatlah patut dirinya masukan daftar.

Dan sampai di mana dirinya sadar bahwa Alara membutuhkan seseorang yang sepenuhnya bisa di percaya dalam segala hal, yang tidak bertanya ‘ada apa dan kenapa’ namun mampu menenangkan jiwanya. Semandiri apa pun dirinya, sekuat apa pun dirinya menopang beban tubuhnya, tidak bisa Alara hindari jika Alara membutuhkan hadirnya seorang lelaki. Yang bisa memeluknya, menjaganya, yang bisa membuat dirinya merasa aman meski hanya dengan kata, ‘selama ada aku, kamu akan selalu terjaga dan baik-baik saja’. Itu tenang sekali.

Lain halnya dengan Alara, lain cerita dengan Bahtiar Gema.

Lelaki 33 tahun itu juga punya cerita kelamnya sendiri. Meski tak banyak yang tahu bagaimana kondisi hatinya pasca perceraian yang cukup mengguncang jiwanya. Nyatanya Gema mencoba bangkit. Banyak yang dirinya lakukan untuk sembuh dan terus waras.

Gema enggan berkecopak dengan kesakitannya—kecewa lebih tepatnya. Karena mantan istrinya tak sesuai ekspektasi selama mereka menjalin hubungan dalam ikatan pacaran. Perempuan itu kasar dan arogan. Dan Gema mengetahui setelah perjalanan cintanya berubah dalam naungan rumah tangga.

Nyatanya benar apa yang dikatakan orang-orang. Pacaran hanya menunjukkan sisi luar yang tertutup topeng dengan rapat. Sedang pernikahan menampakkan apa yang belum pernah terlihat di masa pacaran. Semuanya tertutup rapat dan apik.

Selesai. Maka begitu Gema putuskan untuk menutup segala luka-lukanya. Gema alihkan pada kegiatan yang membuat hatinya nyaman namun tidak memberinya tuntutan berlebihan. Termasuk mencari kesenangan sendiri yang meskipun tidak baik di mata agama, Gema benarkan untuk hatinya.

Selesai. Pun bukan artinya Gema lupakan keseluruhan semua kesakitannya. Ada masa di mana harus Gema ambil sebagai pelajaran untuk ke depannya. Hidup, tidak bisa tanpa pegangan. Hidup, tidak lepas dari jeratan untuk dijadikan sebuah patokan. Ke arah mana angin akan membawa, di situ ada pelabuhan yang siap dijadikan dermaga untuk singgah. Singgah yang sesungguhnya atau sekadar mampir dalam sekejap. Semuanya sudah Gema susun begitu Alara Senja hadir di hadapannya.

Pada hari di kala Alara Senja menyambangi ruangannya, menawarkan sebuah perjanjian konyol terlebih membawa telapak tangan Gema untuk menikmati payudaranya yang sekal. Pikiran Gema berantakan. Semua yang di usahakan untuk penyembuhan hatinya terasa sia-sia. Alara menjungkirbalikkan semua pendiriannya. Membelokkan pikirannya yang terpatok bahwa sebuah hubungan tidaklah penting.

Ini lucu. Boleh tidak, ya, Gema katai Alara sebagai bocah? Yang bermasalah sungguh hati Gema. Yang tidak sehat juga otaknya.

“Abang nggak makan?”

Suara Alara menyeret Gema. Dan perempuan muda itu dengan santai menyuap nasi gorengnya lebar-lebar. Matanya fokus menatap layar ponsel dengan bahasa asing.

“Drama muluk!”

“Sirik!”

Baru Gema ketahui sifat dan sikap Alara yang kasar serta sarkas. Tapi entah kenapa Gema suka. Alara blak-blakan dan tidak neko-neko. Alara apa adanya dan tidak peduli pada sekitar. Acuh pada tiap gunjingan yang menyapa telinganya dan berlagak jikalau ‘inilah hidupnya. Miliknya dan menikmati’.

Seperti cara demikian yang selama ini Gema cari. Dulu—jika Gema diizinkan membandingkan—mantan istrinya terlalu suka mendengarkan pendapat orang. Sehingga apa yang Gema katakan menjadi tidak berarti apa-apa. Itu juga yang menyulut sumbu perceraian terjadi karena Gema tidak dihargai posisinya sebagai suami.

Pernah Gema dengar, setinggi apa pun seorang istri dalam berpendidikan dan memiliki posisi jabatan lebih dari suaminya, tetap harus patuh pada titah suami.

Dan kini, itu Gema dapati ada dalam diri Alara Senja. Perempuan itu benar-benar menjadi dirinya sendiri di samping tergerus semua rasa percaya dirinya.

“Nggak bagus juga makan sama mainin hp tuh.”

“Cerewet!”

Tangan Gema terulur mengusap kepala Alara yang membuat perempuan cantik itu menegang di tempatnya. Dan memekik setelahnya.

“Enak nggak nasi gorengnya?”

“Edan! Sakit anjir.” Misuh Alara. Hendak membalas namun kalah gesit dari pergerakan Gema.

Lelaki itu sungguh sesuatu sekali. Membuat Alara dugun-dugun dalam sekejap dan detik berikutnya kesal maksimal. Memang nggak punya akhlak makanya damagenya nggak kaleng-kaleng.

“Mulut kamu aslinya enak buat di kecup-kecup. Makin kamu mengumpat, makin pengen Abang kecupi.”

Horor sekali Gema ini. Wajah Alara berubah panas dalam hitungan detik. Di jamin, kepiting rebus di pipinya sudah merah tidak terkira.

“Apaan, sih!” Sentaknya melepas cekalan tangan Gema.

Tangannya mengaduk-aduk sisa nasi goreng di atas piringnya. Dengan otak traveling ke mana-mana. Wah, sudah berapa kali, ya, mereka berciuman? Sekali? Dua kali? Ah, entahlah. Alara malu dengan estetik.

“Langsung praktik saja yuk. Kamu kalau ngebayangin kayak gitu mukanya bikin nggak nahan pengen Abang kekepin.” Gila! Ini namanya ngegas langsung. “Lagian Ra …” Gema telan nasinya bulat-bulat. “Abang lihat banyak yang naksir kamu. Kenapa nggak di terima? Terus yang bikin abang heran, kamu kenapa milih abang—bukan deh, ge-er banget kedengarannya—”

“Cakep!” Seloroh Alara menjawab diikuti jempolnya yang teracung ke wajah Gema.

“Kamu minta abang buat tinggal bareng kayak suami istri? Kamu ada masalah sama keluarga atau ada kendala lainnya di luar kampus dan kerjaan?”

Mati! Alara mau pingsan detik itu juga. Matanya mengerjap tidak percaya pada pertanyaan yang Bahtiar Gema ajukan.

“Gimana, ya, bang.” Diam saja bukan solusi. Baiknya Alara jawab sebisa dirinya. “Aku suka duda.”

Bab terkait

  • Menikah Dengan Duda    Bab 6

    Bahtiar Gema kembali ke keluarganya di hari sabtu dan minggu. Itu hari khusus untuk dirinya menikmati quality time. Yang tidak mau diganggu gugat apa lagi di riwehkan oleh tetek bengek pekerjaan. Maka seluruh aktivitas dan komunikasi yang bersangkutan dengan masalah para klien, akan langsung menghubungi asistennya—Alara Senja.Dan ngomong-ngomong perihal Alara, perempuan itu sangat eksotis di mata dan merasuk dalam pikiran Gema. Gila, sih. Gema bahkan tidak percaya sama sekali. Perempuan seperti Alara—“Om.” Panggilan dari arah sampingnya menyeret Gema dari lamunnya. “Di panggil nenek.”Kepala Gema terangguk dan lekas beranjak setelah mengelus puncak kepala sang ponakan. Langkah kakinya sedikit berat. Berurusan dengan mamanya bukan hal yang pelik—sebenarnya—jika bukan pertanyaan semacam: cucu mama mana?Aduh! Minta cucu seperti beli gula-gula di pasar malam sebelah lapangan komplek rumahnya sana. Tinggal bilang dan menagih. “Ma.” Gema mendekat. Duduk di samping sang mama. Gazebo bela

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Menikah Dengan Duda    Bab 7

    Mata Alara mengerjap. Ini sudah lewat dari beberapa hari usai ciuman itu terajut. Sayangnya, semua yang terjadi di hari itu masih sangat membekas di memori Alara. Terlebih ucapan Gema yang tak Alara pahami maksudnya. Sama sekali Alara bodoh. Mirip keledai dungu yang di cucuk induknya. “Baju Abang mana?”Tersentak kaget dari lamunannya. Segera Alara mendekat ke pintu kamar mandi di mana kepala Gema menyembul. Dapat di pastikan, di balik pintu putih itu, tubuh Gema polos total. Dan entah mengapa, otak Alara traveling ke berbagai tempat di neraka.“Aku sudah masakin pesanan abang.”“Oke. Bentar lagi turun. Sama sambalnya juga, kan?” Kepala Alara mengangguk dan bergegas lari. Matanya melihat sesuatu yang yahud. Yang sebenarnya sah-sah saja karena mereka punya perjanjian untuk ‘memegang satu sama lain’. Yang artinya, Alara milik Gema dan Gema milik Alara. Itu mutlak dan paten tak terbantahkan.Mendadak Alara ingin mengumpati dirinya sendiri. Bisa-bisanya punya perasaan lebih atas apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Menikah Dengan Duda    Bab 8

    Gema pelajari materi yang di kirimkan Alara lewat emailnya. Sesekali kedua matanya melirik ke arah sudut ruangan di mana eksistensi Alara sangat fokus membolak-balikkan kertas berkas yang bertumpuk. Segaris senyum Gema tunjukkan—samar. Belum pernah Gema rasakan bahagia sedamai hatinya saat ini. Jika harus meraba, ada titik perbedaan antara jatuh cintanya yang dulu atau yang sekarang dengan banyak wanita di luaran sana.Keluarganya begitu gigih mengharapkan Gema menikah lagi. Dengan alasan untuk jangan sendirian karena itu menyakitkan. Tapi sekeras kepala itu Gema menolak berdalih trauma yang terus mengitari. Hingga Gema manfaatkan banyak waktu untuk bersenang-senang sebagai alasan. Siapa yang ingin menyangka jika kehadiran Alara cukup menyita waktunya?Bahkan hatinya sudah tidak bisa Gema tanyakan kabarnya. Semuanya terasa benar dan memang ini yang harus Gema lalui. Tapi melihat Alara yang begitu gigih dengan perjanjian yang diajukan, Gema penasaran. Ada kisah apa di balik mata canti

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Menikah Dengan Duda    Bab 9

    Bahtiar Gema bukan ingin bersikap kepo. Tahu batasannya dan sadar ada sekat yang selalu Alara Senja ciptakan. Entah apa itu, tapi menemukan sebuah buku catatan yang tersembunyi, jiwa Gema menggelora. Meronta ingin tahu dan tangannya bergerak cepat membolak-balikkan halaman per halaman.Di awali dengan:‘Sejak kamu pergi, aku hampir lupa caranya untuk membuka hati kembali. Tanpamu, aku merasa sepi. Mungkin ini terlihat kekanak-kanakan. Tapi begitulah adanya. Kamu yang dulunya menjadi tujuanku untuk menggapai sesuatu. Sekarang, kamu sudah tak ada lagi. Sekarang, aku hanya berkawan dengan luka-luka dan kesunyian.’Baik. Gema menghela napas perlahan. Tahu bahwa isi dalam coretan tangan itu banyak dirinya temukan berlalu lalang di dunia maya. Tapi seakan-akan memang sangat pas di kehidupan yang saat ini Alara jalani. Sebenarnya, tujuan macam apa yang sedang diraihnya sehingga kehilangan mampu membuatnya terpuruk?Pergi yang dimaksud juga ke manakah itu?Kenapa hal sesederhana ini tidak bis

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Menikah Dengan Duda    Bab 10

    Alara Senja tidak punya jalan putar balik. Di saat Bahtiar Gema kian hari kian gencar menggempurnya dengan teror pernikahan. Untungnya nih untungnya. Belum Alara beri jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Tidak ada penolakan atau pun penerimaan. Untungnya lagi, Alara suka membaca quotes untuk bisa merasuk ke dalam pikirannya dan bisa mengambil tindakan tepat.Seperti ini kira-kira:Jangan buru-buru jatuh cinta. Dalam hati saja Alara berkata begitu.Apa Alara bilang. Jangan buru-buru makanya jangan memberi kendor untuk Gema terus mengejarnya. Sekarang saja, ada cek-cok yang terjadi di dalam sana. Alara sampai urung untuk masuk padahal ada berkas klien yang harus segera dirinya kirimkan untuk di entry ke Pengadilan.“Tapi hasilnya positif! Siapa yang harus aku mintai tanggungjawab?” Lengkingan seorang wanita yang tidak Alara ketahui berapa umurnya atau siapa namanya karena itu tidak penting baginya. Tapi bikin merinding disko.“Aku mainnya aman.” Yang ini suara Gema. Terdengar santai tanpa urat. T

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17
  • Menikah Dengan Duda    Bab 11

    Gurat lelah jelas tercetak di wajah Bahtiar Gema. Matanya yang sayu cukup menjelaskan seberapa banyak beban yang di tanggungnya. Alara diam. Tidak meluncurkan tanya dan hanya membiarkan gesekan wajah Gema di dadanya. Akhir-akhir ini sikap manjanya kentara di perlihatkan. Atau memang Alara baru tahu jika Bahtiar Gema punya tabiat begini?“Abang, kan bungsu.” Ucapan Gema menjawab pikiran Alara. “Manja sudah jadi makanan abang di rumah. Sehari-hari di perlakukan kayak bayi.”“Memang iya, kan.”“Sembarangan!”Helaan napas Alara terdengar. Terkekeh sebentar dan menjawab, “Abang memang bayi. Kalau bukan, nggak mungkin ndusel-ndusel di dada aku nyari sumber kehidupan.”“Empuk, sih.” Dan berlanjut saja aktivitas yang semestinya memang terjadi. Ini terbilang cukup lama dari keduanya tinggal bersama. Selama ini yang berlangsung hanyalah sentuhan kulit biasa semacam ciuman dan cumbuan. Baik Alara maupun Gema, sama-sama menikmati.“Yang datang ke kantor siang tadi …” Gema menjeda dan memasukkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17
  • Menikah Dengan Duda    Bab 12

    Alara selalu dianggap mampu oleh kedua orangtuanya. Sudah dewasa dan mampu mengatasi segala urusannya sendiri. Tidak kekurangan karena mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Tidak butuh sandaran karena mampu bangkit berdiri untuk tetap bertahan sejauh apa pun pijakannya.Yang tidak pernah di ketahui oleh orangtuanya hanyalah betapa rapuhnya Alara oleh timpaan kehidupan. Seberapa sulitnya bertahan meski sudah di jatuhkan berkali-kali. Susahnya untuk bangkit meski hati tak berbentuk lagi.Mereka lupa bahwa Alara Senja tetaplah seorang anak yang memiliki kelemahan dan butuh perlindungan. Alara Senja tetaplah manusia lemah yang butuh perlindungan di saat masalah datang menyapa. Dan Alara Senja lebih dari butuh di dengarkan bersama dengan pelukan. Mereka lupa akan peran yang sesungguhnya hanya dengan melihat ‘semampu’ itu Alara Senja dalam menerima kehidupan. Bukan ingin negatif tapi pemikiran ‘di bedakan’ sudah sangat kentara terlihat walau selalu di sangkalnya. Entah mengapa Alara b

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17
  • Menikah Dengan Duda    Bab 13

    Usai makan siang, di hari Jumat, Gema izin untuk tidak kembali ke kantor. Meninggalkan Lara dengan pekerjaan yang sudah longgar dan membuat perempuan itu leyeh-leyeh. Merdeka sekali rasanya sampai Alara gegulingan di sofa yang biasa Gema gunakan untuk menerima tamunya.Oke, skip soal Alara Senja yang menikmati waktunya. Fokus ke Gema yang sedang berdegup kencang detak jantungnya. Dalam hitungan menit, Gema tarik napas dan di embuskan dengan sangat pelan. Terus begitu sampai berulang-ulang. Sesekali matanya akan melihat spion tengah guna meyakinkan penampilannya jika wajahnya tidak norak-norak amat atau pun kucel. Ini siang hari, harap maklum.“Perasaan dulu mau ngelamar mantan istri nggak gini amat sensasinya?” Gumam Gema yang di jawab suara AC dalam mobilnya. “Gusti.” Sekali lagi berteriak pelan dan mesin mobilnya Gema matikan. Sudah sampai di tempat tujuan.Rumah tujuan yang menjadi sasarannya. Sudah pernah Bahtiar Gema sambangi rumah sederhana ini. Ini ketiga kalinya dan rasanya ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Duda    Bab 80

    Bachtiar Gema nggak punya cara simpel buat mengalihkan kegalauannya. Ditinggal Alara seorang diri, Gema cuma geluntang-geluntung di dalam rumah. Gabut dan nggak tahu mau ngapain. Mana sekarang kantornya libur pula. Mau ngantor sendiri kelihatan banget kalau Gema ini mata duwitan. Tapi di rumah cuma rebahan, bangun, duduk, rebahan lagi, bangun lagi, duduk lagi dan main PS. Main PS sendiri nggak ada lawan juga persis orang gila. Kalah diam, menang diam, lagi nyerang apa lagi. Gema kangen Alara.Kira-kira salahnya Gema tuh apa? Kok bisa Alara pergi seorang diri tanpa dirinya atau mencari dirinya dan merasa kangen? Kenapa Gema kelihatannya murahan banget setelah menikahi Alara, ya? Kenapa? Apa semua cowok kayak gitu? Jadi goblok dan sedikit dungu? Ah mbohlah. Gema mumet sendiri.Sekarang Gema bangun dari rebahannya di sofa. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang lebih dikit. Cuaca di luar juga panas enggak, mendung juga enggak tapi panas maksimal–semromong maksimal kayak di neraka. Gema hen

  • Menikah Dengan Duda    Bab 79

    Cuma manusia bodoh yang selalu ikut-ikutan dan gampang kepengaruh omongan manusia lainnya dengan modal 'katanya'. Yang katanya begini, begitu mendengarnya akan langsung membenci. Yang katanya begitu, langsung memusuhi. Hanya dengan katanya semua masalah akan muncul dan menjadi serangan secara bertubi-tubi.Daniah Maheswari juga seperti itu. Modal katanya yang Mosa Hutama sampaikan mempengaruhi cara pikir otaknya yang waras mendadak jadi gila. Katanya Prabu Setiawan itu baik, perhatian dan penuh kasih sayang. Katanya yang pada faktanya tidak demikian. Bagaimana nggak baik, perhatian dan penuh kasih sayang kalau Mosa Hutama adalah istri kesayangannya? Siapa sih yang nggak waras di sini? Terus sekarang Daniah kudu gimana ngadepin Prabu yang cuma diam kayak patung pancoran disertai tatapan matanya yang nyalang–persis hendak menerkam Daniah? Ah entah, Daniah nggak tahu lagi mesti gimana?"Kenapa belum pesen?" Prabu berucap seraya mengambil buku menunya. Kedua bola matanya menyisir setiap k

  • Menikah Dengan Duda    Bab 78

    Alara memang belum sepenuhnya merasakan pahit manisnya hidup. Tapi kalau dibenci hanya lewat 'katanya' oleh para penggosip, jangan ditanya sesering apa Gema menerima perlakuan kayak gitu. Memang dirinya ini bukan manusia ribet yang pilih-pilih temen. Tapi setidaknya butuh yang satu frekuensi dan nggak suka basa-basi ngomongin yang nggak jelas. Masa muda Alara juga habis di tempat kerja. Jadi buat kumpul sama nongkrong sana-sini mana sempat. Masih bisa napas dengan lancar saja sudah hamdalah banget. Kok ini dituntut buat ikut acara-acara nggak jelas. Buang-buang waktu dan tenaga.Kehidupan yang Alara jalani nggak sesempurna kelihatannya kok. Tapi sekali lagi, bersyukur adalah caranya. Ada yang bilang kalau omongan adalah doa. Maka Alara iyakan saja setiap orang yang berkata 'enak ya jadi kamu', 'senang ya jadi kamu', dan lain sebagainya. Alara iyakan saja.Sadar sih, mengikuti standar kehidupan manusia nggak ada habisnya. Kita yang menjalani eh orang lain yang mengatur. Kayak lalu lin

  • Menikah Dengan Duda    Bab 77

    Puasa-puasa kok bohong itu, 'kan dosa ya? Kata Jayanti, Mama Alara gitu. Dulu sewaktu Alara kecil setiap puasa selalu di wangsit buat jangan berbohong. Kalau nggak kuat puasa dan pengen makan mending ngomong. Nanti lanjut lagi puasanya sampai adzan magrib berkumandang. Pokoknya sekuatnya aja, nggak perlu memaksa diri timbang nanti nggak berpahala puasanya.Nah sekarang juga sama. Alara merasakan momen puasa yang mana dirinya tidak sedang berpuasa. Alasannya hamil walaupun seandainya mampu buat berpuasa boleh saja melakukannya. Sekarang ini yang sedang Alara alami kasusnya sama: puasa dan nggak boleh bohong. Cuma beda konsepnya aja. Kalau yang dikatakan oleh Jayanti perihal jangan bohong misal nggak kuat berpuasa sedang yang Alara alami adalah bohong lantaran nggak mau mengakui kebohongannya. Ini konsepnya gimana sih Ra?Begini, ingat yang sering Alara katakan kepada Bachtiar Gema, suaminya? Kalau mau poligami, silakan. Daripada membohongi lebih baik mengatakan jujur saja. Menginginka

  • Menikah Dengan Duda    Bab 76

    "Lo nikah tapi lo ngasih izin ke suami lo buat nikah lagi." Adalah teman Mosa yang sedang memasukkan bolu pisang ke dalam mulutnya. Tawa di bibirnya belum luntur dan matanya menyipit seiring tawa yang di keluarkan."Gue heran sama cara pikir lo. Dari dulu kayak gitu nggak pernah berubah. Kenapa gitu Sa, why?"Teman satunya lagi yang baru menyesap kopi panasnya. Kedua teman Mosa yang sejak dulu menjalin hubungan dengannya selalu penuh keheranan. Jawaban yang selalu Mosa berikan nggak pernah membuat keduanya puas. "Gue pemegang tahta poligami tertinggi." Tawa ketiganya renyah. Mengundang seluruh pengunjung kafe yang ada di dekat ketiganya menoleh. Tatapan matanya penasaran dan penuh tanya."Seolah-olah Prabu nggak pernah ada artinya di mata lo. Wah, lo hebat! Bikin kakak lo kena mental dan sekarang suami lo di bikin nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Seyogyanya orang nikah karena butuh anak buat hadir di antara pernikahan mereka. Alih-alih penyaluran napsu ya, Sa. Tapi lo … bukan maen!

  • Menikah Dengan Duda    Bab 75

    Alara ujug-ujug ngidam ke Yogyakarta. Jari-jarinya dari pagi yang cerah ini scroll internet tanpa henti. Sampai mengabaikan suaminya yang pengen dimanja. Lagian puasa-puasa ada-ada aja pengen dimanja. Sementang libur kerja jadi seenak jidat sendiri maunya. "Abang minggir dulu ih!"Alara dorong Gema yang sejak tadi ngerungkel di belakang tubuhnya. Rasanya gerah padahal AC udah dinyalakan. Asli, Alara butuh suasana gunung yang dingin dan sejuk kayak Dieng mungkin."Ini suami kamu loh Yang!"Bukan Bachtiar Gema namanya kalau nggak protes. Laki satu itu cerewetnya kayak perempuan misal lagi butuh dimanja. Alara geram jadinya."Yang bilang suami tetangga siapa?" Itu bukan hardikan, 'kan ya? Alara cuma ngomong senyatanya aja kalau emang Gema suaminya. Ah bodo amatlah! Alara butuh piknik tapi perutnya makin membuncit."Kamu asli deh Yang makin galak aja tiap harinya. Salah aku di mana sih?"Aduh Biyung! Kok bisa banget suaminya baper kayak gini? Lebih-lebih dari Alara pula tingkahnya. Ini

  • Menikah Dengan Duda    Bab 74

    Alara udah nggak marah sama Gema. Cuma kalau kesal iya. Terutama pada omongan Gema yang mau ngatur kehidupan anak-anaknya nanti. Itu masih terngiang-ngiang hingga detik ini di kepala Alara. Rungunya jadi sensitif mengingat kalimat ini dan hatinya jadi kacau. Alara tuh paling nggak bisa kalau anaknya diatur-atur nyampe dikekang pula. Selama masih tahap wajar, Alara pribadi pengen anak-anaknya bebas kayak burung. Bisa terbang dan menjelajah alam raya. Gema kalau ngomong langsung nandes, membekas dan bikin dada Alara sesak. Kalau beneran iya kayak gitu, artinya Gema sedang menciptakan neraka baru buat anak-anaknya. Lebih dari apa pun, Gema nggak mau belajar soal sakit mental yang Alara alami selama ini. Cuma butuh ambisi buat tercapai. Huh, mulut Alara inginnya mengumpat sekotor-kotornya, sumpah! Kalau nggak sadar dosa, ini spatula nyampe ke kepala Bachtiar Gema, Alara jabanin deh.Saking sakit hatinya, Alara sampai nggak percaya sama apa pun yang dirinya lihat. Terutama jika bersumber

  • Menikah Dengan Duda    Bab 73

    Radit Wicaksono mencintai Nora Bachtiar setengah mati, setengahnya lagi tentang napsu dan kebutuhan biologisnya. Radit nggak munafik hanya mencoba jujur jika sebagai lelaki memenuhi kebutuhannya memanglah wajib.Sebelum dipertemukan kembali dengan Nora di salah satu kelab malam, secara acak Radit akan membawa wanita sewaannya ke dalam apartemennya. Puas tidak puas, dipikiran Radit hanya tentang menyalurkan napsunya. Selebihnya hanya helaan napas yang Radit embuskan.Namun setelah malam itu, merasai kembali Nora dalam kondisi mabuk dan setelah bertahun-tahun berlalu. Radit makin menggila. Seolah hari esok akan kiamat, Radit hanya menginginkan tubuh Nora untuk dirinya lahap. Radit hanya butuh Nora untuk dirinya kendalikan seorang diri. Katakanlah Radit gagal move on. Pesona Nora tiada tandingan sehingga nggak gampang baginya yang bucin buat pindah ke lain hati. Berapa kali pun Radit dijodohkan oleh kedua orang tuanya, hasilnya akan selalu berakhir di ranjang untuk kemudian terjadi peno

  • Menikah Dengan Duda    Bab 72

    Hidup itu pilihan.Yang Alara Senja tahu sejak dulu seperti itu. Tapi Bachtiar Gema memang nggak ada akhlak. Tengah malam begini saat Alara sudah dibuai oleh mimpi, dengan sopannya terus menggedor pintu kamar tamu di mana Alara tidur. Marah sih memang tapi setelah kalah dengan rasa kantuknya, Alara singkirkan egonya. Tidak lagi memikirkan perkara obrolan yang Gema dan Papanya bangun. Mungkin saja cara pendekatan Papanya ke Gema sebagai menantu memang begitu caranya."Yang."Alara berdecak sebal dalam tidurnya. Gema berisik sekali dibalik pintu sana dan Alara terganggu total. Tidurnya tidak lagi nyenyak dan Gema penyebabnya."Abang laper."Ya Tuhan! Kutuk saja Pangeran Kodok yang legendaris itu jadi tanaman hias mahal. Alara benci jika tidurnya terganggu.Melongok jam yang ada di nakas, kekesalan Alara berkali-kali lipat. Pukul 00.49 dini hari dan Gema kelaparan? Bukan maen."Yang."Sekali lagi dan Alara benar-benar terbangun. Terduduk dengan terpaksa, wajah masam lalu menghempaskan s

DMCA.com Protection Status