Selama perjalanan mereka saling diam, Mazaya mengatupkan bibirnya dengan mata menerawang jauh. Riki pun kehabisan topik, mobil melaju dengan tenang. Sesampainya di rumah Mazaya langsung masuk ke dalam kamarnya, matanya berkaca-kaca, semenjak hamil ini hatinya menjadi lemah. Dia sering menangis sendiri.Mazaya mengganti bajunya dengan daster selutut yang membuatnya nyaman. Udara sangat panas, semenjak hamil ini kulitnya menjadi lebih mudah gatal-gatal jika berkeringat.Mazaya meraih tasnya, mengeluarkan foto hasil USG nya barusan, dia sangat bahagia, akan menjadi seorang ibu di usianya yang ke dua puluh delapan tahun, andaikan ayahnya masih hidup alangkah gembiranya dia, dari dulu dia mengidamkan ingin memiliki cucu laki laki, tapi tak pernah kesampaian karena Mazaya tak berniat menikah.Tangannya mengelus foto itu, anaknya dengan Riki, sebuah anugrah yang awalnya tidak begitu di pedulikannya. Seiring berjalannya waktu, Mazaya mulai mencintai bayinya itu, bahkan tidak sabar ingin sege
Hari ini Riki cukup sibuk mempersiapkan acara besar ulang tahun perusahaan. Acaranya tinggal tiga hari lagi, sementara persiapan baru empat puluh persen.Dia den Celin masih di kantor, padahal ini sudah jam sebelas malam, masih banyak juga karyawan lain yang berkutat dengan tanggung jawab masing masing. Celin dari tadi tidak berhenti menggerutu, dia berencana pulang cepat karena anak keduanya demam tinggi, tapi kepala bagian tak memberinya izin karena pekerjaan Celin belum selesai."Nenek sihir itu, pantas saja tidak diberi anak, tak ada toleransi sedikit pun, terkadang aku ingin keluar dari perusahaan ini, tapi ketika memikirkan gajiku sudah dua puluh juta, aku jadi dilema...."Celin membuka kacamatanya, Riki hanya tersenyum mendengar ocehan sehabatnya itu."Andai saja gaji Bram bisa mencukupi kebutuhan keluarga, pasti aku lebih memilih jadi ibu rumah tangga, tapi gajinya sebagai pelukis tidak bisa diharapkan, oh ya bagaimana hubungan kalian?"Celin mengalihkan topik pembicaraan, Rik
Mazaya membuka matanya, dia terbangun karena perutnya terasa lapar padahal dia sangat mengantuk.Dia kaget berusaha mencerna, langit-langit kamar yang tidak seperti kamarnya. Lebih kaget lagi saat menemukan Riki bergelung di sampingnya tanpa memakai selimut.Mazaya ingat, awalnya dia cuma rebahan di kamar Riki karena suaminya itu tidak kunjung pulang, tapi malah tertidur kelelahan, aroma kamar itu bagaikan obat tidur yang membuatnya langsung mengantuk.Mazaya memiringkan tubuhnya, bergerak sepelan mungkin. Wajah itu, laki-laki yang dicintainya, menemukan dia tidur di sebelahnya tanpa pemaksaan membuat hatinya bahagia sendiri, apakah boleh dia serakah? memiliki cinta Riki untuknya tanpa syarat. Akan tetapi sejauh ini belum ada perkembangan perasaan Riki terhadapnya, hanya bayi itu yang membuat dia bertahan di sisi Mazaya.Mazaya tak ingin memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, tangannya membelai wajah itu dengan kerinduan, menikmati setiap pahatan sempurna tanpa ada penolak
Riki melirik wajah Mazaya, wajah sembab yang dari tadi memalingkan wajah enggan menatap wajahnya.Sesekali dia meringis menahan sakit saat Riki mengoleskan alkohol ke telapak tangannya, kakinya sudah dibalut perban, pecahan kaca menancap di mana-mana.Riki tak habis pikir, Mazaya bisa menyakiti dirinya sendiri, dia tak mengerti kenapa wanita itu sangat mudah tersinggung, padahal dia tak berniat mengusir Mazaya dari kamarnya, dia sendiri yang berinisiatif untuk kembali kekamarnya.Mazaya memalingkan wajah ke jendela dengan pandangan kosong, tak berkomentar apapun, hatinya sekarang sedang tidak baik.Riki meraih dagu itu untuk menatap ke arahnya, Mazaya tidak menolak, namun matanya masih menunduk, dia tak ingin terlihat lemah, berbulan- bulan dia membangun cintanya sendirian, cukup terakhir kali dia menangis beberapa saat yang lalu.Riki menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Mazaya ke telinganya, simpati muncul di hatinya, bagaimanapun mereka pernah tumbuh bersama, tinggal satu at
Riki tidak bisa tidur, Mazaya sudah tenggelam dalam mimpinya. Bagaimana dia bisa tidur, ranjang kecil ini sangat membuat gerakannya terbatas, bergeser sedikit saja, tubuh mereka akan saling menempel. Riki menahan nafasnya, Mazaya kembali menendang selimut, gaun tidurnya tersibak. Riki dengan cepat menyelimutinya lagi, dan untuk yang kesekian kalinya Mazaya kembali menendang selimut sambil bergumam panas.Padahal dia harus bangun pagi untuk bekerja, tapi sudah jam empat pagi, matanya tidak bisa tidur, padahal masih bersisa satu jam untuk memejamkan mata, dia akan lembur menyelesaikan persiapan acara ulang tahun perusahaan, kurang tidur akan membuatnya tidak fokus.Dirinya sekarang sangat tersiksa, bayangkan saja, tubuh pasrah tergolek tak berdaya di sampingnya, dengan pakaian yang entahlah...halal untuk disentuh.Benar kata teman-temannya, bahwa jangan main-main dengan pesona istri yang sedang hamil, perut buncit itu bahkan membuatmu semakin membuatnya mempesona.Riki bangkit dari ran
Riki tak bisa mencerna keadaan, tiba- tiba saja Misya jatuh terjerembab ke rumput taman, bibir tipisnya mendesis menahan sakit, bersamaan dengan itu Riki mendengar sumpah serapah yang keluar dari seseorang yang suaranya sangat familiar di telinganya.Riki tak percaya, Mazaya... sedang apa dia di sini, jadi inikah acara penting yang dibilangnya kemaren? acara yang sama dengannya."Dasar wanita jalang, apa yang kau lakukan di sini dengan suamiku?"Misya bangkit dari tanah, memandang Mazaya dan Riki bergantian, dia berusaha mengendalikan diri, karena orang sekitar mulai memperhatikan mereka."Siapa kau? Aku tak mengenalmu? Kenapa wanita bar-bar bisa ada di sini." Misya berkata geram dan berusaha meredam suaranya."Kau, wanita kegatelan, kenapa kau berduaan dengan suamiku?" Mazaya mengepalkan tangannya, seperti bersiap melayangkan tinju ke wajah cantik Misya."Suami?" Misya tak percaya dengan pendengarannya, "dia? Suamimu?"Misya tertawa sinis, wanita ini benar- benar gila. "Wanita sepert
Riki memutuskan pulang jam satu dini hari, mencoba menenangkan hatinya, dia harus bersiap dengan apa yang terjadi dirumah nanti, dia yakin Mazaya akan mengamuk dan memukulinya habis habisan.Tak ada tempat lain untuk pulang, sahabat satu satunya hanya Celin dan dia pun sudah menikah. Hanya rumah Mazaya tempatnya kembali.Riki memasukkan motornya ke garasi, dia heran, garasi masih kosong, tak ada mobil Mazaya di sana, rumah pun dalam ke adaan gelap, belum ada tanda tanda Mazaya pulang kerumah.Riki mendadak cemas, kepergian wanita itu dari acara pesta sudah lima jam yang lalu. Ke mana dia? Dia tidak punya sahabat atau pun saudara, dan naasnya Riki tak memiliki nomor Hp Mazaya.Riki masuk ke dalam rumah, dia memastikan lagi, tapi kamar mereka kosong. Dia tak berhenti membuat keributan, apa yang dilakukan wanita hamil malam-malam begini, apakah dia ke diskotik seperti dulu kemudian pulang di pagi hari dalam keadaan mabuk.Riki kembali meraih kunci motornya, dia harus menemukan wanita it
Mazaya menghabiskan harinya dengan menyendiri di sebuah desa yang cukup terpencil, rumah sederhana dengan satu kamar, di kelilingi kebun bunga bewarna warni. Jauh dari hiruk pikuk kota, tak ada kendaraan berlalu lalang, sebuah tempat yang cocok untuk mengasingkan diri.Dia diberi izin untuk bercocok tanam sepuasnya di sana, menikmati kesendiriannya tanpa gangguan siapapun, ini lebih baik, kembali pulang hanya akan membuat hatinya sakit, Riki masih sama... tak kan berbalik mencintainya.Dalam hatinya, dia sangat merindukan Riki, merindukan sesuatu yang takkan pernah dia raih. Dia berjuang sendiri tanpa hasil yang pasti.Istana cinta yang dibangun susah payah diporak-porandakan Riki, menyisakan kepedihan mendalam.Dia sudah memutuskan untuk berhenti berjuang mendapatkan laki- laki itu. Dia seperti berjalan di lingkaran setan, akan kembali ke titik awal dia memulai. Mungkin ini adalah hukuman baginya atas semua kejahatan di masa lalu yang pernah di lakukannya, membenci Riki sebenci benci
Riki mencium kening Mazaya berkali kali, setelah ' beribadah ' sepanjang malam, istrinya itu terkapar kelelahan dan tak berdaya. Mazaya meminta dia yang memimpin permainan itu untuk malam ini, bahkan Riki tidak menyangka istri malu malunya bisa se agresif itu.Riki mengusap sisa peluh di leher Mazaya, layaknya penganten baru lainnya, mereka menghabiskan waktu memadu kasih di tempat tidur. Riki sekarang dihadapkan dengan pilihan yang cukup membingungkan, dulu dia menyangka adalah anak terbuang yang tidak diinginkan, tapi kenyataannya dia adalah anak seorang pengusaha yang memiliki kerajaan bisnis diberbagai negara. Ayahnya begitu berharap dia memboyong istrinya ke Singapura, mencoba mengurus salah satu perusahaan di sana.Riki hanya pria sederhana, yang tidak menyukai sesuatu yang berlebihan, dia menikmati tinggal di sini, rumah sederhana yang cukup luas, rumah pak Amin bukan rumah mewah, tidak ada kolam renang atau fasilitas mewah lainnya, lokasinya pun jauh dari hiruk pikuk kota, ru
Mazaya memuaskan hatinya memandang wajah tampan yang terlelap di sampingnya. Dia sungguh tidak percaya, perjuangannya untuk mendapatkan Riki membuahkan hasil.Mazaya tak pernah sebahagia ini, dengan pelan Mazaya menyentuh wajah Riki dengan jarinya, kenapa ada manusia setampan ini, dan manusia tampan itu adalah suaminya sendiri.Mazaya meletakkan kepalanya di dada Riki, menghitung detak jantung yang berbunyi teratur, mengecup pipi yang mulai ditumbuhi bakal jenggot."Hai." Riki membuka matanya, menatap wajah cantik Mazaya, mengelus pipi halus yang merona merah."Hai," jawab Mazaya, mereka saling tatap, Mazaya lebih dulu menundukkan wajahnya, dia merasa malu. "Ini masih pukul empat pagi." Riki melirik jam di atas meja, suaranya serak."Iya, kita baru tidur satu jam," jawab Mazaya.Riki tersenyum, tadi Mazaya bangun karena Rafael merengek haus."Masih ada waktu tidur sebelum subuh." Mazaya menarik selimut menutupi tubuh Riki."Enak saja disuruh tidur."Riki membalikkan posisi, Mazaya ha
Kenapa manusia diperintahkan menikah? Karena pernikahan menjadikan yang haram menjadi halal, menikah mengubah dosa menjadi pahala. Manusia akan mendapat dosa jika berhubungan badan sebelum menikah, tapi akan mendapatkan pahala seperti melaksanakan Qurban jika melakukannya setelah menikah.Tidak ada yang lebih indah dari pahala menikah, setiap bulu yang tumbuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, pahalanya dihitung seperti beribadah selama satu tahun.Shalat berjamaah berjalan dengan khusuk, Riki melafazkan ayat dengan sepenuh hati, menghayati setiap kalimat kalimat yang merupakan doa dan ucapan syukur.Riki melafaskan doa yang dia amini oleh Mazaya, air matanya berurai, rasanya selama ini dia sangat lalai. Wajah ayahnya terbayang dimata, andaikan dulu dia sempat meminta maaf, tentu dia tidak akan semenyesal ini.Menikah dengan Riki adalah sebuah anugrah yang paling besar dalam hidupnya, jatuh bangun mengejar cintanya, menghinakan diri dihadapannya, berjuang dan hampir mati untuk melah
Riki hanya mendengar dengan tenang, saat semua keterangan yang diucapkan oleh ayahnya serasa hanya seperti mimpi."Rumah kita ada di Singapura, aku dan ibumu ke sini sesekali untuk memastikan keadaan perusahaan berjalan stabil.""Reynold, kau memiliki satu adik perempuan yang sekarang ayah percayakan memimpin perusahaan yang berada di Jepang, sedangkan dua perusahaan yang ada di Singapura di awasi olehku dan dibantu oleh bibimu."Riki diam saja, dia merasa biasa saja dengan semua cerita itu. Yang di inginkannya sekarang cepat pulang, bertemu Mazaya dan melakukan anatomi tubuh lagi. Riki sangat tidak konsentrasi."Rey ...." "Ya?""Kau anak laki-laki satu-satunya yang kami harapkan memimpin bisnis besar keluarga kita, kita memiliki perusahaan dibidang properti dan perhotelan yang tersebar di beberapa negara di Asia, aku sudah semakin tua ... kau harus mempersiapkan dirimu."Riki mengangguk, setelah percakapan selesai dia bergegas pergi, sekarang sudah lebih dari pukul tujuh malam, Maza
Riki mengelus pipi mulus yang sedang tidur nyenyak di sampingnya,mengusap bibir merekah seperti kuncup mawar yang sedang tumbuh, mengecupnya sekilas, dia tak percaya bahwa yang ada dipelukannya ini adalah Mazaya, selama ini yang paling dibencinya.Mata cantik itu terbuka perlahan."He, pencuri." Mazaya tersenyum manis."Aku ketahuan." Riki tersenyum."Kau harus buat pengakuan.""Oh ya? Apa yang harus kuakui." Jari Riki membelai pangkal leher Mazaya."Bahwa kau sangat mencintaiku." Mazaya menenggelamkan jari lentiknya di rambut hitam Riki."Apa imbalannya untukku." Mata Riki mengedip nakal."Imbalannya?" Mazaya berfikir, dengan sigap dia membalikkan posisi, Riki terkurung di bawahnya. "Apa yang kau inginkan?" Riki kembali membalikkan posisi, Mazaya yang terperangkap di bawahnya, terkikik."Maaf Tuan pemaksa, kau harus bersabar beberapa hari lagi."Riki langsung terkulai lesu, dia menjatuhkan wajahnya di lekukan leher Mazaya sambil berkata frustasi, "aku hampir mati karena menahannya.
Riki kembali pulang jam satu dini hari, banyak pelajaran hidup yang didapatkannya dari Celin, dia tak menduga, wanita cantik yang menyerupai laki-laki itu begitu kuat, bahkan sedikit pun tidak menangisi hidupnya yang menyedihkan.Dia punya pandangan sendiri tentang hidup, bahwa manusia hanya perlu menjalaninya tanpa memikirkan, waktu tidak akan pernah menunggu, kesedihan akan berlalu seiring berjalannya waktu, andaikan Riki bisa mempraktekkan segampang itu, pasti semua akan lebih mudah.Satu hal yang selalu dijadikan mantra bagi Riki, saat Celin mengucapkan bahwa Tuhan maha adil, tidak akan membuat manusia menderita selamanya, hidup itu seperti menempuh ujian semester, jika gagal di ujian pertama maka akan di uji lagi, masih saja gagal maka akan di remedial sampai mendapat nilai KKM atau nilai terendah yang sudah ditetapkan, masing-masing manusia punya porsinya untuk bahagia.Dalam percakapan tadi, Riki hanya bertindak sebagai pendengar, walaupun Celin meminum alkohol cukup banyak, ta
Brak! Suara pintu dibuka dengan kasar, Mazaya yang asik dengan majalah di depannya sangat kaget. Kenapa laki-laki bisu ini bisa sampai secepat ini. Padahal kesepakatan dengan wanita itu, dia akan memakainya selama satu malam.Mazaya cepat mengusai diri, dia bangkit dari ranjangnya, melipat tangan di depan dada dan menatap Riki dengan sinis, wajah polos itu sekarang memerah sangat marah, nafasnya tersengal. Riki memandang Mazaya sangat muak dan benci."Kau pulang terlalu cepat, kenapa? Kau tak mampu melakukannya? Ck ck ck, sudah kuduga." Wajah sinis itu sangat memuakkan bagi Riki. Riki dengan kasar menarik pinggang Mazaya, memandang mata wanita itu dengan amarah yang sangat besar, mulutnya ingin memaki, tapi lidah sialannya tidak bisa digerakkan.Dengan tangan besarnya, Riki merobek gaun tidur Mazaya, melempar tubuh sintal itu ke tempat tidur. Hatinya sangat sakit, dia diperlakukan seperti sampah tidak berguna.Mazaya meringis ketika merasakan kepalanya membentur tepi ranjang. Dia ban
Riki menggendong Mazaya dengan hati-hati, dia sedikit kerepotan, tubuh padat Mazaya cukup berat. Riki mengendap-endap masuk ke dalam rumah, dia lewat dari pintu belakang dan langsung mengantar Mazaya ke kamarnya, dia sempat membekap mulut Mazaya yang sempat bicara melantur."Ciuman, bagaimana rasanya, aku ... hmmmp." Riki membekap mulut Mazaya.Riki bernafas lega setelah dia berhasil merebahkan tubuh Mazaya ke tempat tidur. Ini sudah jam dua pagi dan Pak Amin sudah tidur. Pak Amin tidak akan pernah bertanya jika Mazaya pergi ditemani Riki, dia begitu mempercayakan anak gadisnya padanya. Untung saja dia bukan laki- laki di club, kalau tidak tentu saja Mazaya akan habis tak bersisa dengan keadaan seperti sekarang.Riki telah hafal dengan langkah apa yang akan dilakukannya menangani Mazaya. Dengan cepat, Riki mengambil handuk kecil beserta sebaskom kecil air, mencampurkan air itu dengan sedikit parfum.Berlahan, dia membuka helaian kain itu satu persatu, dimulai dari tanktop hitam, denga
Sepuluh tahun yang laluRiki meremas jari-jarinya, seperti perintah Mazaya, dia harus jaga jarak minimal dua puluh meter, Riki tidak berdaya dengan arogansi wanita itu. Setelah berhasil membohongi Pak Amin, dengan mengatakan bahwa Mazaya ingin ke rumah temannya untuk menyelesaikan tugas, tapi ternyata di sinilah dia sekarang, duduk di salah satu meja bar mengawasi sang Nona yang menggila di lantai dansa.Laki-laki hidung belang terkadang mencari kesempatan menyentuh gadis itu, tapi dibalas dengan cacian dan kekerasan olehnya, Mazaya bukan wanita lemah, dia bisa melindungi dirinya sendiri tanpa bantuan siapa pun.Riki merasa berdosa, tidak terhitung berapa kali mereka berbohong demi mengunjungi club malam, dia tidak punya keberanian melawan wanita itu, dia bagaikan singa betina yang sangat buas, akan menghabisi siapa saja yang mengganggunya.Beberapa laki-laki kurang ajar yang sempat ingin menyentuhnya langsung mundur, melihat betapa beringasnya perempuan itu, dia tidak boleh terusik,