Mazaya belum tidur. Pukul dua belas malam, terdengar deru motor milik Riki. Mazaya bangkit, mengintip pria itu dari jendela, wajahnya tampak lelah dan mengantuk, dasi sudah dilonggarkan dari lehernya dan kancing bajunya terbuka sebagian.
Mazaya kembali ketempat tidur, ini adalah malam ke lima pria itu pulang terlambat. Berangkat setelah subuh dan pulang tengah malam. Sejak kejadian di malam itu, mereka tak pernah lagi berkomunikasi atau pun bertemu secara langsung.
Mazaya berusaha untuk tidak peduli, tapi dia sangat kesal, apakah malam itu tak memberikan kesan apapun pada pria itu? Sehingga dia menjauh dan menghindarinya. Padahal Mazaya sedikit pun tak bisa melupakannya, dia sangat tidak menyukai fakta itu, namun itulah adanya yang terjadi.
Mazaya semakin benci dengan kesombongan pria itu.
Selama lima hari ini, Mazaya menghabiskan waktu mengurung diri di rumah. Tak sekali pun dia bersosi
Riki semakin kaget, hamil? Mungkinkah? Dia tak pernah bertanya pada wanita itu, dan Mazaya tak pernah memberi tahunya.Riki menggeleng, dokter kemudian kembali memberi informasi"Hamil atau tidak harus kita cek untuk memastikan, tapi menurut pengamatan saya, istrimu tengah hamil, kejadian ini biasa di tri semester awal, usahakan dia selalu meminum susu untuk ibu hamil."Riki hanya mengangguk dan mendengarkan dengan seksama."Bantu saya menurunkan sedikit celana jeansnya!" perintah sang dokter. Riki mengerjap bingung." Riki, istrimu harus disuntik, kalau dibiarkan dia bisa semakin parah, kau ini, dia istrimu, tak perlu malu." Dokter tersenyum.Riki menunduk malu, dengan tangan bergetar dia melakukan apa yang diperintahkan dokter, jantungnya berdegup kencang dan keringat mengalir di dahinya."Miringkan dia!" kata dokt
Mazaya bangun pagi-pagi sekali, dia tidak mau kecolongan lagi, mengintip Riki yang sedang bersiap-siap bekerja setiap pagi adalah pemandangan wajib baginya. Riki biasa menghabiskan waktu di ruang tamu sebelum berangkat bekerja, meminum kopi sambil membaca koran, atau menyalakan laptop sejenak.Seminggu sudah kebiasaan mengintip itu dilakukan Mazaya, tapi sudah sepuluh menit berada di belakang pintu kamar, dia tidak mendengar suara apapun.Riki tak mungkin ketiduran, dia terbiasa bangun jam empat subuh walaupun di hari libur. Mazaya bimbang, apakah dia keluar saja dan berpura-pura mengambil air minum atau tetap bersembunyi di balik pintu. Gengsinya sangat tinggi, tidak mungkin dia menampakkan wajah lebih dulu, jelas-jelas Riki terus saja menghindarinya.Sepuluh menit kemudian, dia memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya, melangkah pelan tanpa suara, merapatkan tubuhnya ke dinding, lalu melirik pintu kamar Riki yang terbuka. Ranjangnya rapi, selimut sudah terlipat, bantal sudah t
Mazaya menggeliat malas, dia baru tidur jam empat pagi, kondisi tubuhnya sangat lelah, kepalanya pusing. Baru sebentar matanya terbuka, perutnya langsung bergejolak mual, Mazaya bergegas keluar kamar menuju westafel kamar mandi. Memuntahkan seluruh isi perutnya, walaupun yang keluar cuma cairan pahit bewarna kuning.Setelah muntah sepuasnya, Mazaya mencuci wajahnya, menggosok giginya berlahan, lalu menenangkan diri sejenak, karena sisa-sisa mual masih terasa.Ketika hendak berbalik, dia tertegun, seseorang yang digilainya beberapa minggu ini keluar dari kamar mandi, handuk melilit rendah punggulnya, mereka sama-sama terdiam.Dia mahakarya yang diciptakan tuhan dengan ketampanan luar biasa, sedetik pun Mazaya tidak bisa mengedipkan matanya.Mazaya menahan nafas, daya tarik yang sangat luar biasa, tak bisa di jabarkan bagaimana detak jantungnya yang berlomba-lomba memompa darah.Riki lebih dulu memutuskan kontak mata, dia memberikan kode kepada Mazaya agar wanita itu sedikit memberinya j
Riki duduk di atas ranjangnya, meminum segelas air dengan rakus, jantungnya berdetak cepat. Sungguh, dia hampir terpancing dengan jebakan Mazaya, bagaimanapun dia adalah seorang laki-laki dan Mazaya adalah istrinya yang sah. Akan tetapi menjadikan Mazaya sebagai pelampiasan kebutuhan primitif bukanlah pilihannya, dia harus menahan diri.Selama ini dia menghindari Mazaya bukan karena jijik dengannya atau menganggap dia adalah kuman. Wanita itu simbol kecantikan dan kesempurnaan tubuh seorang wanita, laki-laki mana pun akan sependapat dengannya. Melihat Mazaya berlalu lalang di depannya, bukanlah hal baik untuk mereka saat ini.Mazaya bukanlah tipe wanita yang memikirkan bagaimana cara kesopanan dalam berpakaian, dia biasa hanya dengan gaun tidur, atau rok mini yang ketat, dari dulu Riki sudah hafal kebiasaan mantan nonanya itu.Kalau dulu Riki tidak terpengaruh, baginya Mazaya hanya Nona manja yang tak punya daya tarik sama sekali selain kecantikannya. Tapi sudut pandang Riki mulai ber
Matahari tenggelam di ufuk Barat, gelap malam menyapa, setelah pertengkaran tadi pagi, belum sekali pun Mazaya bertemu dengan Riki. Dia mengurung diri di kamar, hatinya terluka karena penolakan berkali-kali terhadapnya. Baru kali ini dia jatuh cinta, jatuh cinta pada orang yang salah. Riki adalah keinginan mustahil baginya, takkan ada harapan mendapatkan balasan dari laki-laki itu.Mazaya tak ingin melepasnya, dia ingin Riki menjadi miliknya sendiri, jika sampai mereka bercerai maka Riki pasti akan menikah dengan wanita lain.Mazaya mengikat rambutnya, berjalan keluar dari kamar, dia butuh udara segar, sudah lama dia tidak keluar dari rumah. Setidaknya dia bisa mendinginkan hatinya yang terasa panas karena memikirkan cinta yang bertepuk sebelah tangan.Mazaya melirik kamar Riki yang terbuka, pria itu asik dengan laptop di pangkuannnya. Riki sempat melihat Mazaya sekilas saat mendengar langkah kaki tergesa-gesa di lantai marmer itu.Mazaya berjalan lurus, meraih kunci mobilnya yang t
Riki menjalani hidupnya seperti biasa, tak ada yang berubah, dia sekarang lebih leluasa jika berada di rumah, tak perlu was-was dengan Mazaya.Dua bulan sudah Mazaya bekerja, selama dua bulan ini pun mereka berjumpa sekilas, itu pun cuma hitungan jari. Riki berangkat sebelum wanita itu bangun, dan pulang saat dia sudah tidur.Tak ada perkembangan dari hubungan mereka, masih seperti dulu, datar dan dingin.Riki tak pernah lagi mendengar Mazaya muntah di pagi hari, mungkin morning sicknessnya sudah berakhir, dia juga terlihat lebih sehat daripada dua bulan yang lalu.Riki mematikan komputernya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebelum tidur dia punya kebiasaan minum air putih terlebih dahulu. Riki meregangkan ototnya, beranjak pergi ke dapur. Baru saja dia menuju dapur, sebuah pemandangan tak biasa di lihatnya. Mazaya sedang asik menikmati sepiring nasi goreng dengan lahapnya, di sebelah nasi goreng ada gelas berisi segelas jus.Dia terlihat agak berisi, wajahnya segar dengan
Mereka duduk di kursi tunggu bersama dengan pasien lainnya, semuanya adalah wanita hamil dengan besar perut yang berbeda. Para wanita datang dengan suaminya, wanita berbaju biru di sebelah Mazaya sedang bergelayut manja di lengan suaminya, sambil mengeluhkan betapa capek kakinya karena membawa perut sebesar itu, sang suami meraih betis sembabnya, memijit berlahan penuh kasih sayang.Di ujung sana ada juga pasangan muda, yang terlihat baru menikah, sang istri menunjukkan foto hasil USG dengan wajah berbinar, suaminya mengecup pipinya kemudian mengusap perut buncit itu.Masih banyak lagi... hanya dia dan Mazaya satu-satunya pasangan yang terlihat aneh, mereka duduk berjauhan, dipisahkan oleh dua anak balita yang sedang menunggu ibunya diperiksa.Riki memandang Mazaya, wanita itu tengah mengusap perutnya pelan, sambil melihat penuh harap menunggu pintu dokter kandungan terbuka. Dia tidak begitu peduli dengan semua pasangan di sana, hanya Riki yang sedikit merasa bersalah kepada wanita it
Selama perjalanan mereka saling diam, Mazaya mengatupkan bibirnya dengan mata menerawang jauh. Riki pun kehabisan topik, mobil melaju dengan tenang. Sesampainya di rumah Mazaya langsung masuk ke dalam kamarnya, matanya berkaca-kaca, semenjak hamil ini hatinya menjadi lemah. Dia sering menangis sendiri.Mazaya mengganti bajunya dengan daster selutut yang membuatnya nyaman. Udara sangat panas, semenjak hamil ini kulitnya menjadi lebih mudah gatal-gatal jika berkeringat.Mazaya meraih tasnya, mengeluarkan foto hasil USG nya barusan, dia sangat bahagia, akan menjadi seorang ibu di usianya yang ke dua puluh delapan tahun, andaikan ayahnya masih hidup alangkah gembiranya dia, dari dulu dia mengidamkan ingin memiliki cucu laki laki, tapi tak pernah kesampaian karena Mazaya tak berniat menikah.Tangannya mengelus foto itu, anaknya dengan Riki, sebuah anugrah yang awalnya tidak begitu di pedulikannya. Seiring berjalannya waktu, Mazaya mulai mencintai bayinya itu, bahkan tidak sabar ingin sege