"Apa, Bastian? Dia tidak punya keluarga? Lalu bagaimana?"Sierra dan Bastian sudah duduk berdua di ranjang kamar mereka malam itu dan Bastian pun menceritakan tentang pria yang ditolongnya tadi. "Aku sudah menjaminnya, Sierra. Tidak perlu khawatir! Dia sudah masuk ke ruang rawat inap dan sudah mendapatkan perawatan yang terbaik." Sierra pun mendesah lega mendengarnya. "Syukurlah kalau begitu, Bastian. Malang sekali nasibnya! Untung dia bertemu denganmu.""Untung aku tidak sempat menabraknya, Sayang. Kalau aku menabraknya, itu akan menambah daftar kemalangannya. Sudah dirampok, dipukuli, dan ditabrak mobil." Bastian tertawa pelan. Tapi Sierra malah tidak bisa tertawa sama sekali. Sierra pun beringsut mendekati Bastian dan menangkup kedua pipi suaminya itu. "Bastian, kau masih bisa tertawa ya? Kau tidak tahu kalau sejak tadi hatiku ini tidak tenang. Banyak pikiran buruk yang sudah berkeliling di otakku dan aku takut sekali, Bastian."Ekspresi wajah Sierra nampak begitu cemas sampai
Lidya dan Sierra seketika membelalak lebar mendengar nama itu disebut. Jantung Sierra berdebar begitu kencang sekarang, namun ia tidak berani berpikiran apa-apa. Sedangkan Lidya sendiri juga langsung mematung dan tanpa bisa dicegah, hatinya kembali retak bahkan hanya karena mendengar nama itu, nama pria yang dulu sangat dicintainya, nama pria yang dulu sangat disanjungnya dan diprioritaskan dalam hidup Lidya. Lidya selalu berusaha menjadi istri yang baik, namun pria itu juga yang sudah membuat semua perjuangan Lidya menjadi sia-sia. Tanpa disadari tatapan mata Lidya pun goyah dan Lidya langsung meraih air minumnya lalu meneguknya banyak-banyak. Sierra yang melirik ibunya pun nampak sangat mengerti dengan perubahan ekspresi ibunya. Sedangkan Rosella dan Julio yang juga duduk di meja itu nampak biasa saja. "Siapa itu, Uncle? Pak El?" ulang Julio kepo. "Grandma sama Aunty mau bertemu Pak El juga? Julio juga mau ikut!" seru Julio lagi. Sierra pun langsung mengembuskan napas panjan
Ellyas masih menyamankan posisi duduknya di ranjangnya setelah para suster membawanya ke tempat foto kaki tadi. Ellyas pun duduk dengan nyaman sambil menatap kamarnya sekali lagi dan ia begitu senang karena bisa dirawat dengan fasilitas yang sangat baik ini. "Benar-benar pria yang baik," puji Ellyas sambil tersenyum, sebelum ia mendengar pintu kamarnya dibuka."Selamat pagi, Pak El! Bagaimana kabarmu hari ini? Aku membawa istri dan ibuku yang datang menjengukmu."Ellyas menoleh dan tersenyum menatap Bastian. "Ah, Bastian, kau datang sepagi ini," sahut Ellyas dengan suara khasnya. Ellyas pun masih tersenyum dan menoleh ke arah Bastian sampai dua orang wanita mendadak muncul di belakang Bastian hingga Ellyas seketika kehilangan senyumnya sama sekali. Begitu juga dengan Sierra dan Lidya yang awalnya masih tersenyum dan berniat menyapa Ellyas. Namun, semua keramahan mereka pun lenyap begitu saja saat berhadapan dengan wajah itu. Untuk sesaat, dunia pun seolah berhenti berputar. Si
"Sierra, tunggu!"Bastian terus memanggil Sierra sambil berlari kecil mengejarnya, namun Sierra sama sekali tidak berhenti berlari sampai mereka tiba di balkon teras rumah sakit yang sudah cukup jauh dari kamar Ellyas. Sierra pun akhirnya berhenti berlari dan hanya berpegangan pada balkon sambil menunduk dan membiarkan air matanya mengalir di sana. Hati Sierra begitu pedih melihat pria itu lagi, pria yang juga tidak ingin Sierra lihat lagi seumur hidupnya. Mungkin Sierra adalah anak durhaka karena ia tidak mau melihat ayah kandungnya sendiri, tapi Sierra bukan dewa yang bisa menerima begitu saja apa yang sudah Ellyas lakukan padanya. Ellyas menjual kedua anaknya sendiri seperti barang yang bisa diperjualbelikan demi melunasi hutangnya. Dan setelah para rentenir itu melakukan hal sekeji itu pada Rosella, mereka pun masih tetap menagih hutang pada Sierra dengan ancaman tanpa henti. "Ayahmu sudah menjual kalian pada kami jadi terserah kami mau melakukan apa kan? Kami sudah berencan
Saga terus menatap Lidya dari kejauhan karena Lidya nampak sangat sedih. "Eh, ada apa dengan Bu Lidya?" gumam Saga sambil tetap mengernyit bingung. Saga pun maju beberapa langkah bermaksud untuk mendekati Lidya yang begitu jauh di sana, namun Lidya malah terlihat berjalan lurus dan malah makin pergi menjauh. "Eh? Dia malah makin pergi ...," gumam Saga lagi sambil tetap berpikir keras apa yang harus ia lakukan.Namun, belum sempat Saga melakukan apa pun lagi, tiba-tiba suara pekikan terdengar dari dalam kamar Ellyas sampai Saga pun panik dan segera masuk ke sana. "Kau berteriak, Pak El? Ada apa?" seru Saga begitu ia masuk ke sana. "Astaga, apa yang terjadi denganmu, Pak El?" pekik Saga yang melihat Ellyas masih jatuh tersungkur di lantai. Ellyas terlihat begitu kepayahan sambil merintih dan memegangi kakinya. Ia tidak bisa bangun sendiri. Berulang kali Ellyas mencoba bangun tapi ia gagal dan kakinya malah makin sakit, sedangkan tombol untuk memanggil suster juga begitu jauh di d
Bastian menghentikan mobil di depan rumahnya dan Lidya serta Sierra pun langsung turun tanpa kata. Bastian sampai menghela napas panjang melihat istri dan ibu mertuanya itu. "Aunty, Grandma ... sudah pulang ya?" Julio nampak berlari keluar menyambut Lidya dan Sierra. Dan Lidya yang melihat Julio pun mendadak langsung menitikkan air matanya. "Julio sayang ...," seru Lidya sambil memeluk cucu kesayangannya itu. Cucu yang seharusnya tidak pernah ada kalau saja Rosella tidak diperkosa secara keji. Walaupun mungkin memang benar selalu ada berkah di setiap kejadian, sekalipun itu kejadian buruk. Benar! Julio adalah salah satu berkah itu. Berkah tidak ternilai yang hadir di dalam kesedihan yang juga tidak terhingga. Bukan hanya Rosella yang mengalami depresi berat sampai gila setelah diperkosa.Tapi Lidya juga. Lidya merasa sangat bersalah pada anaknya itu. Lidya juga mengalami depresi berat, apalagi setelah Rosella dinyatakan hamil. Berusaha menjaga kehamilan Rosella di saat Rosell
"Jadi bagaimana dengan bulan madunya, Bos?""Aku masih belum tahu, Tory. Kau tahu sendiri kan situasinya seperti apa. Walaupun semua orang bilang tidak apa tapi ya, hal ini tidak bisa dianggap tidak ada apa-apa."Bastian menelepon Tory setelah ia pergi dari rumah dan ia pun menceritakan semua pada Tory sekaligus meminta Tory untuk datang membantunya di sini. "Aku paham, Bos. Ini mengejutkan sekali, tapi kau jangan khawatir, Bos! Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sini dan berangkat pagi-pagi sekali ke sana besok." Bastian pun mengangguk mendengarnya. "Hmm, serahkan tanggung jawab di sana dengan baik sebelum berangkat!""Siap, Bos!" Bastian yang mendengar jawaban Tory pun nampak puas dan mereka segera berpamitan, sebelum Bastian menutup teleponnya. Bastian akhirnya memutuskan untuk tetap menolong Ellyas sebagai orang asing yang tidak saling mengenal. Hanya saja, Bastian tetap tidak tenang kalau bukan Tory yang menyelesaikan semua untuknya karena selama ini hanya Tory yang begitu
"Ibu memaksa aku dan Sierra berangkat bulan madu, Tory." Bastian akhirnya bertemu dengan Tory malam itu karena Tory terlambat tiba. "Lalu bagaimana, Bos?""Entahlah! Kupikir itu hanya emosi sesaat tapi bahkan sampai malam ini, dia masih kukuh meminta kami bersiap-siap untuk berangkat besok lusa." Tory pun terdiam mendengarnya dan berpikir sejenak, sebelum berbicara lagi. "Hmm, atau kalian berangkat saja, Bos! Kan sudah ada aku, aku akan menjaga Pak El itu dan tidak akan ada yang terjadi pada Bu Lidya dan keluarganya, aku akan memastikannya, Bos!" ucap Tory dengan penuh keyakinan. "Aku juga tidak berpikiran apa-apa, Tory. Aku tidak yakin Pak El bisa melakukan hal buruk apa, aku hanya memikirkan perasaan semua orang yang sedang tidak baik, karena itulah aku mau menundanya, tapi reaksi Ibu benar-benar tidak terduga." "Hmm, masih ada satu hari lagi kalau kalian masih mau berunding, Bos.""Tentu, Tory! Kalau begitu sebentar lagi pergilah ke rumah sakit! Saga akan memperkenalkanmu den
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po