“Ayah?” tanyaku saat melihat dia berdiri di halaman samping. Aku sudah beberapa kali mengelilingi pekarangan rumah tidak mendapatinya sedang berada di sana. Aku berjalan mendekatinya. “Masalah apa yang membuat Ayah susah?”
“Kamu memang selalu tahu bila ada yang tidak beres.” Ayah tertawa kecil.
“Ayah terlalu mudah dibaca,” kataku setengah mengejek.
“Gunawan menceritakan bahwa perusahaannya sedang dalam keadaan sulit,” jawabnya pelan. “Dia meminta bantuanku. Kita tidak punya hubungan kerja sama dengannya, jadi aku menolak.”
“Om Gunawan mengancam Papa jika kita tidak membantu mereka?” tebakku. Semakin lama topeng keluarga itu semakin terbuka. Dari cara mereka memaksa masuk ke rumah Celeste, aku tahu bahwa keluarga ini bukanlah keluarga baik-baik.
“Mereka akan menyebarkan isu bahwa kita menolak menolong keluarga sendiri tetapi mudah saja menolong orang lain. Bism
Fabian menyerahkan aku kepada sekretaris Ayah, lalu dia pamit untuk kembali ke ruangannya. Aku hanya mengangguk, tidak tahu harus menjawab apa. Walaupun aku sudah dua kali datang ke kantor Jonah dan bertemu dengannya, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tunanganku suka bersikap berlebihan bila aku terlalu akrab dengan laki-laki lain. Wanita itu mengetuk pintu ganda di depan kami dan terdengar suara Ayah mempersilakan masuk. “Nona Celeste Renjana, Pak,” ucap wanita itu setelah membuka pintu. “Silakan masuk, Nona.” “Terima kasih,” ucapku dengan sopan. Aku melihat tidak hanya Ayah yang berada di ruangan itu, tetapi juga Bunda dan Vita. “Ayo, duduk, Nak,” ucap Ayah mempersilakan. “Aku benar-benar beruntung mempunyai putra-putra yang tampan. Mereka memberiku dua putri yang sangat cantik.” “Bohong itu dosa, Yah,” kataku setelah duduk di kursi kosong di sebelah kirinya sehingga aku duduk berhadapan dengan Bunda. Aku tidak tahu mengapa bukan Vita yang du
Saat aku mengenali pemilik ciuman itu, aku membalasnya. Seolah-olah itu adalah sinyal yang dia tunggu, dia pun menjauhkan wajahnya dariku. Jonah menatapku sesaat dengan mata dinginnya. Kemudian dia melingkarkan tangannya di bahuku dan mengajakku untuk keluar. Aku tersenyum penuh kemenangan ke arah kedua wanita tadi sebelum kami menjauh.“Jonah, tasku ….” Aku belum selesai mengucapkan kalimatku, dia memberikan barang yang aku maksudkan. “Oh. Terima kasih.”“Kamu mau makan apa?” ucapnya mengajukan pertanyaan favoritku.“Aku ingin makanan pedas. Hotplateayam lada hitam!” seruku begitu menu tersebut bermain di kepalaku. Duh, aku mendadak lapar. Padahal tadi sudah makan dua porsi roti isi dan hotdog.“Ada restoran di sekitar sini yang menyediakan menu itu. Kita makan di sana lalu aku akan mengantarmu pulang.” Jonah hanya menganggukkan kepalanya saat petugas keamanan menyapanya. K
Belum pernah terjadi di dalam hidupku. Seseorang bisa membuat rohku nyaris meninggalkan tubuhku. Itu bukan satu kali, melainkan dua kali dalam waktu yang berdekatan. Pertama, melihat seorang laki-laki bertubuh besar mencekik lehernya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang, seseorang mendorongnya saat dia berdiri di dekat tangga.Aku memanggil namanya dengan suara bergetar, begitu ketakutan akan kehilangan dirinya. Secepat yang aku bisa, aku meraih apa pun darinya yang terdekat denganku. Aku berhasil menangkap tangannya dan menariknya dalam pelukanku. Lalu ruangan itu seolah-olah senyap. Hanya ada aku dan dia dengan detak jantung kami yang begitu cepat seakan-akan sedang berkejaran.“Syukurlah,” ucapku dengan menghembuskan napas penuh kelegaan. Hanya beberapa orang di dekat kami saja yang melihat kejadian tersebut. Selebihnya tetap asyik dengan antrian dan obrolan mereka. “Silakan ambil makanannya, Pak, Bu. Kami tidak apa-apa.”Aku tidak a
Aku berencana ke toilet ketika mendengar suara Jonah dan Papa sedang berbincang. Karena rasa penasaranku menang, aku mengurung niatku semula. Aku berjalan mendekati ruang kerja Papa. Jonah menyebut tentang penipu, uang ganti rugi, dan membangun restoran baru. Mengapa mereka membahas mengenai masa lalu lagi? Bukankah urusan gedung restoran baru itu sudah selesai. Gedung itu sudah dibeli orang lain lewat acara lelang. Kerugian yang dialami Papa juga sudah diatasi. Tetapi mendengar percakapan mereka lebih lama, aku akhirnya mengerti. Jonah yang telah memberi pelajaran kepada penipu itu. Lalu dia menawarkan peminjaman untuk modal Papa membangun cabang restoran baru. Mengapa dia melakukan itu? Dia bukan tipe orang yang mau repot-repot memikirkan kepentingan orang lain. Mengapa dia membantu mewujudkan impian Papa sejak lama? Ketika Jonah pamit, aku bergegas menuju kamar kecil khusus wanita. Aku tidak ingin berada dalam situasi canggung di mana aku telah mencuri den
“Ada apa kamu datang ke sini?” Aku menyilangkan kedua tangan di depan dadaku. Dia mengangkat tangan dan melambaikan benda yang aku cari-cari.“Kamu sengaja meninggalkan ponselmu supaya aku kembali untuk mengantarnya. Trik yang sudah usang.” Dia hanya bersandar di bingkai pintu dan tidak melangkah sedikit pun ke dalam kamar. Maka aku yang berjalan mendekatinya.“Aku tidak melakukannya dengan sengaja.” Aku mengulurkan tanganku untuk mengambil benda itu dari tangannya. Dia malah menjauhkan tangannya dari jangkauanku. “Tidak lucu, Jonah.” Aku meraih benda itu lagi, kali ini dia mengecup bibirku. Aku segera melangkah mundur. “Siapa sekarang yang menggunakan trik yang sudah usang?”“Aku menciummu. Itu bukan trik,” katanya membela diri. Dia mengulurkan benda itu kembali kepadaku. Aku hanya diam, tidak mencoba untuk mengambilnya lagi. Lalu dia mendekat, meraih tanganku, dan meletakkan ponsel itu di
Akhirnya kehamilan Jovita tercium oleh media. Wanita itu tidak lagi mengenakan pakaian super ketat kesukaannya sehingga orang-orang mulai curiga. Dia juga sengaja pergi ke sana kemari dengan pakaian longgar, terutama ke gedung kantor kami. Padahal Jason sudah merasa risi dengan tingkah istrinya yang sengaja membiarkan publik tahu ada yang berbeda pada dirinya.Isu terbagi menjadi dua kubu. Ada yang berpihak kepada Jason, selebihnya kepada Jovita. Aku tidak mengerti untuk apa lagi semua itu dibahas. Mereka sudah menikah. Jason bertanggung jawab atas perbuatannya. Habis perkara. Mengenai bagaimana proses mereka hingga akhirnya menikah setelah Jovita hamil bukanlah urusan mereka. Itu urusan keluarga kami.Pak Omar menyarankan agar kami diam dan tidak memberikan jawaban apa pun atas desakan wartawan yang ingin tahu kebenaran dari isu tersebut. Aku sangat setuju dengannya. Kami tidak punya kewajiban untuk memuaskan rasa penasaran masyarakat umum.Tetapi mal baru suda
Aku sangat kecewa dengan keputusan yang dibuat oleh Nola. Begitu kecewa sampai aku meminta Kak Nevan untuk menjemputku dari mal. Aku tidak peduli dia sedang merawat pasien gawat darurat, melakukan pemeriksaan berkala ke kamar rawat, atau mendampingi seorang dokter di ruang bedah.Ketika dia mengetahui alasan kemarahanku, dia hanya diam. Kakak tahu bahwa aku tidak akan bisa diajak bicara baik-baik mengenai apa pun setiap kali aku punya masalah dengan Nola. Dia adalah sahabat baikku. Sahabatku! Tega sekali dia menyakiti dirinya sendiri dengan memberikan laki-laki itu satu kesempatan lagi. Sekali selingkuh, Pras akan selingkuh lagi. Apa dia masih belum mengerti itu?Seharusnya aku tahu bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk dari pertemuan tidak sengaja kami tersebut. Apalagi adiknya juga turut serta. Aku dan Nola sedikit banyak punya kesamaan dalam hal belas kasihan. Tetapi aku belum pernah, dan tidak akan pernah, berbelas kasihan kepada orang yang sudah dua kali menyakiti
“Sebelum kamu mendengarkan ini dari orang lain, Jovita yang mendorongmu hingga nyaris jatuh di dekat tangga restoran,” ucap Jonah memecahkan keheningan. “Apa?” tanyaku tidak percaya. “Tetapi mengapa dia ingin mencelakaiku?” Jantungku perlahan berdebar dengan cepat. Aku bisa saja cacat jika aku benar-benar jatuh pada hari itu. “Aku tidak tahu. Dan aku yakin dia juga yang memprovokasi Lydia sehingga menjegal kaki pelayan pada acara makan malam di rumah keluarganya.” Jonah kembali menjatuhkan kejutan kedua. “Apakah ini karena Jason tidak memerhatikannya malah perhatian kepadaku?” tanyaku pelan. “Dia tidak peduli dengan itu. Akhir-akhir ini dia bahkan berusaha keras untuk bisa dekat denganku.” Aku menoleh ke arahnya ketika dia mengatakan itu. Apa yang dikatakan Bunda benar. “Apa yang dia lakukan?” tanyaku waswas. “Pura-pura jatuh agar aku memeluknya, sengaja berjalan dekat denganku dan mengusap lengannya ke lenganku, sengaja menunduk agar