“Aku tak habis pikir, ternyata kau masih punya muka untuk datang kerumah ini tuan muda Xaviero,” ejek Lucas menatap remeh pada Allarick yang berdiri di depannya.
“Aku ingin bertemu Elle kak. Dia hanya salah paham, dan aku akan menjelaskan yang sebenarnya.”
“Siapa yang datang kak? Kenapa tidak di ajak masuk?”
Lucas dan Allarick sama-sama menoleh ke arah belakang di mana suara Karina itu berasal. Keduanya saat ini memang sedang berdiri di depan pintu. Tadi Allarick datang bertepatan dengan Lucas yang keluar hendak bermain catur dengan security di pos.
“Kenapa kemari?” tanya Karina dengan ketus.
“Al ingin bertemu Elleza, ma. Semua tidak seperti yang dia pikirkan, begitupun dengan kalian.”
Karina menatap putra sulungnya seakan meminta pendapat. Walaupun sebenarnya ia ingin mengusir Allarick pergi dari sini, namun di saat bersamaan ia juga ingin tau apa sebenarnya permasalahan yang membuat Elleza senekat itu memutuskan pertunangan sepihak.
Lucas mengangguk pada mamanya, lalu pergi ke taman belakang dimana sang adik sedang berada di sana dengan papanya.
“Elle.”
Adam dan Elle yang sedang melukis bersama menoleh pada Lucas, Elle sudah akan bertanya pada kakaknya namun ia seketika terdiam saat Allarick muncul dari balik punggung Lucas.
“Kenap-“
“Bicarakan masalah kalian baik-baik. Papa lanjutkan melukisnya nanti saja,” potong Lucas dengan cepat.
Adam mengangguk lalu meletakkan peralatan lukisnya. Sebelum meninggalkan taman, ia mengecup kening Elleza dan mengusap pundak putrinya pelan.
“Jangan macam-macam pada putriku,” peringatnya saat melewati Allarick.
***
Setelah keluarganya pergi, Elleza kembali duduk dan melanjutkan acara melukisnya tanpa menghiraukan Allarick yang berjalan mendekat padanya. Pria itu duduk si samping, di kursi yang sebelumnya di tempati Adam dengan menghadap pada Elleza.
“Bisa kita bicara Elle?”
Suara lirih Allarick itu membuat Elleza bergetar, namun ia berusaha mengendalikan dirinya. Mencelupkan kuas pada cat air, Elleza kembali menggores kanvas yang sudah mulai memperlihatkan pemandangan yang indah.
“Silahkan. Jika sudah selesai, segera pergi,” ucapnya tanpa menoleh. Allarick mengangguk pasrah, setidaknya Elleza masih mau mendengarnya.
“Kau salah paham Elle, yang kau lihat malam itu tak seperti yang kau pikirkan.”
Elleza masih diam dan melanjutkan kegiatannya, namun Allarick yakin kalau gadis itu mendengarkan apa yang ia katakan.
“Saat itu dia memanggilku, aku mengira itu kau karena saat itu aku sudah menunggu kedatanganmu. Namun saat aku berdiri dan berbalik, dia langsung memelukku. Aku berusaha melepas pelukannya, tapi setelah terlepas dia malah menciumku. Aku berusaha melepaskan ciumannya Elle. Mungkin karena posisiku yang membelakangimu, kau tak melihat semuanya secara jelas.”
Tak
Kuas yang semula di genggam erat oleh Elleza untuk menyalurkan emosinya, kini ia letakkan dengan kasar di meja. Ia menoleh, menatap dalam pada manik hazel Allarick.
“Jadi, kau berusaha melepasnya saat itu?” tanyanya, Allarick mengangguk cepat.
Elleza tertawa, “Ya, kau memang melepas ciuman dan pelukan itu setelah puas. Begitu kan maksudmu?” sindirnya.
“Tidak Elle. Aku benar-benar berusaha melepaskan pelukan dan ciuman Laura!”
Melihat Allarick yang tersulut emosi hingga bangkit dari duduknya, Elleza pun ikut berdiri. Ia bersidekap dada, lalu mendongak menatap Allarick yang jauh lebih tinggi darinya tanpa takut.
“Apa sekarang kau jadi selemah itu Al? Apa tenaga seorang mantan atlet taekwondo yang pernah memenangkan beberapa medali emas saat masih sekolah hingga kuliah, tak mampu melepas pelukan seorang perempuan? Bukannya tak bisa, tapi kau menikmatinya Al. Kau terlena dengan ciuman dan pelukan itu hingga kau tak punya tenaga untuk sekedar melepasnya!!” sentak Elleza.
“Bahkan dulu aku mampu menarik dan menyeretnya saat dia memeluk dan menciummu di depan mataku!!” Elleza mendecih sinis.
“TIDAK!!”
“Aku bersumpah, aku tak menikmatinya Elle. Tolong jangan seperti ini.” Allarick memelankan nada bicaranya.
“Aku berusaha melepas tanpa mengasarinya, bagaimanapun dia perempuan Elle. Tapi pada akhirnya aku tetap kasar karena aku mendorongnya.”
Apa yang di katakan Allarick itu membuat Elleza gamang. Mengenal Allarick beberapa tahun membuatnya tau bagaimana sifat laki-laki itu. Allarick adalah orang yang tidak pernah bermain fisik pada perempuan. Dulu walaupun pria itu selalu ketus dan berbicara kasar padanya, tapi pria itu tak pernah sekalipun kasar secara fisik.
Namun tetap saja, untuk melepas pelukan Laura yang manja dan lemah gemulai itu, seorang Allarick yang memiliki postur tubuh tinggi besar tak perlu mengeluarkan tenaga bukan?.
“Lalu, apa ada bukti yang mendukung pembelaanmu itu Allarick?”
Pertanyaan Elleza itu membuat Allarick menegang. Seketika kekesalannya kembali memuncak saat mengingat bahwa cctv yang ada di restoran itu sedang rusak ketika salah paham itu terjadi. Ia merasa seolah semesta mendukung putusnya pertunangan mereka.
“Tak bisa menjawab, huh? It’s okay, itu tidak penting. Kau bisa pergi sekarang.”
Allarick menggeleng, “Aku sudah berusaha mendapatkan cctv restoran saat kejadian itu Elle. Namun mereka mengatakan kalau saat itu cctv sedang rusak, dan baru di perbaiki saat restoran sudah tutup hari itu,” jelasnya.
Elleza mengangguk, “Ah, begitu? Baiklah, silahkan pergi.”
“Kau tak benar-benar memutuskan pertunangan kita kan Elle? Aku benar-benar minta maaf sudah membuatmu kecewa untuk kesekian kalinya.”
Allarick mengeluarkan cincin pertunangan mereka yang di tinggalkan oleh Elleza semalam dari sakunya, lalu berniat memakaikan kembali pada jari manis Elleza. Baru akan meraih tangan Elleza, gadis itu terlebih dulu menolak.
“Sama seperti kau yang tak bisa menemukan bukti untuk meluruskan ‘salah paham’ yang kau maksud itu, aku juga tak menemukan alasan untuk ‘mempertahankan’ pertunangan ini Allarick.” Setelah mengatakan itu, Elleza pergi meninggalkan Allarick yang mematung.
Elleza kembali memasuki rumah, melewati orang tua dan kakaknya yang ternyata mengintip permbicaraan mereka di balik kaca besar yang menjadi sekat antara taman dengan ruangan, tanpa menoleh sedikitpun.
Sedangkan Allarick melemas, ia jatuh terduduk di kursi dengan menggenggam erat cincin yang begitu indah itu sambil menepuk pelan dadanya yang terasa sesak. Kehilangan Elleza ternyata berdampak seburuk ini pada hati dan perasaannya.
“Sepertinya Allarick benar-benar sudah mencintai, Elle.” Karina bergumam dengan menatap sendu Allarick.
“Allarick dan karmanya. Cukup menarik,” ucap Lucas tersenyum smirk.
***
Disisi lain, seorang wanita tersenyum culas. Di tangannya terdapat segelas red wine, yang kemudian ia teguk dengan penuh kenikmatan.
“Kau kelihatan bahagia sekali Laura, bahkan meminum wine di siang bolong.”
Laura terkekeh, “Ah, apa terlalu jelas?” tanyanya yang dibalas gelengan heran si lawan bicaranya.
Sungguh, mengingat tatapan hancur dan terluka si gadis perebut bernama Elleza itu membuatnya sangat puas. Siapa sangka, ia yang semalam pergi ke restoran itu untuk menemui ‘pelanggan’ nya, malah lebih dulu bertemu dengan Allarick, mantan ladang uangnya yang bodoh.
Ketika melihat Allarick, ia berniat untuk menggoda pria itu agar kembali terpesona padanya. Namun saat pelukannya di lepas secara paksa, ia melihat kedatangan Elleza di balik punggung Allarick. Tak ingin menyiakan kesempatan untuk menghancurkan hubungan mereka, ia dengan cepat mencium bibir Allarick yang manis. Dan voila, gadis itu pergi dengan kesalahpahaman.
“Sepertinya kali ini aku akan bermain peran . Apa kau bisa mengajariku bagaimana menunjukkan raut penyesalan, Ghea?” Ia kembali bertanya pada Ghea, teman yang saat ini bersamanya.
“Apa yang akan kau lakukan?”
Laura meletakkan gelasnya di meja, “Tentu saja merebut Allarick kembali. Dia terlalu kaya dan tampan untuk di sia-siakan begitu saja.” Wajah tampan Allarick terlintas dalam bayangannya.
“Dia sudah tau kelakuan ‘nakal’ dan niat burukmu padanya kalau kau lupa.”
Ejekan temannya itu membuat Laura semakin tertawa, “Kau benar. Maka dari itu aku bertanya padamu bagaimana cara menunjukkan raut penyesalan, Ghea. Mulai sekarang aku akaan lebih berhati-hati saat ‘bermain’agar dia tak mengetahuinya. Walau dia pintar, tampan, dan kaya raya, namun dalam urusan percintaan dia sangat bodoh,” ucapnya dengan tawa semakin menggelegar.
***
“Saya yakin kalian sudah mendengar akar permasalahan kami. Sama seperti Elleza, saya yakin kalian juga tidak mempercayai ucapan saya karena tidak adanya bukti. Namun saya berani menjamin kalau yang terjadi saat itu benar-benar hanya salah paham.” Allarick menatap Karina dan Adam yang duduk di depannya. Lucas tidak ada, karena dia memilih menyusul adiknya untuk menenangkan.
“Saya tidak bohong saat saya mengatakan akan belajar mencintai Elle. Dan ya, saya sudah mencintainya. Saya menerima keputusannya untuk mengakhiri ikatan ini, namun untuk menjauhinya tidak akan saya lakukan. Setelah ini saya akan sering berada di sekitar Elle dan kalian, bukan sebagai tunangannya melainkan sebagai laki-laki yang berupaya mendekatinya dan menjadikannya sebegai milik saya,” ucapnya dengan tegas tanpa ragu.
Kedua orang tua Elleza itu menatap takjub pada Allarick. Selama mengenal laki-laki itu, baru kali ini mereka mendengar kalimat sepanjang itu keluar dari bibirnya.
“Tolong jangan sakiti putriku lagi Al. Selama ini dia sudah terlalu banyak menelan rasa sakitnya sendirian dalam memperjuangkan cintanya padamu,” pinta Karina sendu.
Bagaimanapun ia tak bisa melarang seorang laki-laki yang ingin mendekati putrinya tanpa niat jahat. Selama ini banyak sekali laki-laki yang berusaha mendekti putrinya itu, dan ia tak pernah menghalangi. Elleza sendirilah yang memilih Allarick sebagai orang yang dia cintai.
“Jangan terlalu banyak bicara, buktikan dengan tindakan!!” tegas Adam.
Allarick mengangguk, “Ah ya, satu lagi. Tidak ada yang bisa menghalangi saya, termasuk kak Lucas atau papa.” Ia menatap Adam dengan sorot tajam, khas seorang keturunan Xaviero yang arogan dan keras.
Dengan langkah lebar dan pandangan lurus ke depan, Allarick Xaviero berjalan santai memasuki gedung perusahaannya. Kantung mata laki-laki itu menghitam, wajahnya tak sesegar biasanya, namun tetap saja ketampanan seorang tuan muda Xaviero itu tak berkurang.Para karyawan yang berlalu lalang membungkuk dengan segan padanya. Si bos yang akhir-akhir ini sangat murah senyum itu, hari ini terlihat begitu dingin dan suram. Dan mereka memilih untuk menghindar daripada terkena masalah.“Arick.”Panggilan itu mengalihkan perhatian Allarick. Ia cukup terkejut saat melihat Laura dengan berani menunggunya di lobby, bahkan wanita itu kini berjalan mendekatinya.“Arick.”“KENAPA KALIAN MEMBIARKAN WANITA INI MASUK, HAH?!” Teriaknya murka, ia mengedarkan pandangannya menatap pada para karyawan, sesaat kemudian security berlari mendekat.Laura memegang tangan Allarick, “Arick, aku mohon bantuan kamu. A-aku, aku butuh pekerjaan Arick. Tidak bisakah kamu kasih aku pekerjaan? Aku nggak tau lagi harus mint
Suara pecahan serta benda-benda jatuh masih terus terdengar di ruangan Allarick. Sepeninggal Lucas dan Elleza, pria itu langsung kembali ke ruangannya dan membanting barang-barang yang ada di ruangannya untuk melampiaskan emosi. Brakk Kepalan tangan Allarick kembali menghantam meja. “Arghhh kau tidak bisa melakukan ini padaku Elle!! Kau tidak bisa pergi dariku!!” teriaknya. “Kau sudah masuk ke dalam hidupku dan berhasil membuatku jatuh padamu. Untuk itu, kau tak akan pernah bisa pergi semaumu, Elle. Kalau dengan cara halus kau tetap keras kepala, maka aku akan menggunakan cara kasar dan licik untuk membuatmu kembali padaku,” lanjutnya dengan seringai tipis. Laki-laki itu mulai tenang, ia beranjak ke arah sofa dan mendudukkan diri. Tangannya terjulur ke arah laci kecil di samping sofa untuk mengambil sesuatu yang ia simpan di sana. Glek Pria itu menenggak minuman alkohol langsung dari botolnya, “Ah, hanya kau yang bisa membuatku mabuk di jam kerja seperti ini, Elle.” Allarick terk
Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Elleza yang kalap berbelanja sebanyak itu. Ia melirik ke arah kasir yang sedang meghitung belanjaan Elleza, lalu beralih menatap tangannya yang hanya memegang satu celana dan satu crop top.“Ini. Sekalian dengan belanjaan mereka.”Baik Tamara maupun Elleza— yang semula menatap ponsel langsung menoleh bersamaan saat mendengar suara yang familiar di telinga mereka. Pria itu—Allarick, berdiri di samping Elleza dengan tangan kanan menyodorkan black card pada kasir.“Tidak usah. Saya bayar sendiri,” kata Elleza tanpa menatap Allarick.Kasir itu nampak kebingungan karena ia telah menghitung total belanjaan Elleza, beserta baju anak yang di beli Allarick, hanya tinggal milik Tamara saja yang belum.Dengan tatapan matanya, Allarick memberi kode pada salah satu karyawan yang berada di dekat Tamara untuk mengambil belanjaan gadis itu agar sekalian di hitung. Tentu saja, Tamara tak menolak. Gadis itu justru menyesal karena hanya berbel
Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
Terlampau jengah dengan perdebatan mengenai status pertunangannya, kini Elleza memilih untuk bersikap masa bodoh. Toh hidupnya bukan hanya sekedar tentang hubungan percintan saja, masih banyak hal lain yang harus di pikirkan.Walaupun kini hidupnya tak tenang lantaran ulah Allarick yang selalu saja mempunyai cara untuk mendekatinya, tapi tak apa. Setidaknya dengan begini, laki-laki bajingan itu bisa merasakan bagaimana berada di posisinya.Sejatinya, memperjuangkan cinta bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Hubungan yang ada di antara dua orang, harus di perjuangkan oleh keduanya. Dengan demikian, maka cinta itu akan lebih kuat dan bertahan dari berbagai goncangan.Selama ini, bertahun-tahun Elleza hanya berjuang dan mencintai sendirian. Elleza berusaha membuat hati Allarick yang sekeras batu itu melunak. Di tengah penolakan dan sikap buruk Allarick, Elleza tetap teguh pada pendiriannya untuk bertahan.Mungkin bisa di katakan, saat ini menjadi titik lelah bagi seorang Elleza. Ia yan
"Lepas!""Kenapa kau masih mengikutiku terus, hah?" Elleza meneriaki Allarick setelah menghempaskan tautan tangan pria itu dari tangannya.Allarick berdecak malas. "Aku tidak membawa mobil, Elle. Tadi pagi aku kemari bersama Lucas," jelasnya seraya melirik ruangan Lucas."Ya sudah! Kalau begitu sana kamu ke ruangan kak Lucas. Kenapa mau ikut ke ruanganku lagi!"Gadis itu berusaha mendorong Allarick yang bersandar di pintu ruangannya, tapi tentu saja tak berhasil. "Tidak mau. Aku akan ikut pulang bersamamu nanti," tolak Allarick."KAU!!!"Elleza meremas kedua tangannya di depan Allarick, serta menggertakkan giginya untuk menahan emosi. Apalagi saat melihat wajah tanpa dosa pria bajingan itu! Rasanya Elleza ingin mengulitinya hidup-hidup!"Ck, kalian ini. Bukankah kalian baru saja bermesraan di depan wartawan? Kenapa sekarang bertengkar lagi?" Sepasang mantan tunangan itu menoleh bersamaan, dan mendapati Lucas berada di depan ruangannya sambil bersidekap dada."S-siapa yang bermesraan
Allarick terkikik geli lantaran Elleza menunjukkan ekspresi sebal. Gadis itu seolah tak bisa mengelak bahwa apa yang dikatakan Allarick memang benar. Lihat saja cara berjalannya yang cepat dan dihentak hentakkan, persis seperti anak kecil yang tengah merajuk."Elle, tunggu aku." Allarick meraih tangan kiri Elleza dari belakang.Gadis itu berhenti, tepat di depan pintu cafe. Ia menolehkan kepala dan menatap sengit Allarick. Bukannya langsung melepas pegangannya, Allarick malah abai dan mengangkat ponselnya yang berdering dengan tangan kiri tanpa melepas tangan Elleza."Ada apa? Aku tidak akan ke kantor hari ini," ucapnya pada Gwen di seberang.(Aku juga tak mengharapkan kau kemari, dasar tidak berguna! Kau dimana sekarang?)Allarick mengerutkan alis. "Aku ada di cafe dekat kantor Elleza. Kalau tidak penting, aku tutup. Mengganggu saja," dengusnya.(Apa kau tak memeriksa ponselmu, hah?)Ponsel yang semula tertempel di telinga, segera Allarick jauhkan saat Gwen tiba-tiba berteriak."Ada
"Kau mau apa, Elle?"Oh shit! Mata Elleza membola begitu mendengar pertanyaan Allarick yang terkesan mengejek. Lihat saja, bibir pria itu pun tertarik hingga membentuk smirk yang memuakkan.Allarick yang semula hanya menolehkan kepala, kini membalikkan badannya ke arah Elleza."Ah, jangan bilang kau ingin..." ucap Allarick gantung, tapi berhasil membuat Elleza naik pitam saat melihat gesturnya yang menyilangkan tangan di depan dada.BughElleza memukul pundak Allarick menggunakan tasnya agak keras hingga laki-laki itu mengaduh."Aku tidak mesum sepertimu!" Bentak Elleza."Lalu?""Ekhm, aku ingin kamu pergi dari sini. Merusak pemandangan, kau tahu?"Daripada semakin hilang kendali menghadapi pria semacam Allarick, Elleza segera berbalik menuju pintu keluar.Sialan! Gara-gara pria itu jam makan siangnya yang berharga harus terbuang beberapa menit dengan percuma.Tingkah Elleza itu lagi-lagi terlihat menggemaskan di mata Allarick hingga membuatnya menahan tawa."Bilang saja kau ingin men
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari