Wajah bak dewa yunani, terlihat bosan, jendela dibiarkan terbuka, udara malam yang dingin masuk menerpa, padahal sudah jam dua belas malam.
Riki menatap komputernya bosan, selama dua tahun ini, dia bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar, perusahaan itu memperkerjakannya sebagai arsitek.
Perusahaan tak mempermasalahkan cacat yang ada pada dirinya. Karena yang dibutuhkan adalah karya dari tangannya yang ajaib. Jangan ditanya, sudah berapa banyak bangunan-bangunan megah di Jakarta yang berdiri karena rancangannya.
Dua tahun lalu Riki berhasil menyelesaikan kuliahnya di bagian Arsitek, dia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Tapi sayang, hari yang paling bahagia itu juga menjadi hari yang paling menyedihkan buat Riki. Pada hari itu juga, Pak Amin yang sudah seperti ayah kandungnya meninggal dunia.
Sejak kepergian Mazaya meninggalkan rumah, sejak itu pula Pak Amin berubah murung, apa lagi tidak ada sedikit pun kabar berkaitan dengan anak gadisnya yang pembangkang. Sebelum meninggal, Pak Amin menderita stroke, dia menghabiskan waktunya di kursi roda. Dua tahun Riki merawatnya, mulai dari memandikan dan mengurus segala keperluannya.
Beberapa hari sebelum Riki di wisuda, kesehatannya semakin menurun, tapi tetap memaksa ikut menghadiri peristiwa bersejarah dalam hidup Riki.
Pak Amin begitu bangga dengan Riki, walaupun Riki bukan anak kandungnya, dia menyayanginya karena Riki sangat taat dan penyayang kepadanya.
Riki memejamkan matanya, berusaha menikmati udara dingin yang bertiup melalui jendela. Rumah ini terlalu besar untuk ditinggali sendiri, pembantu hanya datang pagi dan kembali pada sore harinya.
Hujan tiba-tiba turun, beserta petir yang sangat kuat. Riki buru-buru mematikan komputernya, berjalan ke arah jendela dan menutup tirai jendela yang basah terkena hujan.
Saat Riki berjalan ke dapur untuk mengambil minum, saat itu pula bel berbunyi tak sabaran.
Riki heran, siapa yang bertamu jam dua belas malam, ini sangat larut dan sangat tidak sopan.
Riki waspada, dia melirik pisau dapur yang terletak tak jauh darinya, dia bukannya takut, tapi waspada jauh lebih baik, mana tahu orang yang memaksa masuk adalah perampok.
Perlahan Riki membuka pintu, dia terkejut, seorang wanita basah kuyup, berdiri di ambang pintu dengan wajah datar dan dinginnya. Air hujan menetes dari rambutnya yang panjang.
Riki mengenal wajah wanita di depannya, lima tahun dia mengobati luka di hatinya dan sampai saat ini belum berhasil, sekarang sang penyebab luka kembali pulang. Apa tujuannya kembali, apakah dia sudah tak ada tempat di luar sana?
Gadis ini tak lain adalah Mazaya, dia lebih matang dibanding terakhir Riki bertemu ketika ijab kabul dulu. Rambutnya panjang sepinggang, dengan wajah cantik sempurnanya, tapi tetap dengan raut sinis, angkuh, masih seperti dulu.
"Menyingkirlah! Jangan mentang- mentang kau lama tinggal di sini, kau bersikap seolah-olah ini rumahmu."
Mazaya menerobos masuk saat Riki menghindar dari pintu. Air hujan menetes dari tubuhnya, menyebabkan lantai menjadi basah. Tak sedikit pun wanita itu berubah, ke mana saja dia lima tahun ini, dan tiba-tiba kembali pulang seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Riki diam, apa lagi yang bisa dilakukannya selain diam, hatinya masih sakit, benci melihat wanita di depannya. Akan tetapi, bagaimana pun, rumah ini milik wanita itu.
Mazaya masuk ke kamarnya dulu, mengganti bajunya dengan baju lama yang baunya sudah apek karena terlalu lama berada di lemari. Setelah itu dia keluar, ia memandang sekeliling rumah, kemudian menatap Riki yang membuang muka kepadanya.
"Mana, Ayah?" tanya Mazaya akhirnya, Riki memandangnya dengan tatapan kesal dan muak. Sebuah buku kecil keluar dari kantong bajunya, dia mulai menulis.
Melihat apa yang dilakulan Riki, Mazaya mendecih sinis..
"Ooh? kukira si bisu sudah bisa bicara, ternyata masih mengandalkan kertas tak berguna."
Belum selesai dia menghina, matanya terbelalak lebar, melihat apa yang tertulis di kertas milik Riki.
"Pak Amin sudah meninggal dua tahun lalu."
Mazaya menutup mulutnya, tubuhnya luruh seperti tak bertulang, dia terlalu terkejut, tapi tak ada tangis keluar dari mulutnya, dia hanya menatap langit-langit ruang tamu dengan mata kosong.
Riki pergi membiarkan Mazaya sendiri, luka yang hampir mengering kembali berdarah. Betapa tak punya hatinya wanita itu, dia pulang setelah ayahnya hidup menderita dan akhirnya meninggal dunia karena ulahnya.
Riki menutup pintu kamarnya. Merebahkan diri di atas kasur. Baru saja dia akan memejamkan matanya, kamarnya dibuka secara kasar.
Mazaya berdiri disana dengan pakaian yang tak layak disebut pakaian. Wajah angkuh masih terpasang di wajahnya.
Riki sama sekali tidak tertarik, selain wanita pembangkang, dia sekarang bertingkah seperti wanita jalang. Apa tujuannya datang ke kamarnya malam ini dengan pakaian seperti itu.
Belum habis tanda tanya di hati Riki, gadis itu berkata, "aku ingin memiliki anak."
Riki menatap tak percaya, setelah hilang lima tahun karena melarikan diri di malam pernikahan mereka, sekarang wanita itu tiba-tiba meminta anak? Di mana otaknya, apakah selain pembangkang, jalang, dia juga berubah menjadi gila.
Riki tidak mengubrisnya, dengan tergesa-gesa dia mendorong Mazaya keluar dari kamarnya, menutup pintu kamar dan menguncinya. Dia sempat mendengar Mazaya mengumpat kasar.
Mazaya termenung di kamarnya, sekarang dia benar-benarsebatang kara, Si Bisu bukanlah keluarganya. Dia sangat membencinya, sejak kedatangannya di rumah ini, perhatian ayahnya terbagi, dan menampakkan bahwa ayahnya lebih sayang kepada si Bisu.Mazaya memang sengaja melarikan diri di malam pernikahan, betapa muaknya dia dengan Riki, anak jalanan yang tak tau diri. Laki-laki itu patut diberikan pelajaran, supaya dia sadar dari mana dia berasal.Lima tahun Mazaya menghabiskan waktu bekerja di sebuah perusahaan makanan. Walaupun hanya sebagai karyawan biasa, tapi gajinya lumayan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun akhir-akhir ini, gajinya tak lagi cukup, sebuah penyakit di rahimnya butuh obat yang biayanya lumayan besar.Dua tahun ini Mazaya sudah berobat kesana kemari, bahkan sudah be
Mazaya sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia sempat melihat Riki baru pulang dari mesjid. Riki tak sedikit pun menatapnya, dia sangat tidak peduli, bersikap seolah-olah dia tinggal sendiri di rumah ini.Mazaya semakin benci melihat keangkuhannya, bukankah statusnya cuma numpang di rumah ini, tapi berlaku seolah-olah ini adalah rumah orangtuanya.Mazaya mengekori gerakan Riki dengan matanya, dia dengan santai membuat kopi untuk dirinya sendiri. Duduk di meja makan sambil membaca koran. Tak sedikit pun dia berminat melihat Mazaya walaupun sekilas.Mazaya sudah tidak tahan lagi, dia mendekati Riki dan merebut koran di tangan Riki secara kasar. "Kau! hanya seorang supir, tak layak bersikap sok berkuasa di rumahku."Riki memandang koran dan w
Riki mencuci wajahnya, hidupnya kembali kacau semenjak kedatangan wanita itu. Ada apa dengan Mazaya? selama ini dia membenci Riki, dengan cara menghina dan meninggalkan Riki di malam pertama pernikahan mereka. Sekarang masih menunjukkan kebencian yang sama, tapi gila nya meminta hal yang mustahil dilakukannya.Banyak tanda tanya di benak Riki, ke mana wanita itu lima tahun ini? apa yang dilakukannya saat ayahnya meratapinya seperti mayat hidup?Sekarang dia muncul setelah Riki sudah merasakan ketenangan dalam hidupnya, di mana dia tak lagi dihina dan dipermalukan. Tapi dengan kemunculan Mazaya, kepercayaan diri yang berhasil dibangunnya selama bertahun-tahun kembali hancur.Mazaya tak pernah berubah, dia masih kasar, arogan, egois dan jahat. Tak ada bagusnya wanita itu selain kecantika
Riki pulang ke rumah setelah mhagrib. Dengan adanya Mazaya di rumah, dia menjadi tidak bersemangat untuk pulang cepat. Gadis itu bagaikan sebuah teror dalam hidupnya, sangat berbahaya dan harus selalu dihindari.Sebenarnya pekerjaannya sudah selesai sejak pukul tiga sore. Untuk menghabiskan waktu di kantor, Riki mencari kesibukan lain, membantu rekan yang lain menyelesaikan sketsa yang sudah ditagih perusahaan.Baru saja pintu dibuka, Mazaya sudah tersenyum manis padanya. Perempuan ini yang dihindarinya, tapi malah duduk manis menunggu di meja makan seperti istri sungguhan.Dia terlihat istimewa malam ini, wajah terpolesmake up,rambut di tata dan mengenakan gaun malam yang terbuka. Riki tak habis pikir dengan wanita yang satu itu. Apa lagi rencananya kali ini
Riki terbangun jam empat pagi, memandang datar wanita yang meringkuk di sampingnya.Apa yang terjadi adalah di luar kendalinya. Mazaya sendiri yang membuatnya melakukan itu. Dia sudah berusaha menghindar dan menjauh, tapi Mazaya malah menyerahkan dirinya sendiri, memaksanya sampai dia hilang kendali.Riki tak habis fikir, kenapa Mazaya begitu ngotot ingin hamil, tak sedikitpun dia mengatakan alasannya. Mazaya, wanita berlesung pipi yang penuh dengan rahasia, dia misterius dan tak pernah bisa diterka apa maunya.Sekarang semua sudah terjadi, efek obat yang luar biasa, tidak hilang dalam waktu dua jam, tapi bertahan selama berjam-jam berikutnya.Riki menghela nafas, sebuah kenyataan baru ditemukannya, wanita seliar Mazaya ternyata masih
Mazaya bangun jam sembilan pagi, tubuhnya terasa remuk, setiap persendiannya terasa sakit. Dia mencoba bangkit secara perlahan, lalu menyandarkan tubuhnya ke sisi tempat tidur.Wajah Mazaya merona. Dia tak munafik, Riki dan ketampanan serta kesempurnaan tubuhnya, membuat dia terbuai, tapi baginya dia tetaplah si Bisu yang hanya dibutuhkan untuk memberikan anak.Mazaya mengelus perutnya, dia begitu berharap, benih Riki bisa membuahi sel telurnya sehingga menjadi janin. Jika berhasil, dia akan sembuh total, begitu kata dokter yang menanganinya.Tapi bagaimana jika usaha tadi malam tidak berhasil? Apakah Mazaya akan kembali menggunakan cara licik, Riki pasti akan lebih wasapada padanya mulai sekarang, dia takkan mau lagi percaya padanya.Mustahil bagi Riki melakukannya dengan suka re
Mazaya belum tidur. Pukul dua belas malam, terdengar deru motor milik Riki. Mazaya bangkit, mengintip pria itu dari jendela, wajahnya tampak lelah dan mengantuk, dasi sudah dilonggarkan dari lehernya dan kancing bajunya terbuka sebagian.Mazaya kembali ketempat tidur, ini adalah malam ke lima pria itu pulang terlambat. Berangkat setelah subuh dan pulang tengah malam. Sejak kejadian di malam itu, mereka tak pernah lagi berkomunikasi atau pun bertemu secara langsung.Mazaya berusaha untuk tidak peduli, tapi dia sangat kesal, apakah malam itu tak memberikan kesan apapun pada pria itu? Sehingga dia menjauh dan menghindarinya. Padahal Mazaya sedikit pun tak bisa melupakannya, dia sangat tidak menyukai fakta itu, namun itulah adanya yang terjadi.Mazaya semakin benci dengan kesombongan pria itu.Selama lima hari ini, Mazaya menghabiskan waktu mengurung diri di rumah. Tak sekali pun dia bersosi
Riki semakin kaget, hamil? Mungkinkah? Dia tak pernah bertanya pada wanita itu, dan Mazaya tak pernah memberi tahunya.Riki menggeleng, dokter kemudian kembali memberi informasi"Hamil atau tidak harus kita cek untuk memastikan, tapi menurut pengamatan saya, istrimu tengah hamil, kejadian ini biasa di tri semester awal, usahakan dia selalu meminum susu untuk ibu hamil."Riki hanya mengangguk dan mendengarkan dengan seksama."Bantu saya menurunkan sedikit celana jeansnya!" perintah sang dokter. Riki mengerjap bingung." Riki, istrimu harus disuntik, kalau dibiarkan dia bisa semakin parah, kau ini, dia istrimu, tak perlu malu." Dokter tersenyum.Riki menunduk malu, dengan tangan bergetar dia melakukan apa yang diperintahkan dokter, jantungnya berdegup kencang dan keringat mengalir di dahinya."Miringkan dia!" kata dokt