Sheila mengamuk di dalam pantry seperti wanita yang tidak waras, ia terus menyalahkan Sarah atas penghinaan yang ia terima dari Luna. Jika bukan karena Sarah yang menghancurkan moodnya, ia tidak akan mungkin menggerutu di depan Luna dan dihina seperti itu. Sheila mengambil ponselnya dan mencoba mengubungi Barra, namun sayang panggilannya tidak kunjung dijawab oleh Barra. "Awas kamu Sarah, akan kubuat kamu kembali ke tempat asalmu dan membuatmu menjadi bahan tertawaan orang-orang!" ujar Sheila. ********Barra terbangun di siang hari saat netranya terpapar sinar mentari yang mulai menyeruak masuk ke ruang kerjanya, matanya mengerjap dan mencoba melihat waktu yang tertera di jam dinding ruangannya. Barra teramat terkejut saat mengetahui kalau waktu sekarang sudah hampir menjelang makan siang, ia bangkit dari sofa ruang kerjanya dan segera bergegas ke kantor tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu.Tidak hanya kesiangan, ia bahkan juga mungkin akan terlambat menghadiri rapat penting yang
Julian memasuki coffeshop dengan sebuah buket bunga besar di tangannya untuk Sarah, begitu mendapatkan kabar kalau Sarah berhasil mendapatkan kontrak kerjasama tersebut Julian segera bergegas pergi untuk memberikan selamat secara langsung. "Congrats Sarah! you're great!" ucapnya seraya menyerahkan buket bunga di tangannya. "Thanks, Julian. Semua juga berkat kamu yang memberitahukan aku taktik agar bisa mendapatkan kontrak ini," "No, Sarah. Ini semua murni hasil kerja kerasmu, aku hanya memberikan sedikit teori dan kamu yang berjuang." "Baiklah, silahkan diminum. Aku sudah memesan kopi kesukaanmu, maaf jika aku lebih memilih bertemu di luar karena-" "It's okay Sarah, di kantor atau disinipun tidak masalah." sela Julian. Sarah mengangguk pelan, ia kembali menatap kertas kontrak yang pertama kali ia tanda tangani dengan rasa bangga. "Sarah," panggil Julian. "Ya Julian?" "May I know the problem that happened between you and Barra?" tanya Julian hati-hati. Sarah menunduk seraya m
Demi mendapatkan ketenangan, Sarah membooking bagian balkon restoran khusus untuknya seorang diri. Dari lantai tiga ini, Sarah bisa melihat seluruh pemandangan kota juga langit malam yang cukup cerah dengan bulan sabit bersinar terang. Sarah memesan cukup banyak menu, tapi mirisnya ia hanya seorang diri disini. Sarah melihat kearah bagian dalam restoran yang dipenuhi oleh orang-orang, entah yang bersama keluarganya, rekan kerja atau pasangan mereka. Selintas Sarah menyesali keputusannya karena sudah menyewa balkon ini untuk dirinya sendiri, jika saja ia memilih kursi di dalam sana sudah pasti ia tidak akan kesepian seperti ini. Sarah membuka ponselnya karena sebuah alarm pengingat terus berbunyi dan membuatnya terganggu, namun yang terjadi selanjutnya adalah air mata Sarah mengalir deras kala melihat catatan yang tertera di alarm tersebut. 'Happy b'day Ma Bestie, Helena!' Sarah menggenggam erat ponselnya, mengigit bibirnya sekuat mungkin untuk menahan sakit di dadanya. Seandainy
Sarah memberhentikan mobilnya di sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal di kota ini, namun sebelum masuk ke hotel Sarah lebih dulu pergi ke toko pakaian untuk membeli beberapa setel pakaian karena ia tidak membawa satupun pakaian ganti. Begitupun Julian, meskipun sebenarnya ia tidak butuh pakaian ganti karena ia bisa tidur hanya dengan menggunakan bokser namun ia tetap membeli pakaian demi bisa berjalan lebih lama dengan Sarah.Beberapa pasang mata memperhatikan mereka lekat, mereka berdua nampak cocok satu sama lain apalagi beberapa kali Julian membantu Sarah yang nampak kelelahan saat membawa barang. Sarah dan Julian yang memang sedang fokus berbelanja tidak memperhatikan tatapan orang-orang, dan mereka juga tidak ambil pusing dengan omongan orang lain tentang mereka meskipun itu perkataan yang baik."Ini akan jadi berita yang bagus, istri dari pengusaha terkenal selingkuh dengan pria asing dan menginap di hotel yang sama malam-malam seperti ini." ujar pria yang memotret Sara
"Kemana kakakmu! kenapa dia tidak datang ke rumah sakit!" "Tidak tau bu, biar Claudia hubungi dia." Claudia menyingkir beberapa meter dari Arista untuk menghubungi Barra, namun berkali-kali ia mencoba menghubungi Barra panggilannya selalu saja di tolak oleh Barra. Bahkan pesan yang Claudia kirimkan hanya dibaca saja olehnya, karena kesabaran Claudia sudah habis terpaksa ia menelpon salah satu penjaga rumah untuk mengetahui apa yang sedsng Barra lakukan di rumah. "Maaf nona Claudia, saya tidak bisa mengetahui dengan jelas apa yang sedang tuan Barra lakukan karena tuan Barra sedang berada di dalam kamar utama dengan Sheila.""Dobrak pintunya! istrinya sedang di rumah sakit karena ulahnya dan dia malah enak-enakan di rumah dengan wanita ular itu!" titah Claudia. Penjaga rumah itu nampak kebingungan, bagaimana bisa ia mendobrak pintu kamar Barra sedangkan telinganya mendengar suara rintihan Sheila. "Maaf nona, saya akan berusaha nanti. Saya tidak bisa mendobrak pintu kamar tuan Barra
Sarah mengerjapkan kedua matanya setelah obat bius yang berada di tubuhnya mulai menghilang dan kesadarannya memulih, dalam keadaan yang masih setengah linglung Sarah mencoba mengingat lagi apa yang sudah terjadi padanya sebelum ini. Sensasi rasa dingin menjalar dari ujung kepala hingga kakinya, membuat Sarah menggigil luar biasa hingga giginya bergemertak kencang. Sarah melirik ke sekitarnya yang nampak sepi dengan bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam hidungnya, setelah beberapa detik mencerna Sarah akhirnya menyadari kalau saat ini berada di rumah sakit. "Akh!" pekik Sarah ketika merasakan sakit di perutnya saat hendak bangkit. Sarah menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Perutnya rata dengan luka perban di bagian bawah, Sarah memang belum pernah melahirkan sebelumnya namun ia tau persis apa yang sudah terjadi kepadanya saat ini. "Sarah, kamu sudah bangun nak?""Ibu, anak Sarah mana? dia selamat kan bu?" tanya Sar
Sheila baru kembali di malam hari setelah jam makan malam terlewati, di ruang keluarga tepatnya di depan perapian Barra kini tengah duduk sembari memegang gelas wine di tangannya. Pantulan cahaya dari api yang berada di perapian membuat siluetnya nampak tegas dan menawan, wanita manapun pasti sulit menolak pesonanya yang begitu memukau saat ini. "Darimana saja kamu Sheila?" tanya Barra tenang. "Ehm, aku habis dari rumah teman. Kami sudah lama tidak bertemu jadi aku sampai pulang larut malam seperti ini," jawab Sheila seraya berusaha menyembunyikan kegugupannya. Barra bangkit dari kursi dan berjalan menghampiri Sheila, ia mendekatkan dirinya ke arah Sheila dan mencium ceruk leher Sheila perlahan. Samar, tapi Barra bisa pastikan bahwa tercium aroma parfum murahan pria yang tertinggal di ceruk leher Sheila. "Barra, aku mau mandi dulu. Aku gerah sekali," ucapnya seraya mendorong tubuh Barra menjauh. "Aku juga belum mandi, mungkin kita bisa membersihkan diri bersama-sama." Belum juga
Hampir dua minggu berlalu, keadaan Sarah sudah mulai pulih seperti sedia kala begitu pula psikisnya meskipun masih tetap merasa sedih dan kehilangan namun Sarah sudah mulai bisa lebih ikhlas sekarang. Sarah sadar bahwa berlarut-larut dalam kesedihan tidak ada gunanya, yang terpenting sekarang adalah ia mendoakan anaknya agar bahagia di sisi Tuhan sampai Sarah bisa menyusulnya nanti. Selama hampir dua minggu kantor berjalan dengan lancar berkat Gabriel, Sarah memandatkan semua pekerjaan kepada Gabriel karena Barra dipindah tugaskan untuk memantau cabang Amethyst di kota lain sampai dua hari mendatang. Sheila juga tidak banyak bertingkah selama beberapa hari belakangan ini, namun tindakannya selalu mencurigakan saat bersama dengan Anthony. Tidak hanya Sarah yang menyadarinya, namun semua karyawan juga tapi tidak ada yang berani menegurnya karena Sheila selalu mengelak dan playing victim. Dua hari lagi sidang perceraian Sarah dan Barra akan dimulai, bertepatan dengan kembalinya Barra d