William berusaha bangun, tapi tiba-tiba Nando menginjak dadanya. William meringis kesakitan dan merasa tulang rusuknya seperti mau patah.William, "Kalian ... kalau berani, lapor nama kalian!""Kamu sudah begitu lama merajalela di wilayah kecilmu, apa kamu benar-benar berpikir kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan tanpa hambatan?" Steve berbicara perlahan dan memasukkan salah satu ujung pipa baja ke bawah batu."Kamu itu katak dalam sumur yang mengira kamulah pemilik seluruh langit biru. Kamu berani melakukan apa saja dan menyentuh siapa pun, melebih-lebihkan kemampuan sendiri."William merasa dibandingkan pria jangkung yang menginjaknya, pria yang berbicara pelan itu lebih menakutkan.Wajahnya menjadi pucat dan suaranya bergetar, "Kamu ... kalau kamu berani menyentuhku! Aku jamin akan membuatmu menyesal terlahir di dunia ini. Kamu! Kamu! Kamu!""Ah!"Nando menendang salah satu kakinya ke arah pipa baja dan batu yang membentuk lekukan dengan sudut 45 derajat. Steve menginjak p
Locky meninggalkan rumah William dan pergi ke rumah sakit.Dia kebetulan bertemu Yogi di koridor yang lukanya sudah dijahit kembali dan didorong kembali ke bangsal oleh perawat.Yavon mengikuti ranjang rumah sakit dan sedang berbicara dengan Yogi. Locky langsung menyapanya, "Kak Yogi, Kak Yavon."Ketika mendekat dan melihat wajah Yogi, Locky mengernyit dan berkata, "Cedera Kak Yogi serius sekali? Kalau begitu pukulanku terlalu lembut.""Apa yang terjadi?" Yavon menebaknya setelah bertanya, "Apa kamu pergi mencari William?""Ya, aku sudah menyelesaikan masalah ini di Desa Aprikot," Locky menyerahkan kontrak di tangannya kepada Qweneth dan tersenyum, "Mereka akan pindah malam ini."Yavon penasaran, "Bagaimana caramu melakukannya?""Aku nggak melakukan apa pun. Aku hanya memintanya berlutut padaku."Mereka sudah sampai di pintu bangsal, Cindy di dalam bisa mendengar suara mereka.Locky, "Aku masih terlambat selangkah. Salah satu kaki William baru saja patah, nggak tahu siapa yang melakuka
Cindy berdiri diam.Yogi menarik napas dalam-dalam, "Kamu membuatku marah sampai seperti ini, apa kamu nggak perlu menunjukkan sikap?"Cindy , "Mau tunjukkan apa? Mau kukirimkan buket bunga krisan? Daripada Pak Yogi meminta sikap dariku, kenapa nggak bilang aja, 'Kalau nggak bantu aku tuangkan air, aku akan sebarkan fotomu'? Dengan begitu, aku akan tuangkan air untukmu dengan patuh.""...."Akhirnya, Yogi tertawa saking marahnya pada Cindy, "Iya, kalau aku mati karena marah padamu, aku akan mencetak fotomu dan menempelnya di batu nisanku sebagai foto anumerta agar semua orang bisa melihatnya."Cindy berkata, "Apa kamu sakit jiwa?"Yogi cemberut dan tidak membantah Cindy, dia mengangkat selimut dan menekan lukanya, seolah berusaha memaksa dirinya turun dari tempat tidur dan menuangkan air sendiri.Cindy menatapnya karena takut lukanya terbuka untuk kedua kalinya dan dikirim ke ruang operasi di tengah malam.Locky ada di sini, dia hanya patuh pada Yogi, tidak ada yang bisa menyakiti Yogi
Cindy mengernyit, berjalan mendekat, membungkuk dan membantunya melepas bajunya dengan satu tangan.Rambut Cindy tergerai hingga ke dada akibat gerakannya, tanpa sengaja Yogi menoleh dan mencium samar aroma Cindy.Dia mendongak dan pandangannya tertuju pada pangkal hidung Cindy yang indah. Karena jaraknya begitu dekat, dia bahkan bisa melihat bulu-bulu halus di pangkal hidung Cindy.Saat melihat ke bawah, itu adalah bibir Cindy.Mata Yogi mulai menggelap saat rambut Cindy tanpa sengaja menyentuh bahunya.Dia memikirkan saat mereka berada di ruang pembersihan baru-baru ini.Saat itu dia sangat marah karena mengetahui Samuel diam-diam memperhatikan Cindy dan bahkan pergi menemui Cindy, sehingga ketika dia melakukannya, lebih banyak unsur ingin memberi pelajaran pada Cindy, sehingga dia malah tidak menikmatinya.Sekarang, dia merasa sedikit menyesal.Bukannya Cindy tidak merasakan suhu tubuh Yogi meninggi, lagi pula setelah tiga tahun bersama, Cindy memahaminya, jadi Cindy mendongak denga
Cindy hanya menyeka badan tadi malam, sehingga merasa kurang bersih, apalagi rambutnya berbau tanah, Cindy tidak tahan setelah seharian penuh.Cindy meminta bungkus plastik kepada perawat untuk membalut tangan yang terluka agar tidak terkena air. Dia berusaha untuk tidak menggerakkan tangan dan sebisanya membilas tubuhnya dengan pancuran.Biarpun ruangan bangsal berkebutuhan khusus relatif luas, tapi efek insulasi suaranya rata-rata, suara gemercik air di kamar mandi terdengar jelas.Yogi sedang berada di ranjang rumah sakit, sedang melakukan video conference dengan klien asing. Saat mendengar suara air, perhatiannya sedikit teralihkan.Pelanggan memanggilnya, "Yogi?"Yogi kembali sadar, mengucapkan "hmm" dengan pelan, mengambil gelas dan menyesap air dingin.Melihat dia mengenakan baju rumah sakit, pelanggan tidak berani membiarkan Yogi kelelahan, "Yogi, kalau kamu merasa nggak enak badan, kita akhiri di sini dulu.""Nggak perlu, lanjutkan." Kalau tidak ada pertemuan yang mengalihkan
Cindy berbalik untuk melihatnya.Yogi menyerahkan handuk itu kepada Cindy dan sedikit mengernyit, "Aku nggak terburu-buru, asal kamu juga nggak terburu-buru."Bagaimana mungkin Cindy tidak terburu-buru? Selama Nasnah tidak pulih sehari, Cindy akan khawatir sehari.Namun, karena setiap menelepon, Auriel selalu mengatakan kondisi Nasnah stabil, Cindy tidak selalu tegang dan masih sempat mempertimbangkan lagi.Cindy sangat enggan memilih Yogi, sehingga dia berusaha mencari cara lain.Cindy mengambil handuk itu, pergi ke kamar mandi, dibilas dengan air lagi, lalu kembali menyerahkannya padanya.Yogi menyesuaikan postur tubuhnya, "Bantu seka punggung bawahku. Ada sedikit darah kering, agak gatal."Cindy, "Aku nggak ....""Teknologi jantung buatan lebih matang dan profesional di luar negeri. Tapi, dengan keadaan ibumu saat ini, dia nggak sanggup untuk penerbangan jarak jauh."Cindy memegang erat handuk itu. Iya, Cindy juga mempertimbangkan untuk pergi ke luar negeri, tapi pada akhirnya dia m
Steve yang berada di luar pintu awalnya ingin membuka pintu, tapi percakapan yang datang dari bangsal dengan kedap suara biasa saja itu membuat tangannya berhenti.Kelopak matanya sedikit terkulai dan pantulan lensanya membuat orang sulit untuk melihat emosi di balik matanya. Yang bisa dirasakan hanyalah dia diselimuti oleh kekecewaan.Ternyata bunga yang dia pikir sudah mulai bertunas berkat penyiramannya hanyalah imajinasinya saja, nyatanya benih tersebut tidak pernah bertunas.Setelah beberapa saat, dia berbalik dan pergi tanpa suara.Yogi mendengus.Setelah Cindy menyeka hingga bersih, dia langsung menegakkan tubuh dan berkata dengan tenang, "Pak Yogi nggak perlu bersikap seolah-olah mengenalku dengan baik. Aku nggak berbicara dengan Profesor Steve hanya karena menurutku belum waktunya. Ketika saatnya tiba, nggak perlu aku bilang, Profesor Steve akan mengambil inisiatif untuk membantuku."Ekspresi Yogi sedikit muram, "Apa dia sebaik itu di hatimu?"Cindy berkata terus terang, "Dia
Steve mengirimkan data yang mereka kumpulkan di Desa Aprikot di Gunung Aprikot kepada Cindy. Cindy memilahnya keesokan harinya sambil diinfus.Cindy juga bisa menggerakkan tangannya yang terluka, efisiensinya cukup baik. Cindy juga termasuk orang yang lupa akan hal-hal lain begitu mulai bekerja.Ketika Cindy menyelesaikan pekerjaannya, dia melihat botol infus sudah kosong, perawat datang untuk mengambil jarum infus.Cindy melihat sekilas nama obat di botol infus, berbeda dengan yang diinfus pada Cindy dua hari lalu, dia memikirkannya, mengangkat ponsel dan dengan tenang mengambil foto tulisan di botol itu.Ketika Steve mengatakan tidak bisa mengantarkan makan siang kepada Cindy, dia awalnya mengatakan akan memesan makanan untuk Cindy, tapi Cindy bukannya tidak mampu mengurus diri sendiri sehingga Cindy mengatakan bahwa Cindy akan turun ke bawah untuk mencari makanan sendiri dan tidak perlu merepotkan Steve.Hari sudah siang. Cindy merenggangkan pinggang, lalu turun dari tempat tidur, m