Dengan langkah lebar dan pandangan lurus ke depan, Allarick Xaviero berjalan santai memasuki gedung perusahaannya. Kantung mata laki-laki itu menghitam, wajahnya tak sesegar biasanya, namun tetap saja ketampanan seorang tuan muda Xaviero itu tak berkurang.
Para karyawan yang berlalu lalang membungkuk dengan segan padanya. Si bos yang akhir-akhir ini sangat murah senyum itu, hari ini terlihat begitu dingin dan suram. Dan mereka memilih untuk menghindar daripada terkena masalah.
“Arick.”
Panggilan itu mengalihkan perhatian Allarick. Ia cukup terkejut saat melihat Laura dengan berani menunggunya di lobby, bahkan wanita itu kini berjalan mendekatinya.
“Arick.”
“KENAPA KALIAN MEMBIARKAN WANITA INI MASUK, HAH?!” Teriaknya murka, ia mengedarkan pandangannya menatap pada para karyawan, sesaat kemudian security berlari mendekat.
Laura memegang tangan Allarick, “Arick, aku mohon bantuan kamu. A-aku, aku butuh pekerjaan Arick. Tidak bisakah kamu kasih aku pekerjaan? Aku nggak tau lagi harus minta tolong siapa,” pintanya dengan memelas.
Dengan keras Allarick menyentak tangan kotor Laura yang telah memegang tangannya. Pria itu mengambil sapu tangan di balik jas, lalu mengelap tangannya seolah sentuhan Laura meninggalkan kuman dan noda yang harus di hilangkan.
“Apa aku tidak salah dengar? Kau meminta pekerjaan?” Allarick menunduk menatap Laura.
Wanita itu mengangguk cepat, ia maju selangkah untuk lebih dekat dengan Allarick namun dengan cepat Allarick mundur.
“Ah, begitu? Lantas apa pekerjaan yang kau inginkan?”
Seulas senyum terbit dibibir Laura. “Apa saja Arick. Office Girl pun tak masalah bagiku. Aku sangat membutuhkan uang Arick, aku sedang kesulitan,” ucapnya bergetar, dengan mata berkaca-kaca.
Allarick tersenyum miring, ia mendekat pada Laura membuat wanita itu sedikit tersentak. Badannya sedikit membungkuk, dan kepalanya mendekat pada telinga kiri Laura.
“Sayang sekali, tidak ada pekerjaan yang cocok untuk wanita sepertimu di kantor ini. Bukankah keahlianmu hanya mengangkang di bawah laki-laki tua, nona? Di perusahaan ini skill seperti itu tidak di perlukan,” bisiknya menyeringai. Laki-laki itu kembali menegakkan badannya, dengan tangan bersidekap dada.
Laura menegang, tangannya yang berada di sisi tubuh terkepal erat. Ia mendongakkan kepalanya, menatap Allarick dengan tatapan terluka.
“A-arick ak-“
“Ssst, jangan memasang wajah seperti itu. Aku sungguh muak,” sela Allarick penuh penekanan.
Pria itu melirik ke arah dua security yang berdiri tak jauh darinya, mengkode kedua orang itu agar menyeret Laura keluar.
“Jangan pernah membiarkan dia kembali ke sini!!” titahnya.
Allarick menoleh ke arah pintu keluar dimana Laura yang di pegangi kedua satpam itu meronta-ronta, tanpa menyadari bahwa sebelumnya pintu itu sudah di lewati terlebih dulu oleh Elleza yang melihat kebersamaannya dengan Laura.
***
“Tidak usah ke bekerja Elle. Kau di rumah saja.” Lucas menatap jengah sang adik yang baru saja memasuki mobil. Elleza acuh, ia fokus memakai seatbelt nya tanpa menoleh pada Lucas.
“Elle!!” sentak Lucas.
Dengan sebal Elleza menoleh, “Kakak ini kenapa, hah? Kenapa jadi ikut-ikutan melarang Elle bekerja seperti mama dan papa?!”
Lucas menghela nafas lelah, “Liburlah beberapa hari Elle, itu untuk kebaikanmu,” bujuknya mengelus pundak sang adik.
“Elle nggak apa-apa kak. Kakak pikir Elle selemah itu? Hanya karena cinta jadi sedih berkepanjangan dan tidak bisa beraktifitas normal. Cuma karena putus pertunangan, dunia Elle nggak akan kiamat kak.”
“Ah, atau kakak bersikeras melarang Elle pergi bekerja hari ini karena kita ada meeting lagi dengan Allarick?” Tuduhnya.
Lucas diam, tidak bisa lagi menjawab karena memang yang di katakan Elleza itu benar. Hari ini mereka akan kembali meeting di perusahaan Allarick, untuk melanjutkan pembahasan kerja sama mereka tempo hari.
Ia hanya merasa jika Elleza butuh waktu untu kembali menata hati. Setidaknya sang adik bisa beristirahat selama beberapa hari, dan tidak perlu bertemu dengan Allarick dalam waktu dekat.
“Kakak tenang saja, Elle nggak apa-apa. Elle juga tidak akan mencampur urusan pribadi dengan pekerjaan. Elle ke sana mendampingi kakak sebagai sekretaris, bukan sebagai mantan tunangan Allarick. Jadi, ayo kita berangkat kak. Sudah hampir telat,” ucap Elleza dengan senyum manisnya, membuat Lucas mau tak mau mengangguk. Setelah mengacak rambut adiknya pelan, pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Tak butuh waktu lama, kini mereka sudah sampai di perusahaan Allarick. Keduanya berjalan beriringan, namun tiba-tiba Lucas berhenti saat akan masuk.
“Elle, ponsel kakak tertinggal di mobil. Kamu tunggu di lobby ya? Kakak ambil dulu.”
Pria itu berjalan cepat kembali ke mobilnya untuk mengambil ponsel, sedangkan Elleza hanya mengendikkan bahu dan melanjutkan jalannya. Hingga tepat sesaat setelah melewati pintu masuk, ia melihat Allarick berdiri disana.
Laki-laki itu membungkuk dengan kepala menempel pada seorang wanita di sampingnya, yang tak lain adalah Laura. Dari jaraknya yang cukup jauh, Elleza tidak buta untuk melihat apa yang mereka lakukan.
“Salah paham? Cih. Kalau waktu itu salah paham, lalu ini apa?” gumamnya.
Tak ingin berlama-lama melihat adegan yang cukup ‘manis’ itu, Elleza kembali berbalik keluar gedung dengan sesekali mendongak agar air mata sialannya yang sudah menggenang tidak jatuh.
“Loh, Elle kenapa keluar lagi?” tanya Lucas yang baru kembali.
Elleza tersenyum kikuk, “Ada yang ketinggalan juga kak ternyata, kakak masuk duluan ya? Elle ambil dulu,” ucapnya menjauhi Lucas yang mengernyitkan dahinya heran.
“Kenapa tadi tidak mengirim pesan padaku untuk sekalian mengambilkan?” gumamnya.
***
Selama meeting berlangsung, Allarick sesekali mencuri pandang ke arah Elleza. Namun gadis yang ia pandangi itu sama sekali tak meliriknya, Elleza malah sibuk mencatat notulen mengenai pembahasan meeting dengan serius.
Keadaan yang seperti ini sungguh tak pernah terbayang di benak Allarick sebelumnya. Ia terlalu percaya diri dengan rasa cinta yang di miliki Elleza untuknya, sehingga ia sangat yakin bahwa gadis itu tak akan pernah bisa berpaling darinya.
Gadis yang biasanya mencuri pandang ke arahnya setiap ada pekerjaan bersama, gadis yang biasanya selalu menatapnya dengan penuh damba dan merecoki hari-hari tenangnya dengan segala tingkah. Tapi sekarang, bahkan untuk meliriknya sedikitpun gadis itu seperti tak sudi.
“Tahan Elle, tahan. Jangan melihat ke arah bajingan tengik itu!!” Elleza terus menggumamkan kalimat itu dalam hatinya.
“Mr. Allarick? Apa anda mendengar saya?”
Allarick langsung tersentak saat mendengar pertanyaan dari Lucas, ia membenarkan posisi duduknya dan mengangguk. Sementara Lucas sedikit tersenyum miring, ia tau benar kalau pikiran Allarick sedang kacau karena adiknya. Yah, sesekali pria angkuh seperti Allarick Xaviero itu harus di beri pelajaran agar tak selalu semena-mena.
“Kakak, Elle ingin es krim.” Elleza menatap kakaknya penuh harap, setelah selesai membereskan berkas-berkas.
“Dasar bocah.”
Dengan bibir mengerucut sebal, Elleza merapikan rambutnya yang baru saja di acak-acak Lucas. Gadis itu tak menyadari bahwa sedari tadi ia diperhatikan dengan intens oleh Allarick yang masih bertahan di tempat duduknya disaat yang lain sudah keluar.
Ah, lebih tepatnya Elleza tidak menganggap keberadaan Allarick? Atau menghiraukan pria itu? Ck, keduanya sama saja.
“Ayo.” Lucas menarik lembut tangan adiknya menuju pintu keluar.
Saat mencapai pintu, Lucas mengernyit heran karena adiknya berhenti. Ia menoleh ke belakang, dan berdecak sebal saat tau Allarick menahan satu tangan adiknya.
“We need to talk, Elle.”
Tatapan Elleza yang semula terpaku pada pergelangan tangannya yang digenggam Allarick, kini beralih menatap wajah tegas pria itu.
“For what? Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan. Ah, kau tak perlu lagi menjaga image di depan orang-orang Al. Karena berita pemutusan pertunangan kita sudah menyebar, jadi kau tak perlu lagi berpura-pura.”
Rahang Allarick mengetat tanda menahan emosi. Pria itu bahkan tak menyadari genggamannya pada pergelangan tangan Elleza turut menguat. Dengan mempertahankan wajah datarnya, Elleza berusaha tak mengeluarkan ringisan.
“Jangan menyakiti adikku lagi Al!” Lucas menyentak tangan Allarick hingga terlepas. Ia mengelus tangan Elleza yang memerah, lalu kembali mengajak adiknya itu melanjutkan langkah.
Sementara Allarick terdiam. Ia melihat dengan jelas pergelangan tangan Elleza yang memerah karena ulahnya. Seketika perasaan bersalah kembali menyeruak di dalam hati pria arogan itu tanpa ampun.
“Lagi-lagi, aku menyakitimu Elle,” gumamnya terkekeh miris.
Suara pecahan serta benda-benda jatuh masih terus terdengar di ruangan Allarick. Sepeninggal Lucas dan Elleza, pria itu langsung kembali ke ruangannya dan membanting barang-barang yang ada di ruangannya untuk melampiaskan emosi. Brakk Kepalan tangan Allarick kembali menghantam meja. “Arghhh kau tidak bisa melakukan ini padaku Elle!! Kau tidak bisa pergi dariku!!” teriaknya. “Kau sudah masuk ke dalam hidupku dan berhasil membuatku jatuh padamu. Untuk itu, kau tak akan pernah bisa pergi semaumu, Elle. Kalau dengan cara halus kau tetap keras kepala, maka aku akan menggunakan cara kasar dan licik untuk membuatmu kembali padaku,” lanjutnya dengan seringai tipis. Laki-laki itu mulai tenang, ia beranjak ke arah sofa dan mendudukkan diri. Tangannya terjulur ke arah laci kecil di samping sofa untuk mengambil sesuatu yang ia simpan di sana. Glek Pria itu menenggak minuman alkohol langsung dari botolnya, “Ah, hanya kau yang bisa membuatku mabuk di jam kerja seperti ini, Elle.” Allarick terk
Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Elleza yang kalap berbelanja sebanyak itu. Ia melirik ke arah kasir yang sedang meghitung belanjaan Elleza, lalu beralih menatap tangannya yang hanya memegang satu celana dan satu crop top.“Ini. Sekalian dengan belanjaan mereka.”Baik Tamara maupun Elleza— yang semula menatap ponsel langsung menoleh bersamaan saat mendengar suara yang familiar di telinga mereka. Pria itu—Allarick, berdiri di samping Elleza dengan tangan kanan menyodorkan black card pada kasir.“Tidak usah. Saya bayar sendiri,” kata Elleza tanpa menatap Allarick.Kasir itu nampak kebingungan karena ia telah menghitung total belanjaan Elleza, beserta baju anak yang di beli Allarick, hanya tinggal milik Tamara saja yang belum.Dengan tatapan matanya, Allarick memberi kode pada salah satu karyawan yang berada di dekat Tamara untuk mengambil belanjaan gadis itu agar sekalian di hitung. Tentu saja, Tamara tak menolak. Gadis itu justru menyesal karena hanya berbel
Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
"Kau mau apa, Elle?"Oh shit! Mata Elleza membola begitu mendengar pertanyaan Allarick yang terkesan mengejek. Lihat saja, bibir pria itu pun tertarik hingga membentuk smirk yang memuakkan.Allarick yang semula hanya menolehkan kepala, kini membalikkan badannya ke arah Elleza."Ah, jangan bilang kau ingin..." ucap Allarick gantung, tapi berhasil membuat Elleza naik pitam saat melihat gesturnya yang menyilangkan tangan di depan dada.BughElleza memukul pundak Allarick menggunakan tasnya agak keras hingga laki-laki itu mengaduh."Aku tidak mesum sepertimu!" Bentak Elleza."Lalu?""Ekhm, aku ingin kamu pergi dari sini. Merusak pemandangan, kau tahu?"Daripada semakin hilang kendali menghadapi pria semacam Allarick, Elleza segera berbalik menuju pintu keluar.Sialan! Gara-gara pria itu jam makan siangnya yang berharga harus terbuang beberapa menit dengan percuma.Tingkah Elleza itu lagi-lagi terlihat menggemaskan di mata Allarick hingga membuatnya menahan tawa."Bilang saja kau ingin men
Terlampau jengah dengan perdebatan mengenai status pertunangannya, kini Elleza memilih untuk bersikap masa bodoh. Toh hidupnya bukan hanya sekedar tentang hubungan percintan saja, masih banyak hal lain yang harus di pikirkan.Walaupun kini hidupnya tak tenang lantaran ulah Allarick yang selalu saja mempunyai cara untuk mendekatinya, tapi tak apa. Setidaknya dengan begini, laki-laki bajingan itu bisa merasakan bagaimana berada di posisinya.Sejatinya, memperjuangkan cinta bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Hubungan yang ada di antara dua orang, harus di perjuangkan oleh keduanya. Dengan demikian, maka cinta itu akan lebih kuat dan bertahan dari berbagai goncangan.Selama ini, bertahun-tahun Elleza hanya berjuang dan mencintai sendirian. Elleza berusaha membuat hati Allarick yang sekeras batu itu melunak. Di tengah penolakan dan sikap buruk Allarick, Elleza tetap teguh pada pendiriannya untuk bertahan.Mungkin bisa di katakan, saat ini menjadi titik lelah bagi seorang Elleza. Ia yan
"Lepas!""Kenapa kau masih mengikutiku terus, hah?" Elleza meneriaki Allarick setelah menghempaskan tautan tangan pria itu dari tangannya.Allarick berdecak malas. "Aku tidak membawa mobil, Elle. Tadi pagi aku kemari bersama Lucas," jelasnya seraya melirik ruangan Lucas."Ya sudah! Kalau begitu sana kamu ke ruangan kak Lucas. Kenapa mau ikut ke ruanganku lagi!"Gadis itu berusaha mendorong Allarick yang bersandar di pintu ruangannya, tapi tentu saja tak berhasil. "Tidak mau. Aku akan ikut pulang bersamamu nanti," tolak Allarick."KAU!!!"Elleza meremas kedua tangannya di depan Allarick, serta menggertakkan giginya untuk menahan emosi. Apalagi saat melihat wajah tanpa dosa pria bajingan itu! Rasanya Elleza ingin mengulitinya hidup-hidup!"Ck, kalian ini. Bukankah kalian baru saja bermesraan di depan wartawan? Kenapa sekarang bertengkar lagi?" Sepasang mantan tunangan itu menoleh bersamaan, dan mendapati Lucas berada di depan ruangannya sambil bersidekap dada."S-siapa yang bermesraan
Allarick terkikik geli lantaran Elleza menunjukkan ekspresi sebal. Gadis itu seolah tak bisa mengelak bahwa apa yang dikatakan Allarick memang benar. Lihat saja cara berjalannya yang cepat dan dihentak hentakkan, persis seperti anak kecil yang tengah merajuk."Elle, tunggu aku." Allarick meraih tangan kiri Elleza dari belakang.Gadis itu berhenti, tepat di depan pintu cafe. Ia menolehkan kepala dan menatap sengit Allarick. Bukannya langsung melepas pegangannya, Allarick malah abai dan mengangkat ponselnya yang berdering dengan tangan kiri tanpa melepas tangan Elleza."Ada apa? Aku tidak akan ke kantor hari ini," ucapnya pada Gwen di seberang.(Aku juga tak mengharapkan kau kemari, dasar tidak berguna! Kau dimana sekarang?)Allarick mengerutkan alis. "Aku ada di cafe dekat kantor Elleza. Kalau tidak penting, aku tutup. Mengganggu saja," dengusnya.(Apa kau tak memeriksa ponselmu, hah?)Ponsel yang semula tertempel di telinga, segera Allarick jauhkan saat Gwen tiba-tiba berteriak."Ada
"Kau mau apa, Elle?"Oh shit! Mata Elleza membola begitu mendengar pertanyaan Allarick yang terkesan mengejek. Lihat saja, bibir pria itu pun tertarik hingga membentuk smirk yang memuakkan.Allarick yang semula hanya menolehkan kepala, kini membalikkan badannya ke arah Elleza."Ah, jangan bilang kau ingin..." ucap Allarick gantung, tapi berhasil membuat Elleza naik pitam saat melihat gesturnya yang menyilangkan tangan di depan dada.BughElleza memukul pundak Allarick menggunakan tasnya agak keras hingga laki-laki itu mengaduh."Aku tidak mesum sepertimu!" Bentak Elleza."Lalu?""Ekhm, aku ingin kamu pergi dari sini. Merusak pemandangan, kau tahu?"Daripada semakin hilang kendali menghadapi pria semacam Allarick, Elleza segera berbalik menuju pintu keluar.Sialan! Gara-gara pria itu jam makan siangnya yang berharga harus terbuang beberapa menit dengan percuma.Tingkah Elleza itu lagi-lagi terlihat menggemaskan di mata Allarick hingga membuatnya menahan tawa."Bilang saja kau ingin men
Elleza menghempaskan tubuhnya di sofa begitu masuk ke ruangannya. Meski statusnya di sini hanya seorang sekretaris, tapi ia mendapat beberapa keistimewaan sebagai putri dari pemilik perusahaan tentu saja. Salah satunya adalah ruangan yang cukup nyaman ini.Sebelum ia mengikuti jejak kakaknya untuk memimpin salah satu anak perusahaan, ia lebih dulu di tempatkan pada posisi sekretaris agar ia bisa belajar dengan mengikuti ritme kerja sang kakak supaya nantinya ia dapat menjalankan tugas sebagai pemimpin dengan baik."Ku tanya, apa maksudmu berkata seperti tadi, hah? Bagaimana jika nantinya orang-orang itu menyebarkan gosip kalau kita masih bertunangan?" Elleza menatap tajam Allarick yang berdiri menjulang di depannya.Allarick mengendikkan bahu. "Well, memang itu tujuanku," ucapnya santai."Kau-"Elleza mendadak terdiam hingga tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendapati Allarick yang tanpa aba-aba tidur di sofa dengan menjadikan pahanya sebagai bantal."Ck, diamlah sebentar Elle.
Di dalam kamarnya, Elleza terus menerus menggerutu. Ia tak habis pikir dengan segala tingkah ajaib yang dilakukan mantan tunangan brengseknya itu hari ini.Benar-benar aneh, seperti bukan Allarick!Ingin rasanya Elleza memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan tenang tanpa memikirkan hal ajaib apalagi yang tengah Allarick lakukan di lantai bawah bersama keluarganya. Namun tidak bisa!Ia hanya berguling kesana kemari di tempat tidurnya, sesekali mengusak rambutnya yang sudah kusut menjadi semakin kusut.Drrt drrtPonsel Elleza yang berada di atas nakas bergetar. Dengan malas, Elleza menjulurkan tangan kanannya, mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.Matanya terbelalak. Ia spontan kembali mendudukkan diri karena terkejut melihat pesan yang masuk dalam ponselnya.My AllarickAku pulang Elle.Ah, sayang sekali kau tak mengantarku sampai depan rumah.Tapi tak apa, besok aku akan menjemputmu.Sampai jumpa besok, Elle sayang.Holly shit!!Elleza rasanya mual s
Pertanyaan sarat akan kecewa yang terlontar dari bibir Elleza itu berhasil membuat seorang Allarick Xaviero terdiam kaku.Kalimat 'kenapa baru sekarang' itu juga sering terlintas dalam pikiran Allarick sendiri.Jika ia bisa memilih dan mengendalikan kepada siapa ia akan jatuh cinta, maka ia tak akan ragu untuk menjatuhkan hatinya pada Elleza sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun silam.Namun Allarick bisa apa? Cintanya yang buta pada Laura begitu besar sehingga ia tak mampu melihat ketulusan Elleza.Semua yang sudah terjadi, tidak bisa di ubah. Begitupun dengan cinta Allarick yang sudah berpindah sepenuhnya pada Elleza. Tak butuh meratap atau terlarut dalam penyesalan, seorang Allarick hanya akan terus melangkah. Karena prinsipnya masih sama, tak ada yang tak bisa di dapatkan seorang Allarick. Katakanlah ia sombong, tapi itu memang benar. Allarick akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk Elleza.TakSuara garpu yang di letakkan dengan kasar, membawa Allarick ke
"Bye my princess. Sering-sering main kesini ya."cupElleza mengangguk dan terkekeh ringan saat mendapat kecupan dipipinya dari Jayden yang manis."Uncle tidak di cium? Ck, padahal yang membayar Iron Man yang kau bawa itu uncle," protes Allarick.Jayden meringis, menarik kemeja Allarick agar pamannya itu berjongkok. cup"Thank you uncle Al yang paling tampan menurut grandma Wina," ucap Jayden setelah mencium pipi Allarick.Allarick berdecak, mengacak rambut keponakannya hingga berantakan, lalu kembali berdiri."Kalian hati hati ya. Sering-sering saja kalian ajak Jayden keluar, agar aku bisa me time tanpa gangguan," celetuk Gwen tanpa dosa."Anakmu itu terlalu aktif dan berisik Gwen, pusing kalau terlalu lama bersamanya," sahut Allarick seraya menggelengkan kepalanya saat melihat Jayden berlari masuk ke dalam rumah hendak pamer pada daddy nya."Ayo, Elle." Allarick menarik tangan Elleza setelah gadis itu berpamitan pada Gwen.Sejak masuk ke mobil sampai sekarang mobil sudah keluar dar
Elleza menggeliat, matanya yang terasa berat ia buka perlahan-lahan. Ringisan keluar dari bibirnya saat merasakan nyeri pada tangan kanan.Setelah kesadarannya terkumpul penuh, ia melirik ke arah punggung tangannya yang tertancap selang infus. Gadis itu mendesah, ternyata lambungnya tetap saja lemah. Hanya menghabiskan semangkuk ramen pedas saja, ia sudah tumbang.“Aish, aku pasti masih di rumah kak Gwen. Jam berapa sekarang?” Monolognya sambil mengedarkan pandangan ke dinding-dinding kamar untuk melihat jam.Ketika kepalanya menoleh ke arah kiri, ia tersentak kecil karena merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang agak tajam. Elleza menurunkan pandangan, dan dilihatnya rambut Allarick yang menggesek-gesek pipinya.Pria itu menggeliat karena terusik dengan pergerakan Elleza, namun tak berselang lama ia kembali tenang dengan kepala yang menelusup di ceruk leher Elleza, dan kedua tangannya memeluk tangan kiri Elleza.Elleza hanya diam, tak berniat membangunkan atau menjauhkan pria itu dari