Tiga bulan berlalu dan akhirnya Sierra pun resmi mengundurkan diri dari Harrison Group. Tapi bukan berarti Sierra melepaskan tanggung jawabnya begitu saja karena sebelum ia keluar, ia sudah menyerahkan semua tugasnya pada orang kepercayaan Marco yang baru dan mengajarinya dengan sepenuh hati selama tiga bulan ini. Sierra pun akhirnya bisa keluar dengan tenang tanpa beban dari perusahaan itu. Dan yang paling senang saat Sierra keluar dari Harrison Group tentu saja adalah Bastian. Akhirnya istrinya bebas. Bahkan Bastian sampai menunda acara bulan madu mereka sampai Sierra resmi mengundurkan diri dari Harrison Group. "Aku senang sekali, Sayang. Akhirnya kau bebas jadi aku bisa membawamu ke mana-mana, Sayang. Besok aku juga akan memperkenalkanmu sebagai pimpinan baru di perusahaan," kata Bastian malam itu saat mereka sudah ada di kamar mereka. "Astaga, mengapa begitu terburu-buru, Bastian?""Tidak buru-buru, tapi aku hanya terlalu bersemangat. Setelah pekerjaanku selesai, kita juga
Memiliki Bastian sebagai seorang suami merupakan keberuntungan sendiri bagi Sierra. Ternyata Bastian tidak hanya hebat bekerja di perusahaan dan bergoyang di ranjang, namun Bastian mempunyai semua kapasitas lengkap sebagai seorang suami. Bastian yang dulunya begitu acuh menjadi sangat perhatian setelah menikah dan ia selalu bisa membuat Sierra nyaman kapanpun dan di manapun. Bahkan Bastian selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan Sierra tanpa terkecuali. Rasanya tidak pernah Sierra menginginkan sesuatu tapi ia tidak mendapatkannya. Seperti kata Bastian, semua yang bisa dilakukan sebagai manusia pasti bisa ia lakukan, asal jangan meminta sesuatu yang di luar kuasanya seperti minta cepat hamil, karena Bastian hanya bisa rajin membuatnya saja. Dan itu Bastian katakan berkali-kali sampai Sierra pun tidak merasa melow lagi malah gemas. "Bukankah kau baru saja selesai datang bulan? Ayo kita tancap!" bisik Bastian malam itu. Tapi Sierra langsung tergelak mendengarnya. "Haha, jangan!
"Aku sudah memimpikannya tiga kali, Bastian. Tiga hari berturut-turut." Sierra mencoba menceritakan mimpinya pada Bastian pagi itu. Sebenarnya Sierra sudah menahannya sendiri sejak pertama kali Sierra mendapatkan mimpinya, namun di hari ketiga, ia tidak tahan lagi. Iya kalau hal baik yang membuat mereka batal bulan madu, tapi bagaimana kalau hal buruk? Karena perasaan Sierra tidak pernah baik sejak mimpi itu. "Itu hanya bunga tidur, Sayang. Kurasa kau pasti terlalu tegang karena ini akan menjadi pertama kalinya kau terbang begitu jauh ke luar negeri." Bastian menangkup kedua lengan Sierra dan menatapnya sabar. Walaupun Sierra terlihat begitu cemas, tapi Bastian tetap tidak ikut cemas dan tetap berusaha menenangkan istrinya. "Tapi mimpi itu nyata sekali, Bastian. Aku ... kita tidak akan pergi berbulan madu karena suatu hal yang tidak jelas di mimpi itu ....""Seperti kau menabrak seseorang dengan mobilmu. Aku tahu ini terdengar mengerikan dan juga absurd tapi kau tetap harus hat
Heh heh heh ....Deru napas seorang pria masih begitu memburu saat ia berlari kencang menghindari orang-orang jahat yang mengejarnya. Tubuh pria itu sudah penuh luka terutama di kakinya, namun pria itu masih terus berlari sekalipun ia harus menyeret kakinya. Sampai ia melihat datangnya sebuah mobil dan tanpa pikir panjang ia pun berlari ke sana. Sementara Bastian yang masih menyetir sambil menelepon Sierra pun masih fokus ke jalan. Bastian memberikan konsentrasi penuhnya ke jalan saat ia berbelok ke jalanan yang lebih sepi, namun mendadak sesuatu atau seseorang melintas dengan cepat di depan mobilnya sampai Bastian begitu kaget dan membelalak lebar. "Ow, sial! Apa itu?" pekik Bastian yang refleks menginjak remnya mendadak sampai ban mobil itu berbunyi ciittt ....Ponsel Bastian pun terjatuh ke pangkuannya saat Bastian berusaha menstabilkan setirnya dan menarik hand remnya. Bastian pun tidak berhenti mengumpat dan untuk sesaat ia mengabaikan ponselnya karena terlalu syok. Sambil
"Syukurlah, Ibu! Syukurlah ternyata semuanya tidak seburuk yang aku pikirkan." Sierra tidak berhenti bernapas lega saat menceritakan cerita Bastian pada Lidya. Lidya sendiri pun ikut bernapas lega dan tersenyum. "Untung saja, Sierra. Ibu sudah ikut tegang. Jadi sekarang Bastian sudah membawa pria itu ke rumah sakit?"Sierra pun mengangguk. "Sudah. Hanya saja, pria itu babak belur karena dipukuli oleh perampok.""Astaga, kasihan sekali! Tapi dia sudah dirawat kan?" "Hmm, tenang saja. Bastian akan memastikan perawatan yang terbaik untuk pria itu, aku yakin itu, Ibu." "Baguslah, Sierra. Berarti kau sendiri kan sudah tenang sekarang? Kalian tetap bisa pergi berbulan madu. Soal pria itu, dia akan baik-baik saja setelah dirawat dan Ibu bisa menjenguknya ke sana, sebelum dia keluar dari rumah sakit nanti." "Eh, itu akan merepotkan Ibu.""Merepotkan apanya? Ibu sama sekali tidak repot. Lagipula sebagai sesama kan seharusnya kita saling menolong. Kita punya kewajiban menolong pria itu, t
"Apa, Bastian? Dia tidak punya keluarga? Lalu bagaimana?"Sierra dan Bastian sudah duduk berdua di ranjang kamar mereka malam itu dan Bastian pun menceritakan tentang pria yang ditolongnya tadi. "Aku sudah menjaminnya, Sierra. Tidak perlu khawatir! Dia sudah masuk ke ruang rawat inap dan sudah mendapatkan perawatan yang terbaik." Sierra pun mendesah lega mendengarnya. "Syukurlah kalau begitu, Bastian. Malang sekali nasibnya! Untung dia bertemu denganmu.""Untung aku tidak sempat menabraknya, Sayang. Kalau aku menabraknya, itu akan menambah daftar kemalangannya. Sudah dirampok, dipukuli, dan ditabrak mobil." Bastian tertawa pelan. Tapi Sierra malah tidak bisa tertawa sama sekali. Sierra pun beringsut mendekati Bastian dan menangkup kedua pipi suaminya itu. "Bastian, kau masih bisa tertawa ya? Kau tidak tahu kalau sejak tadi hatiku ini tidak tenang. Banyak pikiran buruk yang sudah berkeliling di otakku dan aku takut sekali, Bastian."Ekspresi wajah Sierra nampak begitu cemas sampai
Lidya dan Sierra seketika membelalak lebar mendengar nama itu disebut. Jantung Sierra berdebar begitu kencang sekarang, namun ia tidak berani berpikiran apa-apa. Sedangkan Lidya sendiri juga langsung mematung dan tanpa bisa dicegah, hatinya kembali retak bahkan hanya karena mendengar nama itu, nama pria yang dulu sangat dicintainya, nama pria yang dulu sangat disanjungnya dan diprioritaskan dalam hidup Lidya. Lidya selalu berusaha menjadi istri yang baik, namun pria itu juga yang sudah membuat semua perjuangan Lidya menjadi sia-sia. Tanpa disadari tatapan mata Lidya pun goyah dan Lidya langsung meraih air minumnya lalu meneguknya banyak-banyak. Sierra yang melirik ibunya pun nampak sangat mengerti dengan perubahan ekspresi ibunya. Sedangkan Rosella dan Julio yang juga duduk di meja itu nampak biasa saja. "Siapa itu, Uncle? Pak El?" ulang Julio kepo. "Grandma sama Aunty mau bertemu Pak El juga? Julio juga mau ikut!" seru Julio lagi. Sierra pun langsung mengembuskan napas panjan
Ellyas masih menyamankan posisi duduknya di ranjangnya setelah para suster membawanya ke tempat foto kaki tadi. Ellyas pun duduk dengan nyaman sambil menatap kamarnya sekali lagi dan ia begitu senang karena bisa dirawat dengan fasilitas yang sangat baik ini. "Benar-benar pria yang baik," puji Ellyas sambil tersenyum, sebelum ia mendengar pintu kamarnya dibuka."Selamat pagi, Pak El! Bagaimana kabarmu hari ini? Aku membawa istri dan ibuku yang datang menjengukmu."Ellyas menoleh dan tersenyum menatap Bastian. "Ah, Bastian, kau datang sepagi ini," sahut Ellyas dengan suara khasnya. Ellyas pun masih tersenyum dan menoleh ke arah Bastian sampai dua orang wanita mendadak muncul di belakang Bastian hingga Ellyas seketika kehilangan senyumnya sama sekali. Begitu juga dengan Sierra dan Lidya yang awalnya masih tersenyum dan berniat menyapa Ellyas. Namun, semua keramahan mereka pun lenyap begitu saja saat berhadapan dengan wajah itu. Untuk sesaat, dunia pun seolah berhenti berputar. Si
Kalau di rumah Jacob, kondisinya sangat menyedihkan, di rumah keluarga Adipura, kondisinya tidak lebih baik. Imelda mengurung diri di kamar dengan air mata yang terus meleleh. Imelda sama sekali belum keluar dari kamar sejak Rosella pergi tadi, bahkan Imelda juga belum mandi sampai malam itu. Ia hanya duduk di ranjangnya sambil menangis tanpa mengucapkan sepatah kata pun, seolah ia mengalami kesedihan yang teramat sangat karena kehilangan orang yang ia cintai. Adipura sendiri pun tidak lebih baik. Adipura terus meringis sambil memegangi dadanya, namun ia tidak mau minum obat dan tidak mau siapa pun memperhatikannya. Saat jam makan malam tiba, ia hanya duduk di tempat yang biasanya tapi ia tidak benar-benar makan melainkan hanya mengacak-acak makanannya, sebelum ia memutuskan kembali ke ruang kerjanya. Jessica dan Jordan yang melihatnya pun ikut tidak berniat makan karena suasana hati mereka juga tidak baik. Tidak ada yang bicara lagi dan tidak ada yang membahas masalah Rosella sa
"Semuanya sudah berakhir, Stephanie. Semuanya sudah berakhir." Rosella tidak dapat menahan kesedihannya lagi dan ia menangis sedih di pelukan Stephanie begitu ia tiba di rumahnya. Stephanie yang kebetulan pulang dari kantor untuk melihat Lalita dan Julio pun sampai tidak berniat kembali ke kantor karena ia juga begitu sedih mendengar semua cerita Rosella. Stephanie memeluk Rosella begitu erat dan ikut menangis bersamanya. "Jangan sedih, Rosella! Jangan sedih! Ada aku bersamamu. Ada aku bersamamu." "Aku berusaha untuk tidak sedih, tapi rasanya sakit sekali, Stephanie. Sakit sekali. Bahkan aku yang seharusnya sudah tahu kalau kejadiannya akan seperti ini saja masih terasa sakit, Stephanie. Sakit sekali ...." Rosella terus merintih sakit di pelukan Stephanie, bukan di tubuhnya namun di hatinya. Rasanya begitu sesak seperti ditusuk-tusuk benda tumpul dan Rosella tidak bisa bernapas. "Aku tahu, Rosella. Aku tahu. Aku bersamamu, Rosella. Aku bersamamu," ulang Stephanie tanpa henti.
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam