Beranda / Pernikahan / Mengejar Cinta Ustadz Galak / BAB 7: Puisi Cinta Nayla

Share

BAB 7: Puisi Cinta Nayla

Penulis: biafaa21
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-02 18:36:45

“Matanya coklat indah, bak permata yang berkilau ditimpa sinar mentari,” mata Nayla menatap ke atas, mencoba mendeskripsikan kembali ‘surga dunia’ yang kemarin dilihatnya.

“Gurat wajahnya sempurna. Dengan rahang tegas, alis tebal, bulu mata lentik, dan mata yang menenggelamkan dalam pesonanya,” rupa-rupanya puisi dadakan itu masih belum tamat.

“Tubuhnya tinggi, bahunya lebar, sangat pas buat dijadiin sandaran hidup gue.”

“Hemm,” hanya deheman itu yang mampu Nisa ucapkan. Pasalnya, doia tak tahu harus merespon dengan cara apalagi. Sejak pagi tadi, ah tidak, pukul tiga tadi, Nayla membangunkannya dengan alasan ‘Pengen curhat soal masalah penting’. Nisa mana tahu kalau ‘Masalah penting’ yang dimaksud gadis itu adalah memuji seseorang dengan puisi dadakan yang terdengar alay.

“Punggungnya tegap, sangat cocok dijadiin tulang punggung buat gue dan anak-anak gue kelak.”

Huh

Nisa menghembuskan napas lelah, ia sudah tak tahan lagi. Ia sudah muak. Sepertinya sahabatnya itu terlalu berlebihan dalam menyanjung manusia yang entah akan ditakdirkan menjadi pasangannya atau tidak. Namun, karena dasarnya  Nisa ini memang anak yang ‘gak enakan’ membuat dia berusaha mati-matian untuk mengontrol diri dengan tak menyumpal mulut Nayla dan tak berteriak di depan wajahnya sambil mengatakan:

“BERHENTI! TELINGAKU SUDAH PANAS MENDENGAR PUISI ALAY BIN LEBAY YANG TERUS KAU UCAPKAN SEJAK PUKUL TIGA DINI HARI!!”

Tapi karena Nisa selalu ingat bahwa Tuhan menyukai hamba-hamba yang bersabar, alhasil yang bisa Nisa lakukan sekarang adalah berpura-pura tersenyum manis dan menanggapi Nayla, smabil satu tangan meremas keras selembar kertas sebagai luapan emosinya.

“Dia, adalah lelaki tertampan yang pernah gue temuin seumur hidup!”

“Siapa dia?” Nisa lekas-lekas mengalihkan topik pembicaraan sebelum Nayla kembali kambuh dan membuat puisi ke tiga puluh tujuhnya kali ini.

“Nah itu masalahnya,” Nayla  mengubah ekspresi wajahnya, “Gue gak tahu siapa dia.”

“Ciri-cirinya seperti apa?”

Sebenarnya Nisa tidak terlalu yakin bahwa dia bisa membantu, tetapi pilihannya daripada telinganya kembali panas mendengar puisi pujangga karangan Nayla, lebih baik mereka membicarakan topik lain saja.

“Dia laki-laki, tinggi, putih, bahu tegap dan-“

“Aku paham Nona, tapi tidak bisakah kau mengatakan ciri-ciri yang lebih spesifik saja?”

“Sebentar, gue inget-inget dulu.” Nayla nampak berpikir, sampai akhirnya, sedetik kemudian, dia menatap Nisa dengan wajah sumringah, “Ah gue tahu. kemarin waktu gue liat, dia bawa sesuatu. Sebuah benda!”

“Benda apa?”

“Tongkat kayu berbentuk ular.”

“Apa?!”

Mata Nisa melotot, dia tak percaya apa yang baru saja didengarnya.

“Tongkat kayu? Berbentuk ular?” tanyanya memastikan.

“Iya. Pria itu terus menggenggam tongkat berbahan kayu, berukiran bentuk ular.”

Mendengar itu, ekspresi Nisa langsung berubah. Raut wajahnya sulit untuk dapat dibaca.

“Jauhi dia.” Kata Nisa pelan, namun penuh penekanan.

“Kenapa?”

“Karena lelaki itu-“ gadis itu nampak ragu, sebelum akhirnya melanjutkan, “Tak seindah seperti yang terlihat.”

****

Melihat huruf-huruf aneh di papan tulis, dan banyak orang di sekitarnya yang berbicara menggunakan bahasa yang tak ia pahami, membuat Nayla hanya diam di kursinya, tak tau harus melakukan apa.

Pagi tadi, setelah terkantuk-kantuk melaksanakan sholat subuh berjamaah di mesjid, Nayla diseret paksa Nisa untuk mengikuti kelas. Tak mau kembali mengecewakan kakeknya, dengan berat hati, Nayla mengajak kedua kaki kecilnya melangkah menuju ruang kelas.

“Ini boleh dibuka gak sih?”

Nisa melotot, dan Nayla sepenuhnya tahu bahwa pelototan gadis itu berati ‘Tidak.’

“Panas Nisa, gimana lo bisa bertahan di tengah cuaca terik dengan menggunakan kerudung lebar dan pakaian panjang?” Nayla tak berhenti mengoceh, setelah pagi tadi Nisa menyuruhnya menggunakan sementara gamis-gamis miliknya, sebelum Nayla mendapatkan pakaian yang lebih pantas yang katanya akan abah kirim secepatnya.

“Pakaian ini lebih baik daripada pakaian yang Nona pilih tadi.”

Masih lekat di ingatan, bagaimana hebohnya Nisa melihat Nayla yang akan menghadiri kelas dengan menggunakan sweater dan celana jeans. Sedangkan bagi Nayla sendiri, yang terbiasa dengan menggunakan pakaian minim yang seksi, memakai pakaian tertutup sangat amat bukan ‘style-nya’, pakaian ini sama sekali bukan gayanya.

“Tapi pakaian tadi juga panjang kan? Gak liatin aurat seperti yang lo bilang.”

Nisa menghela napas, mau tak mau, dia harus kembali melakukan ceramah singkat pagi ini.

“Pakaian itu memang panjang dan menutup aurat, tapi tidak sempurna. Pakaian itu masih menampakan lekuk tubuh Nona, dan itu bersebrangan dengan aturan pesantren maupun agama. Agama kita sangat menghargai perempuan Nona, sehingga-“

“Oke, Nisa, cukup, ayok kita pergi. Sepertinya aku lebih suka mengenalmu sebagai Nisa yang pendiam dibandingkan yang banyak bicara.”

****

Pletak!

“Awh!”

Nayla meringis ketika merasakan rasa sakit di area dahinya, membuatnya akhirnya tersadar bahwa sejak tadi, ia tertidur di dalam kelas. Nayla mencari tahu sumber rasa sakit itu sampai akhirnya ia mengambil sebutir kapur berwarna putih yang menjadi inti masalahnya.

“Anda kalau mau tidur, di pondok saja, jangan di kelas saya!” nada suara sinis membuat mata Nayla mengerjap.

“Selain mengganggu pemandangan, Anda juga menghalangi santri lain dalam memahami pelajaran saya!” dihadapannya, seorang wanita bertubuh sedikit gempal, dengan kacamata di matanya, tengah berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang dan mata melotot.

“Ma-maaf, Buk,” cicit Nayla pelan. Entahlah, namun aura mematikan yang dipancarkannya mampu menciutkan nyali Nayla untuk melawan.

“Kerjakan soal nomor 4!” tunjuknya pada papan tulis yang telah diisi banyak soal berbahasa arab.

“Cepat!”

Nayla tak bisa banyak membantah, bahkan untuk meminta bantuan Nisa di sampingnya pun, Nayla tak punya kesempatan.

Sejenak, Nayla membaca soal di hadapannya. Sial! Satupun tak ada yang Nayla paham. Jangankan paham, Nayla bahkan gak ngerti apa yang ditanyakan.

“Emm- yang nomor empat ini kan ya Bu?” Nayla mencoba mengulur waktu, dan memberi kode pada Nisa untuk menolongnya. Namun Nisa yang juga ketakutan, malah geleng-geleng kepala sambil memberi kode lewat tatapan mata, “Maaf Nona, aku gak bisa bantu, Ibu Guru duduk tepat di sampingku! Jika ketahuan aku menolongmu, bisa-bisa kau mendapat hukuman yang lebih berat.”

“Apa saya harus mengulangi perintah yang jelas-jelas tadi sudah kamu dengar?”

“O- i-iya Bu, baik, akan saya kerjakan.”

Nayla kembali berbalik, menatap penuh pengharapan pada soal itu dan berharap agar tiba-tiba dia mendapati suatu fakta bahwa dia adalah keturunan manusia super yang bisa langsung mengetahui apa arti kalimat berbahasa arab di hadapannya. Namun, berulang kali Nayla menutup membuka mata, Nayla masih tak paham artinya.

Otaknya benar-benar kosong. Tak tahu harus menjawab apa.

Kalau sudah begini, Nayla tak punya pilihan lain selain pasrah dan menjawab sesuai intuisinya saja. Maka, dengan harapan agar ibu gendut itu berbelas kasihan padanya, Nayla berbalik dan menjawab ragu-ragu.

“Jawabannya,” Nayla berpikir lagi, haruskah dia menjawab asal saja? Bagaimana jika nanti Nayla malah dipermalukan di hadapan orang-orang yang menatapnya seakan tak sabar menunggunya tercebur dalam lembah penghinaan.

Tapi mau digimanapun juga, Nayla benar-benar tak paham.

Akhirnya, dengan penuh keyakinan, Nayla menatap guru itu sambil menjawab dengan penuh percaya diri.

“45 Bu!”

Mendengar jawaban Nayla, mata guru itu melotot.

“Oh, salah ya Bu? Kalau begitu jawabannya pasti 60, ya hasilnya 60!” jawabnya lagi dengan penuh percaya diri seolah-olah yakin bahwa jawabannya adalah benar.

“Eh salah lagi ya Bu?” Nayla meringis lagi ketika melihat guru itu sampai bangkit dari singgasananya, dan menatap Nayla dengan wajah yang berubah menjadi merah padam.

“Kalu gitu, seratus deh? Atau seratus enam puluh enam? Oh, saya tahu Bu,” Nayla tersenyum, “Jawabannya pasti,” Nayla menjeda kalimatnya, “166,08 centimeter kubik!”

Krekk!

Bu guru itu tak mampu lagi membendung amarahnya. Demi menyalurkan emosi yang sudah sampai ubun-ubun, dia bahkan meremas sebuah kapur di tangannya sampai patah dan berubah menjadi butiran halus.

Di dalam hati bu guru, dia bertanya-tanya, siapa santri yang telah lancang mempermainkan dan mengolok-olok pelajaran kelasnya ini? Dan santri itu bahkan masih berdiri di sana, menatap guru dengan wajah senyum seolah tanpa dosa.

“Gimana Bu, benar kan jawaban saya. Pastilah orang saya ini kan pin-“

Brakk!

Kesabaran guru sudah habis, sampai di tak sadar memukul meja di sampingnya dengan tangan mengepal.

“Keluar!” desis guru penuh penekanan.

“Tap-tapi Bu?”

“SEKARANG?!!”

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 8: Calon Jodoh

    “Perjanjian Hudaibiyah. Seharusnya itu jawabannya,” Nisa menghela napas, tak tahu harus berbicara apa pada sahabatnya yang kini terus berjalan terpincang-pincang sambil terus menggosok-gosok dahinya yang sakit.Sebenarnya Nisa pun merasa kasihan, tak tega dia melihat Nayla yang dihukum berjalan jongkok mengelilingi lapangan sebanyak 3 putaran di tengah terik panas matahari siang tadi. Tapi, apa mau dikata, salahnya juga menjawab asal-asalan pertanyaan Bu Diah dan bermain-main dengan guru yang menduduki peringkat kedua teratas sebagai orang yang harus diwaspadai di pesantren Nurul Huda.“Mana gue tahu, soalnya aja gue gak ngerti,” Nayla cemberut. Dia sudah muak dengan semua kesialan yang terus mendatangi hidupnya akhir-akhir ini. Mulai dari skandal yang menjatuhkan karirnya sampai hancur tak bersisa, kemarahan Abah, sampai akhirnya dia terjebak di sebuah tempat antah berantah yang sangat ia benci ini.“Seharusnya Nona tahu, lagipula, siapa juga yang menjawab soal sejarah islam dengan j

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-03
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 9: Namanya Ustadz Zayyan

    “Kenapa bisa gini?” Nisa mengusapkan lagi kapas yang telah diberi obat merah ke lutut Nayla yang terluka.“Gue gagal masuk ke area itu,” jawabnya sambil meringis merasakan perih dan sakit di lututnya yang berdarah ketika obat itu bereaksi. “Area itu dijaga, malahan gue yang dimarahi.”Nisa menghela napas lelah. Se-tergila-gila itu kah sahabatnya sampai nekat melakukan segala cara untuk bisa mengejar lelaki itu? Tak tahukah Nayla bahwa obsesinya ini mungkin akan membuatnya berada dalam zona ‘bahaya’? Yang terpenting, tak sadarkah Nayla bahwa saat ini ia mengejar-ngejar manusia yang sebenarnya tak pantas mendapatkan cintanya? Manusia itu memiliki hati yang terlalu keras untuk bisa dipecahkan Nayla begitu saja. Dan gadis itu malah seakan memberi kesempatan, menyerahkan diri sendiri untuk dapat dihancurkan oleh lelaki itu.“Itu pondok khusus laki-laki, tentu saja dijaga. Mustahil santri lain, apalagi perempuan bisa masuk ke sana.”Nisa tak paham jalan pikiran Nayla. Sejauh ini, 20 tahun

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 10: Jodoh Itu Harus Setara

    Pagi ini, sekitar lima belas menit lagi menuju adzan pertama sholat subuh, Laila sudah berjalan dengan gagahnya menelusuri setiap jengkal pondok putri. Seperti tugasnya setiap hari, Laila akan melaksanakan pemeriksaan intensif dan berkala di seluruh area demi memastikan tidak ada santri lain sejenis Nayla yang bersembunyi dan bolos sholat subuh berjamaah. Tuk Tuk Tuk Ketukan sepatu boots berwarna coklat kebanggannya, nampak berbunyi setiap kali ia melangkah, seakan memberi peringatan bagi para santri yang berniat bolos, untuk jangan macam-macam dengan Laila. “Sepertinya sudah aman, lorong-lorong tempat persembunyian mereka pun kosong,” gumamnya pelan setelah meninjau area yang biasa digunakan para santri untuk bersembunyi. Merasa udara semakin dingin, Laila membenarkan posisi jasnya, sebuah jas dengan warna hijau neon yang mencolok, yang menjadi ciri khas dari si penanggung jawab keamanan pondok putri itu. Laila dikenal memiliki gaya berpakaian yang unik, dia lebih senang memadu

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-05
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 11: Pertemuan Pertama

    “Kita mau ke mana, Abah?”Belum sempat Nayla masuk ke kelas tadi, tiba-tiba gadis itu dikejutkan dengan suara abah yang memanggilnya. Tentu awalnya Nayla merasa senang, karena setelah dua hari perang dingin, akhirnya abah mau juga berbicara dengannnya.“Ke suatu tempat,” jawaban template itu lagi. ini sudah kali ke sekian Nayla mendapatkannya. Bukannnya apa-apa, hanya saja Nayla penasaran, ke mana abah akan membawanya pergi.“Apa Abah akan menghukumku lagi? Seingatku, aku tak melakukan kesalahan besar akhir-akhir ini,” Nayla mencoba mengingat-ingat lagi, barangkali akhir-akhir ini ia membuat satu tindakan yang secara tak sadar telah membuat abah marah dan kembali memberinya hukuman.Eh tunggu? Apakah ini soal Laila? Apakah dia yang mengadu pada abah soal kejadian kemarin?“Kalau soal Laila, Abah, aku udah baikan kok sama dia, jadi kumohon jangan menghukumku lagi.”“Laila? Kenapa Neng bawa-bawa namanya?”Jawaban bingung abah membuat Nayla tahu bahwa ini bukan tentang kejadian kemarin.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-06
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 12: Boleh Kupanggil 'Sayang'?

    “Sa.”“Sa-nya digigit.”“Tsa.”“Pinter,” pujinya sambil mengusap pelan puncak kepala Aisha.“Kalau ada huruf hiajiyah dengan bentuk mangkok dan tiga titik di atas, dibacanya bukan ‘sa’ tapi ‘Tsa’, pelafalannya diujung lidah. Mengerti?”Aisha mengangguk sambil tersneyum. Begitupun dengan seorang perempuan dewasa yang nampak duduk sambil terpesona melihat pemandangan indah di depan mata.Sejak satu jam lalu, sejak langkah kaki pertama Ustadz Zayyan masuk ke dalam kelas, sudah membuat wajah gadis itu berubah drastis. Dari yang tadinya sebal, kesal nan emosi, menjadi riang, gembira dan senyum yang senantiasa terpatri.Ya, bagaimana tidak senyum, jika tepat satu meter di depannya, sang pujaan hati yang sejak kemarin dia cari-cari akhirnya nongol sendiri di depan mata. Selain bisa melihat ketampanan sang pangeran, hal yang membuat hati Nayla seakan tengah mengadakan konser itu, adalah ketika melihat begitu lembutnya pria itu mengajari anak-anak belajar huruf hijaiyah.“Man mungkin lelaki se

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-08
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 13: Makcomblang

    Sebelum matahari menyingsing, sebelum sinarnya menyapa bumi, seorang gadis terlihat sudah duduk manis di atas sebuah kursi kecil berwarna merah muda. Dia nampak tak bisa diam, seakan tak sabar menunggu kelas pagi yang baru akan dilaksanakan sekitar satu jam lagi.Pagi tadi, sebelum menunggu penceramah selesai memberikan materi khusus seusai sholat subuh, Nayla ijin pergi ke kamar mandi, namun sampai sekarang, Nayla bahkan tak pernah kembali. Rupa-rupanya gadis itu malah kabur dan berlari menuju sebuah kelas bercat warna-warni dan plang di depan pintu bertuliskan:KELAS 1 A“Pokoknya aku harus jadi yang pertama, biar Ustadz Zayyan tahu kalau aku orangnya rajin dan disiplin,” Nayla bergumam kepada dirinya sendiri, “Aku gak sabar liatin tugas yang udah berhasil dikerjain, kira-kira pujian apa yang yang bakal dia kasih?”Sejak semalam, Nayla tak bisa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, yang terlihat hanya gambaran Ustadz Zayyan yang membuatnya seakan tak mau berhenti membayangkan tenta

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-09
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 14: Surat Cinta untuk Zayyan

    “Japar punya satu cara.”“Bagimana caranya?” tanya Nayla penasaran. Sepertinya, lama berada di tempat ini membuat otak Nayla agak tergeser sedikit, sehingga bodohnya dia percaya saja pada bocah kecil yang mengaku memiliki kemampuan magis untuk men-comblangkan pasangan.Japar celingak-celinguk, memastikan bahwa tak ada siapapun yang akan mendengar rencana brilian yang akan ia utarakan. Seakan sedang bertransaksi barang terlarang, Japar mendekatkan wajahnya sambil berbisik dan berkata,“Surat Cinta, itulah caranya.”****“Nis, kamu pernah buat surat cinta?” tanya Nayla di sela-sela kegiatannya yang tengah menghitung cicak di atap kamar. Sedangkan Nisa, yang siajak bicara, terlihat tengah sibuk memasukan pakaian-pakaian yang baru selesai di setrika ke lemari kecil di pojok ruangan.“Gak, aku gak pernah buat surat kayak gitu. Tapi-“ Nisa menghentikan kegiatannya sebentar, “Aku gak pernah kirim, tapi kayaknya aku pernah dapat beberapa.”Mendengar itu, Nayla yang tengah rebahan di kasurnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 15: Toa Masjid

    “Hadeuh, ini gak ada steak atau salad gitu?” Nayla kembali mengeluh ketika melihat menu makanan di atas piringnya.“Masa cuman makan sama tempe, sama sayur kangkung? Gak elit banget sih,” keluhnya lagi smabil melempar sendok dan garpu ke atas meja yang menghasilkan bunyi denting yang nyaring.“Jangan menghina makanan, Nona, seharusnya kita bersyukur masih diberi rezeki untuk makan, sedangkan masih banyak yang nasibnya tidak seberuntung kita, benarkan Aish?” ujar Nisa bijak sambil meminta persetujuan pada bocah kecil yang tengah asyik mengunyah tempe goreng di sampingnya.Dengan mulut penuh yang membuat pipinya tambah chubby, Aisha mengangguk sambil berucap, “Benar Kak, yang terpenting itu sehat, semua nutrisi terpenuhi. Bukan seberapa mahal atau murahnya makanan, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa tetep bersyukur dan mendapatkan keberkahan juga manfaat dari makanan yang kita konsumsi.”Nisa tersenyum, ia tak bisa menahan diri untuk tak mengusap pipi Aisha sebagai wujud perasaa

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-12

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 35: Namanya Juga Takdir

    Pukul 2 dini hari. Hujan sudah berhenti, menyisakan sepi dan angin dingin yang masih berlari ke sana sini. suasana sepi itu juga dirasakan oleh dua insan manusia yang tengah duduk berhadapan dengan kondisi pakaian yang sama-sama basah.“Untuk apa kamu ke sini?” Nayla bertanya ketus setelah hampir dua puluh menit lalu yang mereka lakukan hanya duduk diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.“Untuk menyelamatkanmu.”“Tapi aku gak pernah minta diselamatkan.” Jelas Nayla yang seakan memberitahu sosok lelaki di sampingnya bahwa dia sama sekali tak butuh bantuan dari siapapun.“Kamu memang gak minta, tapi Abah yang memerintahkan saya untuk menyelamatkanmu.”Nayla menghela napas dalam. Abah? Abah yang menyuruhnya untuk menemukan Nayla di Jakarta? Apakah sebenarnya apa yang dipikirkan Nayla tak sepenuhnya benar? Apakah sebenarnya masih ada seorang manusia yang masih menyayanginya, yaitu abah?“Saya masih gak habis pikir, kok kamu bisa-bisanya berpikir untuk loncat dan menjerumuskan dirimu

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 34: Sang Penyelamat

    “Ayok Nak, ikut Ibu,” wajah itu lambat laun membentuk sosok utuh perempuan cantik dengan rambut panjang dan kulit pucat. Dia terus tersenyum sembari mengulurkan tangannya untuk bisa digapai oleh Nayla.“Dunia memang jahat, kamu tidak seharusnya di sini. ayok ikut Ibu, bukannya kamu selalu rindu untuk bisa hidup denganku?”Nayla diam, membenarkan dalam hati. Yang dia katakan adalah benar, dunia terasa sangat jahat kepada Nayla. Tak ada satupun manusia yang bisa mengerti dirinya, bahkan Abah yang ia duga akan mengerti, sama saja seperti orang lain. Kekecewaan Nayla terhadap penolakan Ustadz Zayyan yang berlanjut kekecewaannya terhadap penghianatan Lily dan Jerry membuat kepala Nayla semakin kacau.Prasangkanya kepada Tuhan yang katanya selalu mencintai hamba-Nya, perlahan kabur, berganti menjadi rasa kecewa dan timbul pertanyaan, apakah Tuhan benar-benar baik seperti yang selalu dikatakan abah padanya?Kalau Tuhan m

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 33: Jembatan yang Sama

    “Totalnya jadi 76.000.”Nayla merogoh lagi saku gamis. Hanya tersisa uang lima puluh ribu di sana. semua yang terjadi benar-benar tak sesuai dengan ekspetasi. Mana tahu kalau kembali ke Jakarta membuatnya harus berada dalam situasi seperti ini.Selembar uang biru yang sudah lecek dan basah entah karena hujan atau air matanya, hanya itulah barang berharga terakhir yang ia punya. Salahkan juga Nayla yang merasa cukup kabur hanya dengan uang seratus ribu yang berhasil ia curi dari saku gamis abah. Lalu ke mana sisa lima puluh ribu lagi? uang itu sudah Nayla gunakan untuk menyogok sopir mobil bak yang sering membawa sayur ke pesantren, agar sopir itu bisa membawanya kabur kembali ke Jakarta.“Saya gak punya uang Pak, hanya sisa segini,” Nayla berbicara lemah. Seumur-umur dia tak pernah merasa se miskin ini. Dulu saat Nayla menjadi aktris, didompetnya tak ada lagi uang lain selain yang berwarna pink dan biru, tapi sekarang, bahkan uang tujuh p

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 32: Penghianatan Lily

    “Cassandra?” Jerry lah yang pertama kali bersuara ketika ia melihat seorang perempuan berdiri di balik ruang kerjanya.Di sana, sudah ada Nayla yang menatap geram pada kedua manusia bejat di hadapannya. Beberapa detik lalu, Nayla memutuskan ke luar dari tempat persembunyiannya dan hendak melabrak Jerry dan Lily.“Apakah benar itu kamu?”“Ya, ini aku, Cassandra Calista, manusia yang telah kalian hancurkan karirnya dan kehidupannya.” Suara Nayla bergetar hebat, dia sudah tak sanggup lagi bersuara ketika hatinya sedang terluka. Sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, Nayla berusaha setengah mati untuk tak terlihat lemah di hadapan Jerry dan Lily. Dia tak mau mereka merasa menang karena telah berhasil mengalahkan keteguhan hati Nayla.“Ini benar-benar kamu?” Jerry memastikan sekali lagi ketika melihat penampilan Nayla yang berbeda.“Kenapa kamu terlihat berbeda?” Cassandra yang dulu ia kenal tak mungkin berpenampilan seperti ini. Cassandra adalah tipe yang sangat mengerti tentang fa

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 31: Dalang di Balik Skandal

    “Apa kau ingat, Baby, saat kita membuatnya tak sadar dan berakhir di kamar hotel? Kita bahkan berhasil mengambil puluhan fotonya saat dia bersama lelaki tua yang kita sewa.”“Tentu saja, aku ingat waktu itu, satu foto barang bukti bisa kita jual seharga seratus juta lebih kepada banyak media.”Tawa itu semakin terdengar menusuk ke dalam hati Nayla. Di bawah sana, teapt di abwah meja, Nayla masih meringkuk sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat berharap agar suara-suara dan hinaan itu tak terdengar lagi olehnya.Beberapa kali, gadis itu bahkan mencubit lengannya sampai memerah dan mengeluarkan darah, berharap agar semua yang terjadi adalah mimpi buruk dan Nayla ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.“Yang paling aku ingat, Baby, saat wajahnya berubah sepucat mayat saat kakeknya yang kampungan itu datang ke klub dan menangkap basah cucunya yang sedang mabuk dan menari di atas lantai dansa. Aku bisa merasakan perasaan kecewa dari kakeknya itu ketika melihat cucu tersayangnya dal

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 30: Permintaan Abah

    Pintu itu tidak terkunci, membuat seorang gadis dengan gamis hitam dan jilbab panjangnya itu akhirnya berhasil masuk dengan mudah ke dalam ruangan bertuliskan ‘Ruangan Khusus Tuan Jeremy Nata Yudha.”Dengan satu niat kejahilan di kepala, Nayla memutuskan untuk bersembunyi di bawah meja milik Jeremy. Niatnya dia ingin mengagetkan kekasihnya itu dan memberikan kejutan kepadanya.“Pasti Jery bakal kaget liat aku ada di sini,” sembari terkikik, Nayla sengaja menarik lagi kursi geser agar menutupi tubuhnya yang jongkok di bawah meja.Tak lama menunggu, dapat Nayla dengar suara langkah kaki. Dari suara ketukannya, Nayla tebak bahwa yang datang mendekat bukan hanya satu orang melainkan lebih. Intuisinya mengatakan bahwa yang akan masuk ke ruangan ini adalah dua orang? Tapi siapa?Tiba-tiba terdengar suara pintu otomatis yang terbuka, disusul dengan suara seorang pria.“Gimana Baby, seneng gak kemarin waktu kita jalan-jalan ke

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 29: Hallo Lagi Jakarta!

    “Nama?”“Cassand- eh, Nayla. Nama saya Nayla Zahrana Putri.”Seorang perempuan dengan rambut disanggul rapi dan mengenakan jas kerja, nampak mengetikan sesuatu di layar komputernya.“Nona ingin menemui siapa?”“Jerry, Maksud saya Tuan Jeremy Nata Yudha,” suara Nayla terdengar gemetar ketika mengatakan nama itu. Jerry, adalah panggilan khusus untuknya kepada kekasihnya, Jeremy. Berbagai perasaan bercampur aduk di dalam hatinya, perasaan takut, ragu, pun perasaan rindu yang meledak-ledak. Rasanya sudah sangat lama ia tak bertemu bahkan bertukar pesan lewat handphone pun tidak pernah, setelah hp miliknya diamankan oleh Abah.Mata Nayla mengedar, menelisik setiap sudut interior dalam bangunan megah ini. Sudah terlalu lama dia meninggalkan gedung yang dulu sudah serupa rumah kedua baginya di Jakarta. Tentu saja, karena gedung ini adalah gedung tempat manajemen yang menanungi pekerjaan keaktrisannya selama di ibu kota.Semua ruangannnya masih sama, hanya saja interiornya yang agak sedikit b

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 28: Kabur

    Pukul 4 pagi, beberapa menit lagi menuju adzan subuh, Abah yang sudah terbangun dan tengah mengadu kepada Tuhannya di atas sajadah, dikejutkan dengan suara ketukan di pintu depan Bumi Ageung. Ketukan itu terdengar keras, dan berulang-ulang, menandakan ada sesuatu tak baik yang sedang terjadi.Terpaksa, lelaki tua itu bangkit dari sajadah berwarna marun dan menutup kitab Al-Quran di tangannya, lalu dicium sebelum diletakan kembali di atas nakas.“Abah! Abah!” suara dua orang wanita itu terdengar panik, terus menerus memanggil abah untuk segera ke luar dan menemui mereka.“Waalaikumsalam warahmatullah, sebentar,” dengan langkah tertatih, abah menuju sebuah pintu ukir berbahan kayu yang ia pesan langsung dari Jepara.“Siapa?” Abah membuka pintu itu, dan mendapati dua orang santrinya yang menatapnya dengan tatapan berbeda. Salahs eorang di antara mereka, seumuran dengan Nayla, cucunya, dan seorang lagi merupakan gadis kecil yang abah ingat beberapa kali melihat Nayla bersama dengan mereka

  • Mengejar Cinta Ustadz Galak   Bab 27: Satu Permintaan Sederhana

    “Saya mau Ustadz nikah sama saya.”Tiga detik berikutnya, hanya suara angin yang terdengar. Sepertinya Zayyan masih terkejut dengan permintaan aneh dari gadis itu sekaligus keberaniannya mengatakan kalimat konyol itu.“Itu permintaan saya, dan saya mau Ustadz tepati janji Ustadz kemarin.”“Saya tidak bisa,” kata-kata itu terlontar tegas dari bibir Zayyan, “Saya tidak bisa mengabulkan permintaan itu.” ulangnya lagi sembari melanjutkan langkahnya untuk menjauhi Nayla.“Kenapa?” Nayla tak akan menyerah semudah itu, dia terus mengejar dan mengikuti ke mana pun Zayyan pergi.“Kenapa Tadz, bukannya kemarin Ustadz udah janji?”“Tapi bukan permintaan seperti itu yang saya maksud!”“Kenapa? Bukannya itu hanyalah permintaan kecil yang bisa dengan mudah diwujudkan. Bahkan jika Ustadz setuju, kita bisa secepatnya melakukan pernikahan itu. Mau lusa? Besok? Atau sekarang pun saya siap, kita tinggal panggil penghulu dan-““TIDAK SEMUDAH ITU!” Zayyan tanpa sadar membentak Nayla. Emosinya tak bisa dik

DMCA.com Protection Status