Riki terbangun jam empat pagi, memandang datar wanita yang meringkuk di sampingnya.
Apa yang terjadi adalah di luar kendalinya. Mazaya sendiri yang membuatnya melakukan itu. Dia sudah berusaha menghindar dan menjauh, tapi Mazaya malah menyerahkan dirinya sendiri, memaksanya sampai dia hilang kendali.
Riki tak habis fikir, kenapa Mazaya begitu ngotot ingin hamil, tak sedikitpun dia mengatakan alasannya. Mazaya, wanita berlesung pipi yang penuh dengan rahasia, dia misterius dan tak pernah bisa diterka apa maunya.
Sekarang semua sudah terjadi, efek obat yang luar biasa, tidak hilang dalam waktu dua jam, tapi bertahan selama berjam-jam berikutnya.
Riki menghela nafas, sebuah kenyataan baru ditemukannya, wanita seliar Mazaya ternyata masih menjaga kesuciannya dengan baik. Tingkahnya selama ini mencerminkan betapa murahannya dia, tapi kenyataan baru ditemukan lagi, Mazaya bagaikan kucing kecil yang tak berdaya, tak memiliki keberanian apapun, selain bertindak pasif.
Mazaya menangis, Riki tidak mengacuhkannya, karena dia butuh Mazaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, berikutnya wanita licik itu diam dengan wajah merona, terlihat malu. Saat itulah pertama kali Riki melihat ekspresi wajah jujur Mazaya.
Semua ini adalah pengalaman pertama bagi mereka.
Riki menyelimuti Mazaya, memakai bajunya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia butuh Tahajjud sekarang, mengadu dan meminta ampun pada Sang Pencipta atas semua yang terjadi.
Jika saja Mazaya meminta maaf dan memberikan kejelasan terhadap kejadian di masa lalu, mungkin dia takkan sebenci itu padanya. Tapi dia masih Mazaya yang dulu, angkuh, sombong dan jahat. Bahkan tak sekalipun dia berniat mengunjungi makam Pak Amin, ayahnya sendiri.
Riki tak habis fikir, terbuat dari apa hati wanita itu, dia sangat keras tak mempan diberi nasehat, tak pernah memiliki teman, dia suka menyendiri, asik dengam dunianya sendiri, dia akan menyingkirkan siapa yang menurutnya menjadi pengganggu, termasuk Riki sendiri.
Riki membersihkan dirinya, dia kembali tak bisa menganalisa, kalau dia melakukannya itu wajar karena pengaruh obat yang diminumnya. Tapi Mazaya melakukannya dengan sadar, rasanya sangat mustahil, wanita itu menampakkan rasa jijik secara terang-terangan selama ini.
Riki menggeleng, dia belum berani mengambil kesimpulan apa pun, wanita itu sangat misterius.
Riki melaksanakan sholat tahajjud dua raka'at, melanjutkan ke shalat sunat fajar, ketika salam ke kiri dia melirik tempat tidurnya, Mazaya masih tertidur pulas, tak ada tanda- tanda akan bangun.
Riki menarik nafasnya. Dia tak berniat membangunkan wanita itu, sedapat mungkin dia harus menjauh dan menghindar, Mazaya wanita yang berbahaya.
Malam pertama setelah lima tahun menikah. Riki tertawa miris, apa rencana Tuhan untuknya di masa depan, Mazaya adalah ujian terberat baginya, sanggupkah dia hidup seatap dengan wanita itu? Kalau dia pergi apa jadinya Mazaya jika wanita itu berhasil hamil.
Jika itu terjadi, tak ada pilihan lain baginya selain bertanggung jawab. Dia memang tak menyukai Mazaya, tapi bayi itu adalah anaknya, namun menghadirkan cinta untuk wanita itu sangat tidak mungkin, hatinya terlanjur sakit, terlalu banyak luka di sana, terlalu banyak kejahatan Mazaya di masa lalu.
Dia menginginkan pernikahan dengan orang yang dicintai dan mencintainya. Tapi amanah pak Amin, rumah ini, Mazaya, memenjarakannya. Pak Amin mengamanahkan, jika bukan Mazaya yang meminta cerai, Riki tak boleh menceraikannya. Wanita itu tak memiliki siapa-siapa, tapi menganggap dia adalah teman tidak mungkin apalagi menganggapnya adalah istri sesungguhnya.
Riki beranjak dari atas sajadah, keluar dari kamar dan pergi ke mesjid. Dia butuh waktu sendiri saat ini.
Mazaya bangun jam sembilan pagi, tubuhnya terasa remuk, setiap persendiannya terasa sakit. Dia mencoba bangkit secara perlahan, lalu menyandarkan tubuhnya ke sisi tempat tidur.Wajah Mazaya merona. Dia tak munafik, Riki dan ketampanan serta kesempurnaan tubuhnya, membuat dia terbuai, tapi baginya dia tetaplah si Bisu yang hanya dibutuhkan untuk memberikan anak.Mazaya mengelus perutnya, dia begitu berharap, benih Riki bisa membuahi sel telurnya sehingga menjadi janin. Jika berhasil, dia akan sembuh total, begitu kata dokter yang menanganinya.Tapi bagaimana jika usaha tadi malam tidak berhasil? Apakah Mazaya akan kembali menggunakan cara licik, Riki pasti akan lebih wasapada padanya mulai sekarang, dia takkan mau lagi percaya padanya.Mustahil bagi Riki melakukannya dengan suka re
Mazaya belum tidur. Pukul dua belas malam, terdengar deru motor milik Riki. Mazaya bangkit, mengintip pria itu dari jendela, wajahnya tampak lelah dan mengantuk, dasi sudah dilonggarkan dari lehernya dan kancing bajunya terbuka sebagian.Mazaya kembali ketempat tidur, ini adalah malam ke lima pria itu pulang terlambat. Berangkat setelah subuh dan pulang tengah malam. Sejak kejadian di malam itu, mereka tak pernah lagi berkomunikasi atau pun bertemu secara langsung.Mazaya berusaha untuk tidak peduli, tapi dia sangat kesal, apakah malam itu tak memberikan kesan apapun pada pria itu? Sehingga dia menjauh dan menghindarinya. Padahal Mazaya sedikit pun tak bisa melupakannya, dia sangat tidak menyukai fakta itu, namun itulah adanya yang terjadi.Mazaya semakin benci dengan kesombongan pria itu.Selama lima hari ini, Mazaya menghabiskan waktu mengurung diri di rumah. Tak sekali pun dia bersosi
Riki semakin kaget, hamil? Mungkinkah? Dia tak pernah bertanya pada wanita itu, dan Mazaya tak pernah memberi tahunya.Riki menggeleng, dokter kemudian kembali memberi informasi"Hamil atau tidak harus kita cek untuk memastikan, tapi menurut pengamatan saya, istrimu tengah hamil, kejadian ini biasa di tri semester awal, usahakan dia selalu meminum susu untuk ibu hamil."Riki hanya mengangguk dan mendengarkan dengan seksama."Bantu saya menurunkan sedikit celana jeansnya!" perintah sang dokter. Riki mengerjap bingung." Riki, istrimu harus disuntik, kalau dibiarkan dia bisa semakin parah, kau ini, dia istrimu, tak perlu malu." Dokter tersenyum.Riki menunduk malu, dengan tangan bergetar dia melakukan apa yang diperintahkan dokter, jantungnya berdegup kencang dan keringat mengalir di dahinya."Miringkan dia!" kata dokt
Mazaya bangun pagi-pagi sekali, dia tidak mau kecolongan lagi, mengintip Riki yang sedang bersiap-siap bekerja setiap pagi adalah pemandangan wajib baginya. Riki biasa menghabiskan waktu di ruang tamu sebelum berangkat bekerja, meminum kopi sambil membaca koran, atau menyalakan laptop sejenak.Seminggu sudah kebiasaan mengintip itu dilakukan Mazaya, tapi sudah sepuluh menit berada di belakang pintu kamar, dia tidak mendengar suara apapun.Riki tak mungkin ketiduran, dia terbiasa bangun jam empat subuh walaupun di hari libur. Mazaya bimbang, apakah dia keluar saja dan berpura-pura mengambil air minum atau tetap bersembunyi di balik pintu. Gengsinya sangat tinggi, tidak mungkin dia menampakkan wajah lebih dulu, jelas-jelas Riki terus saja menghindarinya.Sepuluh menit kemudian, dia memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya, melangkah pelan tanpa suara, merapatkan tubuhnya ke dinding, lalu melirik pintu kamar Riki yang terbuka. Ranjangnya rapi, selimut sudah terlipat, bantal sudah t
Mazaya menggeliat malas, dia baru tidur jam empat pagi, kondisi tubuhnya sangat lelah, kepalanya pusing. Baru sebentar matanya terbuka, perutnya langsung bergejolak mual, Mazaya bergegas keluar kamar menuju westafel kamar mandi. Memuntahkan seluruh isi perutnya, walaupun yang keluar cuma cairan pahit bewarna kuning.Setelah muntah sepuasnya, Mazaya mencuci wajahnya, menggosok giginya berlahan, lalu menenangkan diri sejenak, karena sisa-sisa mual masih terasa.Ketika hendak berbalik, dia tertegun, seseorang yang digilainya beberapa minggu ini keluar dari kamar mandi, handuk melilit rendah punggulnya, mereka sama-sama terdiam.Dia mahakarya yang diciptakan tuhan dengan ketampanan luar biasa, sedetik pun Mazaya tidak bisa mengedipkan matanya.Mazaya menahan nafas, daya tarik yang sangat luar biasa, tak bisa di jabarkan bagaimana detak jantungnya yang berlomba-lomba memompa darah.Riki lebih dulu memutuskan kontak mata, dia memberikan kode kepada Mazaya agar wanita itu sedikit memberinya j
Riki duduk di atas ranjangnya, meminum segelas air dengan rakus, jantungnya berdetak cepat. Sungguh, dia hampir terpancing dengan jebakan Mazaya, bagaimanapun dia adalah seorang laki-laki dan Mazaya adalah istrinya yang sah. Akan tetapi menjadikan Mazaya sebagai pelampiasan kebutuhan primitif bukanlah pilihannya, dia harus menahan diri.Selama ini dia menghindari Mazaya bukan karena jijik dengannya atau menganggap dia adalah kuman. Wanita itu simbol kecantikan dan kesempurnaan tubuh seorang wanita, laki-laki mana pun akan sependapat dengannya. Melihat Mazaya berlalu lalang di depannya, bukanlah hal baik untuk mereka saat ini.Mazaya bukanlah tipe wanita yang memikirkan bagaimana cara kesopanan dalam berpakaian, dia biasa hanya dengan gaun tidur, atau rok mini yang ketat, dari dulu Riki sudah hafal kebiasaan mantan nonanya itu.Kalau dulu Riki tidak terpengaruh, baginya Mazaya hanya Nona manja yang tak punya daya tarik sama sekali selain kecantikannya. Tapi sudut pandang Riki mulai ber
Matahari tenggelam di ufuk Barat, gelap malam menyapa, setelah pertengkaran tadi pagi, belum sekali pun Mazaya bertemu dengan Riki. Dia mengurung diri di kamar, hatinya terluka karena penolakan berkali-kali terhadapnya. Baru kali ini dia jatuh cinta, jatuh cinta pada orang yang salah. Riki adalah keinginan mustahil baginya, takkan ada harapan mendapatkan balasan dari laki-laki itu.Mazaya tak ingin melepasnya, dia ingin Riki menjadi miliknya sendiri, jika sampai mereka bercerai maka Riki pasti akan menikah dengan wanita lain.Mazaya mengikat rambutnya, berjalan keluar dari kamar, dia butuh udara segar, sudah lama dia tidak keluar dari rumah. Setidaknya dia bisa mendinginkan hatinya yang terasa panas karena memikirkan cinta yang bertepuk sebelah tangan.Mazaya melirik kamar Riki yang terbuka, pria itu asik dengan laptop di pangkuannnya. Riki sempat melihat Mazaya sekilas saat mendengar langkah kaki tergesa-gesa di lantai marmer itu.Mazaya berjalan lurus, meraih kunci mobilnya yang t
Riki menjalani hidupnya seperti biasa, tak ada yang berubah, dia sekarang lebih leluasa jika berada di rumah, tak perlu was-was dengan Mazaya.Dua bulan sudah Mazaya bekerja, selama dua bulan ini pun mereka berjumpa sekilas, itu pun cuma hitungan jari. Riki berangkat sebelum wanita itu bangun, dan pulang saat dia sudah tidur.Tak ada perkembangan dari hubungan mereka, masih seperti dulu, datar dan dingin.Riki tak pernah lagi mendengar Mazaya muntah di pagi hari, mungkin morning sicknessnya sudah berakhir, dia juga terlihat lebih sehat daripada dua bulan yang lalu.Riki mematikan komputernya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebelum tidur dia punya kebiasaan minum air putih terlebih dahulu. Riki meregangkan ototnya, beranjak pergi ke dapur. Baru saja dia menuju dapur, sebuah pemandangan tak biasa di lihatnya. Mazaya sedang asik menikmati sepiring nasi goreng dengan lahapnya, di sebelah nasi goreng ada gelas berisi segelas jus.Dia terlihat agak berisi, wajahnya segar dengan