Home / Romansa / Mengukir Impian Baru / Bab 60 - Dia Milikku

Share

Bab 60 - Dia Milikku

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2021-09-15 13:45:06

Perasaanku tidak enak ketika melihat Jason berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu di mana tadi Celeste keluar. Entah mengapa setiap kali tunanganku ke kamar mandi, kejadian di Bali terputar ulang di kepalaku. Seharusnya aku tidak perlu mengkhawatirkannya. Ada seorang wanita yang selalu mengawasinya untukku.

Jovita berdiri dan dia juga berjalan keluar aula dari pintu yang sama. Aku ingin menguji pengawal Celeste yang baru, tetapi aku tidak mau mengambil risiko. Jason dan Jovita bukanlah kombinasi yang baik. Aku tidak ingin mereka bertengkar, lalu tunanganku dijadikan kambing hitam.

“Aku permisi sebentar,” kataku kepada keluargaku.

“Ada yang mengkhawatirkan tunangannya,” goda Bunda. Aku hanya memutar bola mataku.

Dugaanku benar. Jovita melihat Jason sedang bicara dengan Celeste. Dia malah menyuruh istrinya untuk pergi. Melihat tunanganku tidak punya kesempatan untuk menjauh darinya, aku memilih untuk membantunya. Celeste bisa ada dalam b

Meina H.

Teman-teman, terima kasih atas dukungannya sampai saat ini, ya. Aku menyentuh bab 60! ^^ Bagaimana menurut kalian ceritanya sampai sejauh ini? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar, ya. Bantu kasih bintang, vote juga share jika kalian suka. Salam sayang, Meina H.

| 2
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mengukir Impian Baru   Bab 61 - Ini Mimpiku

    “Selamat pagi.” Aku memasuki ruang makan dengan langkah terseret.Nola curhat semalaman mengenai pertengkarannya dengan orang tuanya. Mereka ingin dia bekerja di sebuah perusahaan yang besar, sedangkan sahabatku ingin melamar lowongan sebagai akuntan di restoran milik Papa. Dia ingin bisa bekerja dekat dengan ayah dan ibunya.Akibatnya, pagi ini aku bangun dalam keadaan masih mengantuk. Badanku sakit semua tetapi perutku yang lapar tidak bisa lagi aku tahan. Aku terpaksa turun untuk mengisi perut. Beberapa pelayan libur pada hari Minggu, jadi aku tidak mau membebani salah satu dari mereka yang tetap bekerja untuk mengantar sarapan ke kamar.“Pagi, sayang,” jawab Papa.“Pagi, Este,” balas Kak Nevan.“Pagi,” Suara ketiga membuatku mengarahkan pandangan kepadanya. Seorang pria duduk di sebelah kursi yang biasanya aku duduki.“Jonah? Ada apa kamu datang sepagi ini?” tanyaku heran. Oh, a

    Last Updated : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 62 - Melepas Kerinduan

    “Mengapa kamu diam saja?” tanyanya. “Apakah kamu tidak suka dengan ide itu?”“Aku menunjukkan semua ini kepadamu bukan karena aku ingin kamu mewujudkannya untukku. Aku menunjukkannya untuk berbagi impianku.”“Kamu menyusun semua ini saat kamu masih sendiri. Kamu sudah memilikiku sekarang, mengapa kamu harus berusaha sendiri untuk mewujudkannya? Impianmu adalah impianku juga. Uangku adalah uangmu juga.”“Memangnya, apa impianmu?” tanyaku ingin tahu. Dia sudah memiliki segalanya. Apa lagi yang akan diharapkan oleh orang-orang seperti dia?“Aku ingin orang-orang bisa melihat potensiku tanpa membanding-bandingkan aku dengan Jason. Aku tidak akan bisa menjadi direktur utama, tetapi setidaknya aku bisa menjadi yang terbaik walaupun hanya mendapatkan posisi kedua,” katanya. “Ada banyak orang yang takut menjadi orang kedua. Aku tidak. Posisi tidak menentukan kualitas seseorang.”

    Last Updated : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 63 - Drama

    Celeste begitu senang saat menerima surel balasan dari salah satu perusahaan yang dilamarnya. Aku ikut bahagia mendengar kabar itu darinya. Dia bertanya apa yang harus dia lakukan setelahnya. Aku memintanya untuk membaca baik-baik isi dari surel balasan mereka. Dia diminta untuk datang pada tempat dan lokasi yang mereka tentukan untuk mengikuti psikotes. Awal yang baik.Aku menjemputnya dari rumah pada hari ujian. Papa dan Nevan tidak bisa melakukannya. Aku mulai berpikir bahwa sudah saatnya untuk membelikan mobil untuknya. Tetapi aku membuang jauh-jauh ide itu. Bila dia punya mobil sendiri dan seorang sopir, maka aku tidak punya alasan untuk bertemu dengannya di luar jadwal kencan kami.Walaupun mengantar dan menjemputnya lebih merepotkan, setidaknya kami bisa menikmati waktu bersama, juga bisa memeluk dan menciumnya setiap kali kesempatan itu datang.“Huff …. Aku gugup sekali.” Dia meletakkan tangan kanannya di dada kirinya.“Ka

    Last Updated : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 64 - Menunggu

    Setelah wanita tak dikenal menggodanya di kafe, berikutnya aku harus melihat Vita berlari dalam pelukan tunanganku? Ada apa dengan semua wanita yang ada di sekitar Jonah? Mengapa mereka mendadak tertarik kepadanya? Di saat aku membenci laki-laki itu dengan sepenuh hatiku, ada di mana mereka semua? Mengapa setelah cinta tumbuh semakin kuat dalam diriku untuknya, mereka malah mencoba untuk merebutnya dariku?Aku tahu bahwa aku tidak seharusnya marah kepada Jonah. Tetapi kepada siapa lagi aku bisa mengungkapkan kekesalanku kalau bukan dia? Aku harus bisa mengendalikan rasa cemburuku. Atau Jonah akan tahu bahwa aku mencintainya. Aku tidak bisa menikah sekarang. Aku ingin bekerja dan akan butuh banyak waktu untuk beradaptasi nanti. Aku tidak akan punya waktu untuk suami.Meskipun suasana hatiku buruk, kencan kami pada hari Minggu itu berjalan dengan baik. Kami makan siang bersama di restoran pilihanku. Lalu kami menonton film bersama. Menjelang sore, dia membawaku ke sebuah

    Last Updated : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 65 - Penerus

    “Bukankah itu Jonah?” tanya Nola. Dia sedang melihat ke arah yang sama denganku. “Mengapa dia pergi dan tidak menyapa kita?” “Mungkin dia akan makan malam bersama rekan kerjanya, jadi dia tidak bisa ke sini.” Aku berusaha menutupi rasa kecewaku dengan melanjutkan memakan es krimku. Setelah es krim habis, Nola mengajakku untuk makan malam bersama. Tetapi aku menolak. Aku tidak ingin makan bersama Pras dan adiknya juga. Nimas terlihat kecewa, namun aku tidak peduli. Aku tidak ingin sahabatku punya hubungan apa pun lagi dengan Pras, juga keluarganya. Kami keluar bersama dari kafe dan aku tidak suka melihat Pras dan adiknya juga ikut bersama kami menuju pintu keluar mal. Apa mereka tidak bisa berpura-pura mengambil jalan yang berbeda dari kami? Nimas setuju dengan keputusan Nola mengakhiri hubungannya dengan Pras, lalu mengapa dia kelihatan senang saja kami menghabiskan waktu bersama mereka lebih lama? Sesuatu membekap mulutku dan sebuah lengan yang kuat

    Last Updated : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 66 - Pembalasan

    “Ayah?” tanyaku saat melihat dia berdiri di halaman samping. Aku sudah beberapa kali mengelilingi pekarangan rumah tidak mendapatinya sedang berada di sana. Aku berjalan mendekatinya. “Masalah apa yang membuat Ayah susah?”“Kamu memang selalu tahu bila ada yang tidak beres.” Ayah tertawa kecil.“Ayah terlalu mudah dibaca,” kataku setengah mengejek.“Gunawan menceritakan bahwa perusahaannya sedang dalam keadaan sulit,” jawabnya pelan. “Dia meminta bantuanku. Kita tidak punya hubungan kerja sama dengannya, jadi aku menolak.”“Om Gunawan mengancam Papa jika kita tidak membantu mereka?” tebakku. Semakin lama topeng keluarga itu semakin terbuka. Dari cara mereka memaksa masuk ke rumah Celeste, aku tahu bahwa keluarga ini bukanlah keluarga baik-baik.“Mereka akan menyebarkan isu bahwa kita menolak menolong keluarga sendiri tetapi mudah saja menolong orang lain. Bism

    Last Updated : 2021-09-17
  • Mengukir Impian Baru   Bab 67 - Tuduhan

    Fabian menyerahkan aku kepada sekretaris Ayah, lalu dia pamit untuk kembali ke ruangannya. Aku hanya mengangguk, tidak tahu harus menjawab apa. Walaupun aku sudah dua kali datang ke kantor Jonah dan bertemu dengannya, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tunanganku suka bersikap berlebihan bila aku terlalu akrab dengan laki-laki lain. Wanita itu mengetuk pintu ganda di depan kami dan terdengar suara Ayah mempersilakan masuk. “Nona Celeste Renjana, Pak,” ucap wanita itu setelah membuka pintu. “Silakan masuk, Nona.” “Terima kasih,” ucapku dengan sopan. Aku melihat tidak hanya Ayah yang berada di ruangan itu, tetapi juga Bunda dan Vita. “Ayo, duduk, Nak,” ucap Ayah mempersilakan. “Aku benar-benar beruntung mempunyai putra-putra yang tampan. Mereka memberiku dua putri yang sangat cantik.” “Bohong itu dosa, Yah,” kataku setelah duduk di kursi kosong di sebelah kirinya sehingga aku duduk berhadapan dengan Bunda. Aku tidak tahu mengapa bukan Vita yang du

    Last Updated : 2021-09-18
  • Mengukir Impian Baru   Bab 68 - Kabar Bahagia

    Saat aku mengenali pemilik ciuman itu, aku membalasnya. Seolah-olah itu adalah sinyal yang dia tunggu, dia pun menjauhkan wajahnya dariku. Jonah menatapku sesaat dengan mata dinginnya. Kemudian dia melingkarkan tangannya di bahuku dan mengajakku untuk keluar. Aku tersenyum penuh kemenangan ke arah kedua wanita tadi sebelum kami menjauh.“Jonah, tasku ….” Aku belum selesai mengucapkan kalimatku, dia memberikan barang yang aku maksudkan. “Oh. Terima kasih.”“Kamu mau makan apa?” ucapnya mengajukan pertanyaan favoritku.“Aku ingin makanan pedas. Hotplateayam lada hitam!” seruku begitu menu tersebut bermain di kepalaku. Duh, aku mendadak lapar. Padahal tadi sudah makan dua porsi roti isi dan hotdog.“Ada restoran di sekitar sini yang menyediakan menu itu. Kita makan di sana lalu aku akan mengantarmu pulang.” Jonah hanya menganggukkan kepalanya saat petugas keamanan menyapanya. K

    Last Updated : 2021-09-18

Latest chapter

  • Mengukir Impian Baru   Bab 114 - Memulai Kisah Baru

    Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka

  • Mengukir Impian Baru   Bab 113 - Pilihan Bunda

    Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.

  • Mengukir Impian Baru   Bab 112 - Tidak Menyesal

    Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi

  • Mengukir Impian Baru   Bab 111 - Hari yang Dinanti

    “Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men

  • Mengukir Impian Baru   Bab 110 - Diciptakan untuk Bersama

    “Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me

  • Mengukir Impian Baru   Bab 109 - Bicarakan dengan Baik

    Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh

  • Mengukir Impian Baru   Bab 108 - Perjanjian Pranikah

    Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan

  • Mengukir Impian Baru   Bab 107 - Kenanganmu

    Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,

  • Mengukir Impian Baru   Bab 106 - Sehari Tanpamu

    Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k

DMCA.com Protection Status