Tentu saja mereka berdua menyangkal hal itu. Kakak dan Naura serentak mengatakan bahwa dugaan Papa itu tidak benar. Mereka berdua bertengkar lagi. Tangan Jonah yang ada di pangkuanku mengusap-usap punggung tanganku. Aku menoleh ke arahnya dan melihat dia tersenyum penuh arti. Bukan hanya aku, dia pun menganggap pemandangan di hadapan kami itu sangat lucu.
“Aku menyukaimu, Naura. Dan aku yakin, putraku juga menyukaimu. Maukah kamu memberinya satu kesempatan? Dia tidak akan pernah mengatakan ini kepadamu, jadi dia membutuhkan bantuan,” kata Papa membujuk atasanku. Papa memang orang tua yang sangat bijak.
“Aku tidak pernah bilang,” kata Kakak, Papa segera menatapnya dengan tajam. Kak Nevan terpaksa menutup mulutnya.
“Maaf, Om. Aku tidak bisa.”
“Mengapa tidak? Dia tampan, seorang dokter yang sedang mengambil spesialis, dia belum pernah punya kekasih tetapi dia memperlakukan wanita dengan baik. Kamu bisa tanyakan itu k
“Kamu tidak bisa menghindariku selamanya, Jonah,” ucap Jovita yang berdiri penuh rasa percaya diri di depanku, menghalangi langkahku untuk masuk ke restoran. Siang ini aku punya janji makan siang dengan Ayah dan salah satu investor kami. Aku hanya berjalan melewatinya tanpa mengatakan apa pun. Dia memegang tanganku yang segera aku tepis sampai dia terdorong ke kiri dua langkah. Fabian segera menolong dengan memegang kedua lengannya agar dia tidak jatuh. Aku membuka pintu restoran itu. “Kamu harus datang besok ke gereja atau sesuatu yang buruk akan terjadi,” katanya mengancam. Aku sudah tidak takut pada apa pun lagi, jadi aku tidak ambil pusing dengan kalimatnya itu. Semua bukti yang aku butuhkan untuk membongkar kejahatan Om Gunawan sudah terkumpul. Aku hanya perlu memberi perintah, maka semua bukti itu bisa disebarkan di internet. Dalam waktu singkat, orang-orang perpajakan pasti akan memulai penyelidikan langsung dan polisi menangkap pria itu atas perbuatan
“Oh, tidak. Tidak. Jangan sekarang.” pekiknya panik. Ayahnya segera memegang tangannya kembali. “Vita, apakah kamu tidak apa-apa?” tanya Om Gunawan kebingungan. “Aku tidak apa-apa. Pernikahan harus diteruskan. Aku tidak apa-apa, Pa,” ucap Jovita yang mencoba untuk kembali berdiri dengan tegak, tetapi tidak bisa. Dia harus ditopang oleh ayahnya. “Tidak bisa. Kamu akan segera melahirkan.” Kalimat Om Gunawan itu mengundang istrinya juga beberapa tamu untuk maju ke altar. “Kita harus ke rumah sakit sekarang. Usia kandungannya baru tujuh bulan, air ketuban sudah pecah. Ini pertanda buruk.” ucap Tante Hesti panik. “Ayo, Pa. Kita tidak bisa menunggu sampai ambulans datang. Kita harus pergi sekarang.” “Tidak, Ma. Pernikahannya harus diteruskan,” ucap Jovita bersikeras. Beberapa orang menggotongnya keluar dari pintu yang baru saja dimasukinya tadi dengan penuh rasa percaya diri. Lydia melihat ke arahku dengan kesal, lalu mengikuti rombongan yan
Suara dan bunyi di sekitarku sangat mengganggu. Aku masih mengantuk, tetapi kumemaksa untuk membuka mata ingin meminta agar semuanya diam. Kepalaku terasa sakit sekali. Saat nyerinya berkurang, aku kembali membuka mata dan melihat ke sekelilingku. Aku hanya melihat warna putih. Langit-langit, tirai, semuanya berwarna putih. Apakah aku sedang berada di surga? Apa yang terjadi sehingga aku berada di ruangan ini? Merasakan sentuhan pada kedua tanganku, aku menoleh. Di sebelah kiri ada seorang pria, sedangkan di sebelah kanan seorang wanita. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku dengar. “Tidak apa-apa, Om. Dia hanya sedang membiasakan diri setelah beberapa jam tidak sadarkan diri.” Aku sayup-sayup mendengar suara Kakak. Kemudian dia berada dalam jangkauan penglihatanku. Dia berdiri di dekat kepalaku. “Hai, Este. Kamu sudah membuat kami semua khawatir.” “Kakak,” kataku pelan. Suaraku terdengar serak. Barulah aku menyadari bahwa aku sangat haus. “Aku haus.”
Aku dan Celeste berlari menyusuri koridor, tidak peduli dengan peringatan yang disampaikan oleh setiap suster yang berpapasan dengan kami. Tunanganku sudah menangis sejak berada di dalam mobil. Aku juga ikut gelisah, Biar bagaimana pun, gadis itu telah menolong kekasihku. Aku tidak bisa tidak merasa bersalah andai sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Keadaan di luar ruang ICU benar-benar kacau. Para pria bertubuh tinggi dan kekar itu tidak lagi menahan diri mereka seperti yang aku lihat semalam. Wajah mereka semua basah oleh air mata, tanpa terkecuali. Aku sampai memikirkan hal yang terburuk telah terjadi. Ternyata tidak. Raven masih hidup dan sedang berjuang antara hidup dan mati. Aku menghela napas lega. “Apa yang terjadi?” tanyaku kepada Theo. Satu-satunya orang yang masih mampu menahan emosinya. Wajahnya basah oleh air mata, tetapi dia tidak menangis meraung seperti anak buahnya. “Scarlett,” jawabnya singkat. Hanya satu kata itu saja, aku sudah mengerti.
Jonah tidak mengatakan apa pun saat dia terburu-buru mengajakku pergi dari butik. Ketika tiba di rumah sakit, aku menatapnya dengan bingung. Itu bukan rumah sakit yang sama di mana Raven sedang dirawat. Berarti ini adalah rumah sakit di mana Vita dan bayinya berada. Saat melihat sendiri bagaimana Vita bersikap seolah-olah Jonah adalah miliknya membuatku ingin muntah. Tetapi di sisi lain, aku kasihan kepadanya. Apakah tidak pernah ada kata cukup dalam hidupnya? Apakah menjadi istri Jason masih kurang sehingga dia menginginkan Jonah juga? Anak yang dilahirkannya adalah seorang laki-laki. Dia akan mendapatkan bagian juga dalam keluarga besar Ayah. Jadi, dia tidak perlu mengkhawatirkan masa depan anaknya dan Jason. Aku menahan diri untuk tidak marah kepadanya ketika dia mendorong tubuhku menjauh dari mobil Jonah. Aku duduk di jok belakang dan hanya diam melihat tangannya beberapa kali menyentuh bahu, tangan, atau paha tunanganku. Jonah yang tidak memedulikannya sudah cuk
“Tidaaaakkk!!” pekik Vita menyayat hati. Dia mendekati Yosef dan memukulinya. “Mengapa kamu melakukan itu?! Mengapa kamu mengambilnya dariku?! Jasooon …. Jaaaccee …. Dia tidak bersalah. Akulah yang bersalah. Bunuh saja aku. Aku sudah tidak kuat lagi. Jasoonn …!” Yosef hanya menangis di lantai. Dia bersimpuh dengan wajahnya beralaskan tangannya yang berada di atas karpet. Pandanganku mengabur karena air mata. Lebih mudah menerima kematian Jason karena sebuah kecelakaan dibandingkan dengan seseorang sengaja menginginkan kematiannya. Dia bukanlah pria yang sempurna tetapi dia dikagumi banyak orang. Bagaimana bisa orang sepertinya mati dengan cara yang mengenaskan? Dia dibunuh oleh saudara sepupunya sendiri. Bunda menangis meraung memanggil nama putranya. Bahkan Ayah tidak kuasa menahan diri dan mereka menangis bersama. Tetapi apa yang bisa kami lakukan lagi? Jason sudah pergi untuk selamanya. Dia bahkan tidak tahu bahwa dia menikahi wanita egois yang tidak mengandung an
Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k
Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,