Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Elleza yang kalap berbelanja sebanyak itu. Ia melirik ke arah kasir yang sedang meghitung belanjaan Elleza, lalu beralih menatap tangannya yang hanya memegang satu celana dan satu crop top.
“Ini. Sekalian dengan belanjaan mereka.”Baik Tamara maupun Elleza— yang semula menatap ponsel langsung menoleh bersamaan saat mendengar suara yang familiar di telinga mereka. Pria itu—Allarick, berdiri di samping Elleza dengan tangan kanan menyodorkan black card pada kasir.“Tidak usah. Saya bayar sendiri,” kata Elleza tanpa menatap Allarick.Kasir itu nampak kebingungan karena ia telah menghitung total belanjaan Elleza, beserta baju anak yang di beli Allarick, hanya tinggal milik Tamara saja yang belum.Dengan tatapan matanya, Allarick memberi kode pada salah satu karyawan yang berada di dekat Tamara untuk mengambil belanjaan gadis itu agar sekalian di hitung. Tentu saja, Tamara tak menolak. Gadis itu justru menyesal karena hanya berbelanja sedikit. Kalau tau semua belanjaannya akan di bayar orang lain dengan cuma-cuma, maka ia akan berbelanja sebanyak mungkin.“Tamara!” peringat Elleza, menatap Tamara dengan garang.“Tidak apa Elle, lumayan uangku tidak berkurang.” Tamara berbisik.Hell, kemana perginya seorang Tamara yang tadi menolak untuk menggunakan credit card milik Lucas dengan dalih uangnya masih banyak untuk berfoya-foya.Merasa di remehkan Allarick, Elleza segera mengeluarkan kartunya dari dompet untuk membayar. Namun, ternyata ia kalah cepat karena kasir itu sudah selesai, bahkan sudah mengembalikan black card milik Allarick.“Nanti aku-“Ucapan Elleza terpotong saat Allarick menerima panggilan di ponselnya. Pria itu segera menaruh kembali black card ke dalam dompetnya, kemudian mengangkat panggilan tanpa repot berpindah tempat.“Uncle Al!!”Elleza terdiam saat mendengar suara bocah yang ia kenal, sedangkan Allarick secara alami menyerongkan badannya sehingga Elleza terlihat di kamera.“Wah ada my princess Elleza juga!!” Pekik bocah itu saat melihat Elleza.Dengan kikuk Elleza melambaikan tangannya ke arah bocah yang sedang melakukan panggilan video dengan Allarick itu sambil tersenyum.“Hallo Jayden. Aunty miss you so much.”“Ahaha i know. Wajah tampanku ini memang sangat susah untuk di lupakan, my princess,” kata Jayden tersenyum sombong.“Jangan sok kau, dasar bocah!!”Senyum Jayden luntur, berganti dengan pelototan. “Uncle jadi kemari atau tidak? Aku tidak mau lagi bertemu uncle kalau kali ini berbohong lagi!” ancam bocah itu menatap Allarick galak.“My princess, segera seret pengawalmu yang jelek itu kemari.”Allarick memutar bola matanya malas. Keponakannya itu memang sangat menyebalkan!! Apalagi panggilan bocah itu kepada Elleza yang sangat norak, membuatnya kesal setengah mati.“Kau terlalu banyak menuntut, dasar bocah!! Lihat ini, aku bahkan harus repot-repot membelikanmu pakaian!!” Seru Allarick menunjukkan paper bag nya pada Jayden.“Itu harus, karena aku tidak menerima tamu yang datang dengan tangan kosong. Sudahlah, jika dalam waktu satu jam uncle dan my princess tidak datang, aku akan marah!!” Bocah tengik itu mematikan panggilan setelah memberi ancaman.Allarick mendengus sebal, tapi diam-diam ia menahan senyum karena keponakan kecilnya itu ternyata sangat bisa di andalkan.***“My princess, i miss you so much. You’re so beautifull as always.”Elleza tergelak, membalas pelukan erat Jayden pada lehernya. Bocah itu kini malah mengecupi pipinya berkali-kali.“Cemburu, heh?!” Ledek Richard—suami Gwen pada Allarick yang menatap tidak suka pada Elleza yang sedang berlutut dan berpelukan dengan Jayden.“Singkirkan bocah kecilmu itu dari gadisku, bodoh!!”Richard semakin terkikik geli melihat raut muka Allarick yang semakin masam. Alih-alih melakukan apa yang di perintah Allarick, ia justru duduk santai di sofa sembari menyeruput kopi buatan istrinya.“Jayden, kau akan membiarkan princess mu pegal-pegal karena berlutut terus, huh?!” Seru Gwen, yang dibalas cengiran lebar sang putra.Jayden mengecup pipi Elleza sekali lagi, kemudian menarik Elleza untuk ia ajak duduk di karpet menemaninya menyusun lego.“Elle, titip Jayden sebentar ya?”“Ikut aku.” Gwen menarik tangan Allarick menuju lantai atas bersama Richard.Ketiganya kini duduk di balkon lantai atas. Gwen menatap Allarick tajam, sedangkan yang di tatap hanya menampilkan ekspresi datar.“Jadi, setelah putus pertunangan kini kau beralih menjadi penguntit Al?” Ledek Gwen.“Maksudmu apa honey?”Gwen terkekeh menatap Allarick dan Richard bergantian. “Yah, tadi sepulang kantor adikmu itu membuntuti Elleza.” Richard mengerutkan dahinya tak paham. “Ternyata selama ini dia memasang pelacak di ponsel Elleza tanpa sepengetahuannya. Dan tadi, sepulang kantor dia membuntuti Elleza yang tengah berbelanja di mall,” jelasnya.“Kau tau? Tadi dia memintaku untuk menyuruh Jayden menghubunginya, agar Elleza mau di ajak kemari.” Tambah Gwen lagi.Richard tersenyum mengejek. “Ah, pantas saja. Tadi aku heran mengapa si mantan malah ikut kemari dengan Allarick. Seharusnya mantan kan sudah tidak ada hubungan apa-apa,” ujarnya menekankan kata mantan.“Shut up your fucking mouth!!” Sentak Allarick.“Oho, calm dude.”Wajah masam Allarick menjadi hiburan tersendiri bagi Richard. Ternyata cukup menyenangkan melihat pria arogan dan keras seperti Allarick, galau karena masalah wanita. Apalagi wajah masamnya yang—ah sudahlah.“Ayo jelaskan Al, aku tadi menyuruhmu kesini untuk meminta penjelasan, bukan melihat kau dan Richard bertengkar,” pinta Gwen mengalihkan topik.Bahu Allarick melemas, ia menceritakan segala hal mengenai pemutusan pertunangan sepihak yang dilakukan Elleza beserta penyebab gadis itu melakukannya.“Sudah ku duga. Yang tidak beres pasti berasal darimu, hih.” Gwen mencubit lengan Allarick dengan gigi yang bergemelatuk karena gemas.“Auhh- lepas Gwen. Ini sakit, bodoh!!”Tak mengindahkan pekikan Allarick, Gwen justru menambah cubitan di paha Allarick dengan tangan kirinya.“Heh Richard!! Jinakkan istrimu!!” pekik Allarick pada Richard yang malah terbahak melihatnya di aniaya.“HUAAAA MY PRINCESS. DADDY TOLONG MY PRINCESS!!!”***“ELLE!”Allarick berteriak lantang seraya berlari mendekati Elleza yang memejamkan mata dengan kepala bersandar pada sofa di belakangnya. Gadis itu meringis, wajahnya pucat, serta bulir keringat terus mengucur di dahinya.“Hey, Elle. Kau kenapa, huh? Jangan membuatku takut.” Allarick memeluk Elleza dari samping, tangannya menepuk pipi gadis itu.“Kau dengar aku Elle!! Jangan tidur,” ucapnya keras.“Berisik! Kau menakuti Jayden bodoh!!” Sentak Elleza dengan suara lirih, mata sayunya menatap Jayden yang memeluk kaki Gwen ketakutan.Allarick hanya menatap Jayden sebentar, lalu beralih melihat Elleza lagi. Tangannya merapikan rambut Elleza yang menutupi mata dan dahinya yang berkeringat.“Mana suamimu yang katanya dokter gadungan itu, Gwen!! Tidakkah dia lihat Elle kesakitan begini!!” Teriak Allarick murka.Gwen yang sedang menenangkan Jayden, hanya memutar bola matanya malas melihat tingkah Allarick.“Hey bodoh! Aku jauh lebih tanggap dan berguna daripada dirimu yang hanya teriak-teriak,” sahut Richard yang muncul dengan tas berisi peralatan dokter di tangannya.“Jika aku jadi kau, daripada berteriak seperti tarzan dan memeluk Elleza hingga susah bernafas seperti itu, lebih baik aku segera membawanya ke kamar tamu agar segera di tangani. Apa yang kau lakukan itu, membuat Elleza yang hanya sakit biasa bisa-bisa malah sekarat.” Tambahnya sarkas.Di sela ringisannya, Elleza tersenyum mendengar ucapan Richard yang benar dan begitu menusuk. Gwen juga tak dapat menahan senyum penuh ejekan kepada Allarick yang sempat terdiam seperti orang bodoh. Hingga tak lama kemudian pria itu tersadar, dan segera menggendong ala bridal Elleza menuju kamar tamu.“Bagaimana?” todong Allarick pada Richard sesaat setelah pria itu selesai dengan serangkaian kegiatannya menangani Elleza.Richard berdecak. “Lambungnya kembali bermasalah. Mungkin tadi dia makan sesuatu yang terlalu pedas. Biarkan dia istirahat, jangan kau ganggu terus,” peringatnya.“Ah, ku ingatkan untuk membeli sogokan. Karena aku yakin, Jayden tidak akan mudah memaafkanmu.” Richard terkekeh, lalu meninggalkan Allarick yang mendengus.Sebenarnya Allarick memang tengah merasa bersalah, karena terlalu khawatir pada Elleza membuatnya tanpa sadar berteriak di depan Jayden sehingga membuat bocah itu ketakutan dan semakin menangis kencang.“Baru sehari berpisah, dan kau sudah bandel Elle,” keluh Allarick mengusap pipi Elleza yang tengah tertidur.“Harusnya tadi aku duduk lebih dekat, agar tau menu apa yang kau makan. Hah, setelah ini aku tak ingin kecolongan lagi.”Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
"Kau mau apa, Elle?"Oh shit! Mata Elleza membola begitu mendengar pertanyaan Allarick yang terkesan mengejek. Lihat saja, bibir pria itu pun tertarik hingga membentuk smirk yang memuakkan.Allarick yang semula hanya menolehkan kepala, kini membalikkan badannya ke arah Elleza."Ah, jangan bilang kau ingin..." ucap Allarick gantung, tapi berhasil membuat Elleza naik pitam saat melihat gesturnya yang menyilangkan tangan di depan dada.BughElleza memukul pundak Allarick menggunakan tasnya agak keras hingga laki-laki itu mengaduh."Aku tidak mesum sepertimu!" Bentak Elleza."Lalu?""Ekhm, aku ingin kamu pergi dari sini. Merusak pemandangan, kau tahu?"Daripada semakin hilang kendali menghadapi pria semacam Allarick, Elleza segera berbalik menuju pintu keluar.Sialan! Gara-gara pria itu jam makan siangnya yang berharga harus terbuang beberapa menit dengan percuma.Tingkah Elleza itu lagi-lagi terlihat menggemaskan di mata Allarick hingga membuatnya menahan tawa."Bilang saja kau ingin men
Allarick terkikik geli lantaran Elleza menunjukkan ekspresi sebal. Gadis itu seolah tak bisa mengelak bahwa apa yang dikatakan Allarick memang benar. Lihat saja cara berjalannya yang cepat dan dihentak hentakkan, persis seperti anak kecil yang tengah merajuk."Elle, tunggu aku." Allarick meraih tangan kiri Elleza dari belakang.Gadis itu berhenti, tepat di depan pintu cafe. Ia menolehkan kepala dan menatap sengit Allarick. Bukannya langsung melepas pegangannya, Allarick malah abai dan mengangkat ponselnya yang berdering dengan tangan kiri tanpa melepas tangan Elleza."Ada apa? Aku tidak akan ke kantor hari ini," ucapnya pada Gwen di seberang.(Aku juga tak mengharapkan kau kemari, dasar tidak berguna! Kau dimana sekarang?)Allarick mengerutkan alis. "Aku ada di cafe dekat kantor Elleza. Kalau tidak penting, aku tutup. Mengganggu saja," dengusnya.(Apa kau tak memeriksa ponselmu, hah?)Ponsel yang semula tertempel di telinga, segera Allarick jauhkan saat Gwen tiba-tiba berteriak."Ada
"Lepas!""Kenapa kau masih mengikutiku terus, hah?" Elleza meneriaki Allarick setelah menghempaskan tautan tangan pria itu dari tangannya.Allarick berdecak malas. "Aku tidak membawa mobil, Elle. Tadi pagi aku kemari bersama Lucas," jelasnya seraya melirik ruangan Lucas."Ya sudah! Kalau begitu sana kamu ke ruangan kak Lucas. Kenapa mau ikut ke ruanganku lagi!"Gadis itu berusaha mendorong Allarick yang bersandar di pintu ruangannya, tapi tentu saja tak berhasil. "Tidak mau. Aku akan ikut pulang bersamamu nanti," tolak Allarick."KAU!!!"Elleza meremas kedua tangannya di depan Allarick, serta menggertakkan giginya untuk menahan emosi. Apalagi saat melihat wajah tanpa dosa pria bajingan itu! Rasanya Elleza ingin mengulitinya hidup-hidup!"Ck, kalian ini. Bukankah kalian baru saja bermesraan di depan wartawan? Kenapa sekarang bertengkar lagi?" Sepasang mantan tunangan itu menoleh bersamaan, dan mendapati Lucas berada di depan ruangannya sambil bersidekap dada."S-siapa yang bermesraan
Terlampau jengah dengan perdebatan mengenai status pertunangannya, kini Elleza memilih untuk bersikap masa bodoh. Toh hidupnya bukan hanya sekedar tentang hubungan percintan saja, masih banyak hal lain yang harus di pikirkan.Walaupun kini hidupnya tak tenang lantaran ulah Allarick yang selalu saja mempunyai cara untuk mendekatinya, tapi tak apa. Setidaknya dengan begini, laki-laki bajingan itu bisa merasakan bagaimana berada di posisinya.Sejatinya, memperjuangkan cinta bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Hubungan yang ada di antara dua orang, harus di perjuangkan oleh keduanya. Dengan demikian, maka cinta itu akan lebih kuat dan bertahan dari berbagai goncangan.Selama ini, bertahun-tahun Elleza hanya berjuang dan mencintai sendirian. Elleza berusaha membuat hati Allarick yang sekeras batu itu melunak. Di tengah penolakan dan sikap buruk Allarick, Elleza tetap teguh pada pendiriannya untuk bertahan.Mungkin bisa di katakan, saat ini menjadi titik lelah bagi seorang Elleza. Ia yan
"Lepas!""Kenapa kau masih mengikutiku terus, hah?" Elleza meneriaki Allarick setelah menghempaskan tautan tangan pria itu dari tangannya.Allarick berdecak malas. "Aku tidak membawa mobil, Elle. Tadi pagi aku kemari bersama Lucas," jelasnya seraya melirik ruangan Lucas."Ya sudah! Kalau begitu sana kamu ke ruangan kak Lucas. Kenapa mau ikut ke ruanganku lagi!"Gadis itu berusaha mendorong Allarick yang bersandar di pintu ruangannya, tapi tentu saja tak berhasil. "Tidak mau. Aku akan ikut pulang bersamamu nanti," tolak Allarick."KAU!!!"Elleza meremas kedua tangannya di depan Allarick, serta menggertakkan giginya untuk menahan emosi. Apalagi saat melihat wajah tanpa dosa pria bajingan itu! Rasanya Elleza ingin mengulitinya hidup-hidup!"Ck, kalian ini. Bukankah kalian baru saja bermesraan di depan wartawan? Kenapa sekarang bertengkar lagi?" Sepasang mantan tunangan itu menoleh bersamaan, dan mendapati Lucas berada di depan ruangannya sambil bersidekap dada."S-siapa yang bermesraan
Allarick terkikik geli lantaran Elleza menunjukkan ekspresi sebal. Gadis itu seolah tak bisa mengelak bahwa apa yang dikatakan Allarick memang benar. Lihat saja cara berjalannya yang cepat dan dihentak hentakkan, persis seperti anak kecil yang tengah merajuk."Elle, tunggu aku." Allarick meraih tangan kiri Elleza dari belakang.Gadis itu berhenti, tepat di depan pintu cafe. Ia menolehkan kepala dan menatap sengit Allarick. Bukannya langsung melepas pegangannya, Allarick malah abai dan mengangkat ponselnya yang berdering dengan tangan kiri tanpa melepas tangan Elleza."Ada apa? Aku tidak akan ke kantor hari ini," ucapnya pada Gwen di seberang.(Aku juga tak mengharapkan kau kemari, dasar tidak berguna! Kau dimana sekarang?)Allarick mengerutkan alis. "Aku ada di cafe dekat kantor Elleza. Kalau tidak penting, aku tutup. Mengganggu saja," dengusnya.(Apa kau tak memeriksa ponselmu, hah?)Ponsel yang semula tertempel di telinga, segera Allarick jauhkan saat Gwen tiba-tiba berteriak."Ada
"Kau mau apa, Elle?"Oh shit! Mata Elleza membola begitu mendengar pertanyaan Allarick yang terkesan mengejek. Lihat saja, bibir pria itu pun tertarik hingga membentuk smirk yang memuakkan.Allarick yang semula hanya menolehkan kepala, kini membalikkan badannya ke arah Elleza."Ah, jangan bilang kau ingin..." ucap Allarick gantung, tapi berhasil membuat Elleza naik pitam saat melihat gesturnya yang menyilangkan tangan di depan dada.BughElleza memukul pundak Allarick menggunakan tasnya agak keras hingga laki-laki itu mengaduh."Aku tidak mesum sepertimu!" Bentak Elleza."Lalu?""Ekhm, aku ingin kamu pergi dari sini. Merusak pemandangan, kau tahu?"Daripada semakin hilang kendali menghadapi pria semacam Allarick, Elleza segera berbalik menuju pintu keluar.Sialan! Gara-gara pria itu jam makan siangnya yang berharga harus terbuang beberapa menit dengan percuma.Tingkah Elleza itu lagi-lagi terlihat menggemaskan di mata Allarick hingga membuatnya menahan tawa."Bilang saja kau ingin men
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari