Beranda / Romansa / Mengukir Impian Baru / Bab 64 - Menunggu

Share

Bab 64 - Menunggu

Penulis: Meina H.
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-16 17:16:30

Setelah wanita tak dikenal menggodanya di kafe, berikutnya aku harus melihat Vita berlari dalam pelukan tunanganku? Ada apa dengan semua wanita yang ada di sekitar Jonah? Mengapa mereka mendadak tertarik kepadanya? Di saat aku membenci laki-laki itu dengan sepenuh hatiku, ada di mana mereka semua? Mengapa setelah cinta tumbuh semakin kuat dalam diriku untuknya, mereka malah mencoba untuk merebutnya dariku?

Aku tahu bahwa aku tidak seharusnya marah kepada Jonah. Tetapi kepada siapa lagi aku bisa mengungkapkan kekesalanku kalau bukan dia? Aku harus bisa mengendalikan rasa cemburuku. Atau Jonah akan tahu bahwa aku mencintainya. Aku tidak bisa menikah sekarang. Aku ingin bekerja dan akan butuh banyak waktu untuk beradaptasi nanti. Aku tidak akan punya waktu untuk suami.

Meskipun suasana hatiku buruk, kencan kami pada hari Minggu itu berjalan dengan baik. Kami makan siang bersama di restoran pilihanku. Lalu kami menonton film bersama. Menjelang sore, dia membawaku ke sebuah

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengukir Impian Baru   Bab 65 - Penerus

    “Bukankah itu Jonah?” tanya Nola. Dia sedang melihat ke arah yang sama denganku. “Mengapa dia pergi dan tidak menyapa kita?” “Mungkin dia akan makan malam bersama rekan kerjanya, jadi dia tidak bisa ke sini.” Aku berusaha menutupi rasa kecewaku dengan melanjutkan memakan es krimku. Setelah es krim habis, Nola mengajakku untuk makan malam bersama. Tetapi aku menolak. Aku tidak ingin makan bersama Pras dan adiknya juga. Nimas terlihat kecewa, namun aku tidak peduli. Aku tidak ingin sahabatku punya hubungan apa pun lagi dengan Pras, juga keluarganya. Kami keluar bersama dari kafe dan aku tidak suka melihat Pras dan adiknya juga ikut bersama kami menuju pintu keluar mal. Apa mereka tidak bisa berpura-pura mengambil jalan yang berbeda dari kami? Nimas setuju dengan keputusan Nola mengakhiri hubungannya dengan Pras, lalu mengapa dia kelihatan senang saja kami menghabiskan waktu bersama mereka lebih lama? Sesuatu membekap mulutku dan sebuah lengan yang kuat

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Mengukir Impian Baru   Bab 66 - Pembalasan

    “Ayah?” tanyaku saat melihat dia berdiri di halaman samping. Aku sudah beberapa kali mengelilingi pekarangan rumah tidak mendapatinya sedang berada di sana. Aku berjalan mendekatinya. “Masalah apa yang membuat Ayah susah?”“Kamu memang selalu tahu bila ada yang tidak beres.” Ayah tertawa kecil.“Ayah terlalu mudah dibaca,” kataku setengah mengejek.“Gunawan menceritakan bahwa perusahaannya sedang dalam keadaan sulit,” jawabnya pelan. “Dia meminta bantuanku. Kita tidak punya hubungan kerja sama dengannya, jadi aku menolak.”“Om Gunawan mengancam Papa jika kita tidak membantu mereka?” tebakku. Semakin lama topeng keluarga itu semakin terbuka. Dari cara mereka memaksa masuk ke rumah Celeste, aku tahu bahwa keluarga ini bukanlah keluarga baik-baik.“Mereka akan menyebarkan isu bahwa kita menolak menolong keluarga sendiri tetapi mudah saja menolong orang lain. Bism

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-17
  • Mengukir Impian Baru   Bab 67 - Tuduhan

    Fabian menyerahkan aku kepada sekretaris Ayah, lalu dia pamit untuk kembali ke ruangannya. Aku hanya mengangguk, tidak tahu harus menjawab apa. Walaupun aku sudah dua kali datang ke kantor Jonah dan bertemu dengannya, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tunanganku suka bersikap berlebihan bila aku terlalu akrab dengan laki-laki lain. Wanita itu mengetuk pintu ganda di depan kami dan terdengar suara Ayah mempersilakan masuk. “Nona Celeste Renjana, Pak,” ucap wanita itu setelah membuka pintu. “Silakan masuk, Nona.” “Terima kasih,” ucapku dengan sopan. Aku melihat tidak hanya Ayah yang berada di ruangan itu, tetapi juga Bunda dan Vita. “Ayo, duduk, Nak,” ucap Ayah mempersilakan. “Aku benar-benar beruntung mempunyai putra-putra yang tampan. Mereka memberiku dua putri yang sangat cantik.” “Bohong itu dosa, Yah,” kataku setelah duduk di kursi kosong di sebelah kirinya sehingga aku duduk berhadapan dengan Bunda. Aku tidak tahu mengapa bukan Vita yang du

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Mengukir Impian Baru   Bab 68 - Kabar Bahagia

    Saat aku mengenali pemilik ciuman itu, aku membalasnya. Seolah-olah itu adalah sinyal yang dia tunggu, dia pun menjauhkan wajahnya dariku. Jonah menatapku sesaat dengan mata dinginnya. Kemudian dia melingkarkan tangannya di bahuku dan mengajakku untuk keluar. Aku tersenyum penuh kemenangan ke arah kedua wanita tadi sebelum kami menjauh.“Jonah, tasku ….” Aku belum selesai mengucapkan kalimatku, dia memberikan barang yang aku maksudkan. “Oh. Terima kasih.”“Kamu mau makan apa?” ucapnya mengajukan pertanyaan favoritku.“Aku ingin makanan pedas. Hotplateayam lada hitam!” seruku begitu menu tersebut bermain di kepalaku. Duh, aku mendadak lapar. Padahal tadi sudah makan dua porsi roti isi dan hotdog.“Ada restoran di sekitar sini yang menyediakan menu itu. Kita makan di sana lalu aku akan mengantarmu pulang.” Jonah hanya menganggukkan kepalanya saat petugas keamanan menyapanya. K

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Mengukir Impian Baru   Bab 69 - Restoran Baru

    Belum pernah terjadi di dalam hidupku. Seseorang bisa membuat rohku nyaris meninggalkan tubuhku. Itu bukan satu kali, melainkan dua kali dalam waktu yang berdekatan. Pertama, melihat seorang laki-laki bertubuh besar mencekik lehernya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang, seseorang mendorongnya saat dia berdiri di dekat tangga.Aku memanggil namanya dengan suara bergetar, begitu ketakutan akan kehilangan dirinya. Secepat yang aku bisa, aku meraih apa pun darinya yang terdekat denganku. Aku berhasil menangkap tangannya dan menariknya dalam pelukanku. Lalu ruangan itu seolah-olah senyap. Hanya ada aku dan dia dengan detak jantung kami yang begitu cepat seakan-akan sedang berkejaran.“Syukurlah,” ucapku dengan menghembuskan napas penuh kelegaan. Hanya beberapa orang di dekat kami saja yang melihat kejadian tersebut. Selebihnya tetap asyik dengan antrian dan obrolan mereka. “Silakan ambil makanannya, Pak, Bu. Kami tidak apa-apa.”Aku tidak a

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • Mengukir Impian Baru   Bab 70 - Selamat Malam

    Aku berencana ke toilet ketika mendengar suara Jonah dan Papa sedang berbincang. Karena rasa penasaranku menang, aku mengurung niatku semula. Aku berjalan mendekati ruang kerja Papa. Jonah menyebut tentang penipu, uang ganti rugi, dan membangun restoran baru. Mengapa mereka membahas mengenai masa lalu lagi? Bukankah urusan gedung restoran baru itu sudah selesai. Gedung itu sudah dibeli orang lain lewat acara lelang. Kerugian yang dialami Papa juga sudah diatasi. Tetapi mendengar percakapan mereka lebih lama, aku akhirnya mengerti. Jonah yang telah memberi pelajaran kepada penipu itu. Lalu dia menawarkan peminjaman untuk modal Papa membangun cabang restoran baru. Mengapa dia melakukan itu? Dia bukan tipe orang yang mau repot-repot memikirkan kepentingan orang lain. Mengapa dia membantu mewujudkan impian Papa sejak lama? Ketika Jonah pamit, aku bergegas menuju kamar kecil khusus wanita. Aku tidak ingin berada dalam situasi canggung di mana aku telah mencuri den

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Mengukir Impian Baru   Bab 71 - Pengumuman

    “Ada apa kamu datang ke sini?” Aku menyilangkan kedua tangan di depan dadaku. Dia mengangkat tangan dan melambaikan benda yang aku cari-cari.“Kamu sengaja meninggalkan ponselmu supaya aku kembali untuk mengantarnya. Trik yang sudah usang.” Dia hanya bersandar di bingkai pintu dan tidak melangkah sedikit pun ke dalam kamar. Maka aku yang berjalan mendekatinya.“Aku tidak melakukannya dengan sengaja.” Aku mengulurkan tanganku untuk mengambil benda itu dari tangannya. Dia malah menjauhkan tangannya dari jangkauanku. “Tidak lucu, Jonah.” Aku meraih benda itu lagi, kali ini dia mengecup bibirku. Aku segera melangkah mundur. “Siapa sekarang yang menggunakan trik yang sudah usang?”“Aku menciummu. Itu bukan trik,” katanya membela diri. Dia mengulurkan benda itu kembali kepadaku. Aku hanya diam, tidak mencoba untuk mengambilnya lagi. Lalu dia mendekat, meraih tanganku, dan meletakkan ponsel itu di

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Mengukir Impian Baru   Bab 72 - Gosip

    Akhirnya kehamilan Jovita tercium oleh media. Wanita itu tidak lagi mengenakan pakaian super ketat kesukaannya sehingga orang-orang mulai curiga. Dia juga sengaja pergi ke sana kemari dengan pakaian longgar, terutama ke gedung kantor kami. Padahal Jason sudah merasa risi dengan tingkah istrinya yang sengaja membiarkan publik tahu ada yang berbeda pada dirinya.Isu terbagi menjadi dua kubu. Ada yang berpihak kepada Jason, selebihnya kepada Jovita. Aku tidak mengerti untuk apa lagi semua itu dibahas. Mereka sudah menikah. Jason bertanggung jawab atas perbuatannya. Habis perkara. Mengenai bagaimana proses mereka hingga akhirnya menikah setelah Jovita hamil bukanlah urusan mereka. Itu urusan keluarga kami.Pak Omar menyarankan agar kami diam dan tidak memberikan jawaban apa pun atas desakan wartawan yang ingin tahu kebenaran dari isu tersebut. Aku sangat setuju dengannya. Kami tidak punya kewajiban untuk memuaskan rasa penasaran masyarakat umum.Tetapi mal baru suda

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21

Bab terbaru

  • Mengukir Impian Baru   Bab 114 - Memulai Kisah Baru

    Pagi hari adalah waktu yang paling berat bagi kami berdua. Celeste sudah sulit bangun sendiri karena kondisi perutnya yang sangat besar. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Dan dia sering sekali menangis. Sebentar lagi dia akan melahirkan, hanya itu yang membuatku bisa bertahan. Keadaan ini tidak permanen dan hanya sementara saja, aku selalu mengingatkan diri sendiri mengenai itu. Aku tidak sabar ingin bisa bertengkar lagi dengan istriku yang suka membantah. Hari ini adalah hari peringatan kematian Jason. Satu tahun sudah dia pergi meninggalkan kami dan hidup di keabadian. Tidak banyak yang berubah dalam kehidupan keluarga kami. Ayah dan Bunda sudah tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertama mereka. Papa sibuk dengan dua restorannya. Nevan dan Naura belum juga mengalami perkembangan apa pun dalam hubungan mereka. Sembilan bulan lebih menjadi wakil Ayah, aku sangat menikmati pekerjaanku. Aku bahkan bekerja lebih santai dibandingka

  • Mengukir Impian Baru   Bab 113 - Pilihan Bunda

    Ya, ampun. Ini lebih mendebarkan dari yang aku duga. Dia sudah pernah melakukan lebih dari sekadar mencium leherku, tetapi aku tidak pernah merasakan segugup ini. Saat dia mencium tengkukku tadi, aku refleks menjauh darinya. Tenang, Este. Tenanglah. Ini hanya Jonah. Kekasihmu, cintamu, suamimu … Suamiku. Iya. Dia sudah bukan lagi sekadar tunanganku.Aku sudah terlalu lama berada di kamar mandi, jadi aku menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu. Aku lupa membawa pakaian ganti, maka aku hanya memakai mantel mandi untuk membungkus tubuhku. Jonah tidak bersikap aneh. Dia hanya menoleh ke arahku saat pintu terbuka, lalu dia berjalan melewatiku untuk menggunakan kamar mandi juga.Aku mendesah lega. Koperku sudah diletakkan di sisi tempat tidur. Aku mengambil celana pendek dan sebuah kaus, lalu cepat-cepat mengenakannya. Pemandangan kota pada malam hari dari jendela kamar sangat indah. Aku hanya bisa menatapnya sebentar karena aku merasa haus.

  • Mengukir Impian Baru   Bab 112 - Tidak Menyesal

    Rumah kami ramai dengan orang-orang yang membantu kami berdandan dan berpakaian dengan benar. Juga ada fotografer dan kamerawan yang mengabadikan setiap hal yang kami lakukan. Wanita yang diutus oleh event organizerlangganan keluarga kami juga datang untuk memastikan setiap persiapan akhir sudah beres.Aku sudah rapi dengan tuksedo hitamku, lengkap dengan semua asesoris yang harus aku kenakan. Aku pergi diam-diam menuju tempat pemakaman umum. Sampai di tempat peristirahatan terakhir saudaraku, aku duduk di makamnya. Korsase mawar putih yang aku bawa aku letakkan di atas kuburannya, dekat dengan nisannya.“Aku tidak mau orang lain yang menjadi pendampingku, jadi kamu harus melakukan tugas itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya kamu bisa hadir nanti, kamu harus memakai korsase itu,” ucapku pelan. Aku menyentuh nisannya. “Bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu masih melakukan kebiasaan burukmu? Jangan tidur dengan sembarang perempuan lagi

  • Mengukir Impian Baru   Bab 111 - Hari yang Dinanti

    “Celeste?” tanya Retno dan Sari yang terkejut dengan kedatanganku pada pagi itu. Aku hanya tertawa kecil melihat wajah mereka.“Kamu akan menikah besok, mengapa kamu masih datang?” tanya Sari bingung.“Aku ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat kembali nanti, Tyas tidak sengaja memberi laporan yang menggunung kepadaku.” Atasan kami itu hanya tertawa geli dari meja kerjanya.“Wah, wajah kamu terlihat lebih ceria. Beberapa hari ini kamu seperti orang yang akan menghadiri pemakaman, bukan pernikahanmu sendiri,” kata Retno menggodaku.“Hei, ini tempat kerja. Kalau mau mengobrol, nanti saat istirahat makan siang.” Tyas berseru dari mejanya. Kami tertawa cekikikan, lalu memasuki bilik kerja kami masing-masing.Pada saat istirahat makan siang, aku dan Jonah menjenguk Yosef dan Vita di kantor polisi. Aku membiarkan tunanganku bicara dengan sepupunya tanpa ikut campur. Pria itu sangat men

  • Mengukir Impian Baru   Bab 110 - Diciptakan untuk Bersama

    “Ada apa denganmu?” Aku menguatkan diriku untuk tetap bertahan menghadapinya. Tubuhku masih bergetar akibat kekuatan amarahnya. “Ini rumahku, jadi tolong jaga sikapmu.” “Kamu tidak bisa menikah dengan pria lain.” Dia berdiri dari tempat duduknya. “Apa?” Aku menatapnya tidak percaya. “Memangnya kamu siapa melarangku untuk menikah? Aku yakin Papa dan Kakak akan setuju dengan pria pilihanku. Dan hanya restu dari mereka yang aku butuhkan. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi. Kita sudah putus, ingat?” “Dan kamu tidak akan mencium pria lain.” Dia berjalan mendekatiku. “Yang benar saja. Mana ada pasangan suami istri yang tidak pernah berciuman.” Aku mendengus mengejeknya. Dia berhenti di depanku dan menarik lenganku sehingga aku berdiri begitu dekat dengannya nyaris menyentuh dadanya. Aku meletakkan kedua tanganku di dadanya memberi jarak di antara kami. “Kamu juga tidak akan bercinta dengan pria lain.” Tangannya melingkari pinggangku dan bibirnya me

  • Mengukir Impian Baru   Bab 109 - Bicarakan dengan Baik

    Berani-beraninya dia mengakhiri hubungan begitu saja tanpa memberi penjelasan apa pun kepadaku. Aku bicara, berteriak, memohon, tetapi dia hanya mengabaikan aku. Tanpa perasaan sedikit pun, dia melajukan mobilnya pergi dari hadapanku. Dia boleh saja memasang wajah dingin tanpa ekspresinya itu. Tetapi aku tahu bahwa hatinya masih untukku. Dia bisa membohongi semua orang dengan omongan kasarnya, tidak denganku. Aku hanya perlu berusaha lebih keras untuk meyakinkannya lagi. Kami berdua diciptakan untuk bersama. Telepon dariku tidak diacuhkannya sepanjang malam itu. Aku tidak peduli, aku terus mengganggu dia. Jika aku tidak bisa tidur, maka dia juga tidak. Karena apa yang terjadi kepadaku adalah karena ulahnya. Aku hanya membutuhkan penjelasan. Aku berhak diperlakukan lebih baik dari ini. “Mengapa kalian masih mengikuti aku?” tanyaku kepada kedua pengawal yang langsung berjalan di sisiku saat aku keluar dari mobil Jonah. Dia yang menginginkan hubungan kami berakh

  • Mengukir Impian Baru   Bab 108 - Perjanjian Pranikah

    Celeste terlihat sangat bahagia saat aku menjemputnya dari tempat kerjanya. Dia tidak berhenti bicara mengenai pekerjaannya, rekan-rekannya, dan berita viral yang mereka bicarakan. Iya, itu adalah berita yang paling menggegerkan sepanjang hari ini. Penangkapan Om Gunawan, Jovita, dan Yosef. Hukuman Jovita akan sangat berat karena aku memberikan rekaman CCTV restoran di mana dia berusaha untuk menyakiti tunanganku. Yang sebentar lagi sudah bukan milikku lagi. Merencanakannya ternyata tidak semudah melakukan. Aku terdiam cukup lama di dalam mobil saat kami sudah sampai di pekarangan rumahnya. Mungkin dia berpikir aku tidak berniat membukakan pintu untuknya sehingga dia mengucapkan selamat malam dan memegang kenop pintu. Tetapi aku memintanya untuk menunggu. Aku hanya berniat untuk menyentuh wajahnya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya, tubuhku mempunyai rencananya sendiri. Aku menciumnya seolah-olah itu adalah ciuman terakhir kami. Selamanya aku tidak akan

  • Mengukir Impian Baru   Bab 107 - Kenanganmu

    Semuanya terasa tidak berarti lagi untukku. Mengetahui sebuah fakta dibandingkan dengan mendengar langsung pengakuan dari orang jahat yang telah melakukannya adalah dua hal yang berbeda. Yang satu terlihat tidak nyata, ketika yang satu lagi menyerangmu pada titik yang paling menyakitkan. Jantungmu. Aku hanya bisa diam mendengar alasan yang Jovita ucapkan dan Yosef utarakan sehingga mereka melakukan semua ketidakadilan itu. Cinta, nafsu, harta, kedudukan, apa artinya semua itu jika nurani mati? Mereka tidak hanya mengorbankan masa depan seseorang, tetapi juga nyawanya. Pada Minggu pagi, aku berlari hingga kepalaku berhenti berpikir. Aku tidak bisa memejamkan mata sekejap pun semalam dan tubuh serta jiwaku sangat letih. Rasa sakit saat pertama kali mengetahui Jason pergi tidak seperih ini. Setelah tahu apa yang dialaminya menjelang hari kematiannya membuat rasa kehilangan itu semakin menyakitkan. Paru-paruku terasa begitu sesak dan aku mulai kesulitan bernapas,

  • Mengukir Impian Baru   Bab 106 - Sehari Tanpamu

    Acara menonton itu jadi terasa aneh karena teman-temanku sesekali menoleh ke arah Kak Nevan dan Naura. Mereka berdua duduk dengan tegak dan menjaga jarak, sangat berbeda dengan posisi duduk mereka sebelumnya yang sangat dekat. Hanya aku yang mengetahui mengenai hubungan mereka, jadi wajar jika teman-temanku percaya tidak percaya melihat mereka bersama. Begitu film berakhir, kami keluar bersama melalui pintu keluar. Kakak dan Naura berjalan dengan kaku saat mendekati kami yang menunggu mereka di depan elevator. Tidak ada seorang pun yang bicara, maka aku juga tidak mencoba untuk mencairkan suasana. “Kalau kalian tertarik, bagaimana jika kita ke restoran dan ikut menghabiskan sisa bahan makanan untuk minggu ini?” tanya Nola yang sedang membaca pesan yang ada di ponselnya. “Ayahku mengirim pesan. Dia koki di sana.” Nola menoleh ke arahku. “Tidak hanya makanan berat yang disajikan, ada juga menu makanan ringan. Ayo, kita ke sana,” ajakku. Retno dan Sari menoleh k

DMCA.com Protection Status