Alyssa berpikir sejenak dengan rencana kepulangannya ke rumah besar. Ia memang masih kesal pada suaminya, tapi hati tak bisa berbohong jika dirinya begitu merindukan senyuman manis seorang Wirautama. Namun, niat itu berhasil dicegah oleh Rafandra. Bertepatan dengan putranya yang masuk ke dalam rumah, Alyssa malah terdiam mendengar penjelasan dari Rafandra. "Papa enggak akan pulang ke rumah malam ini. Coba saja mama telpon simbok nanti malam. Terus, mama hubungi papa setelahnya." Rafandra begitu percaya diri saat mengatakannya pada Alyssa karena lima menit yang lalu, Samsul mengirimkan bukti percakapan supir pribadi dan ayahnya. Dalam percakapan itu tertulis jika ayahnya sengaja malam ini menginap di sebuah rumah yang belum diketahui milik siapa. "Papa bilang sesuatu sama kamu?" Rafandra menggelengkan kepalanya. "Lalu, kenapa kamu tahu kalau papa tidak pulang malam ini?" "Firasat," jawab Rafandra singkat. "Kamu sudah mengetahuinya?" Alyssa bertanya dengan tatapan penuh menyelidik
Kayana tak bisa mengajak Rafandra bicara banyak malam ini. Sepulangnya dari makan malam, tak ada suara sepatah katapun yang keluar dari mulut Rafandra. Suami Kayana itu hanya bungkam. Bahkan tak ada sapaan salam sebelum tidur seperti biasanya. Rafandra memilih tidur lebih awal. Pria itu naik ke atas ranjang tanpa menghiraukan Kayana yang tengah mengajaknya bicara. "Kamu mau diam sampai kapan?" tanya Kayana yang sudah bosan dengan sikap Rafandra. Menurutnya, Rafandra itu kekanakan, sering bertingkah tidak jelas seperti ini. Rafandra tetap diam. Ia memilih beranjak ke samping tempat tidur dan berbalik memunggungi Kayana. Geram, Kayana menarik selimut yang menutupi tubuh Rafandra lalu berteriak. "Kamu tidak hargai aku sebagai istri kamu?" Rafandra menarik kembali selimut itu. Bibirnya berdecak kesal. "Aku lagi capek. Aku tidak mau bertengkar dengan siapapun hari ini. Jadi, kamu lebih baik diam saja." Rafandra menoleh sejenak ke belakang. Lalu berkata lagi, "Sekarang tidur, Kayana."
Alyssa masih penasaran dengan tingkah aneh suaminya yang semakin mencurigakan. Sebenarnya ia tahu, hanya saja semua rahasia itu dipendamnya dalam hati. Ia masih menghargai nama ‘Wirautama’ yang seorang pengusaha terkenal. Tidak mungkin dirinya membeberkan semua rahasia itu di depan orang banyak kecuali mereka mengetahuinya sendiri. Dirinya tak ingin nama keluarganya jadi perbincangan publik. Bagaimana jika ada musuh yang memanfaatkan keadaan itu? Rasa penasaran Alyssa semakin memuncak. Di depan ruangan kerja sang suami tercinta, ia berdiri dengan perasaan gelisah yang berkecamuk di dalam dadanya. Alyssa menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Kakinya melangkah pelan menuju pintu masuk, pelan-pelan ia membukanya. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar sayup-sayup dari arahnya berdiri suara berat Wirautama sedang bicara dengan seseorang di luar sana. “Alyssa dan Rafandra sudah mengetahui semuanya. Kita tidak bisa menutupinya lagi. Aku akan membicarakan ini dengan me
“Nama wanita itu Rani.” Alyssa membuka percakapan dengan Rafandra setelah keduanya memilih hening tanpa suara sejak turun dari gedung kantor suaminya.Wanita itu menoleh ke arah luar jendela lalu menatap wajah anaknya yang tengah sibuk menyetir. “Mama sudah ajukan perceraian tapi papamu menolak.” Rafandra menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada jalan besar yang kini mulai mengular padat. Ini waktu makan siang, banyak kendaraan keluar dari gedung untuk mencari tempat makan langganan. Rafandra menghela napas panjang lalu mengembuskannya pelan. Terasa berat karena ada sesak yang tersimpan di dadanya. “Rafa sudah mengetahuinya dari Samsul. Kemarin ia bercerita, papa kembali bertemu dengan wanita itu di sebuah tempat. Ma, apapun keputusannya, aku dan Kayana akan dukung,” ucap Rafandra yang kini membelokkan mobilnya ke sebuah jalan menuju kompleks perumahan. “Napas mama sesak. Kalau sewaktu-waktu mama tidak ada, kamu dan Kayana harus selalu saling menguatkan satu sama lain. Mama sayang k
Alyssa tersenyum pahit melihat kebersamaan keluarga besannya yang nampak bahagia. Sepasang suami istri itu saling bercanda memperbincangkan masalah rumah tangga mereka sambil bercanda dan saling memukul satu sama lain. Naura kadang mencubit manja suaminya jika bicara seenaknya begitu pula sebaliknya. Mereka juga tertawa lepas menertawakan tingkah manja pasangannya. Alyssa merasa iri, terakhir ia bersikap manja sebelum Rafandra menikah. Ia merindukan saat-saat itu. "Nanti jeng Alyssa menginap disini?" tanya Naura disela obrolannya dengan sang suami. Alyssa menggelengkan kepalanya. "Padahal kita sudah menyiapkan kamar tamu untuk jeng Alyssa loh." Naura terlihat kecewa dengan penolakan Alyssa. Bibirnya cemberut ke depan merajuk lucu. "Maaf, jeng Naura. Besok ada pertemuan di butik, membicarakan tentang rencana kolaborasi dengan talent artist. Mungkin minggu depan jika saya tidak ada kesibukan." Alyssa menolak dengan halus. Naura mengganggukkan kepalanya. Selanjutnya, ia mengajak Alyss
Kayana benar-benar marah. Sepanjang malam menjelang pagi, ia tak menegur Rafandra. Sebelum subuh, dirinya sudah menyiapkan sarapan dan keperluan suaminya. Sekali lagi, tanpa ada teguran apalagi sapaan di pagi hari. Rafandra sudah pasrah dengan tindakan Kayana. Toh, ini bukan yang pertama kalinya bagi dia. "Sayang, aku nanti ada meeting. Kamu bisa kan datang ke kantor bawakan makan siang?" Rafandra coba berdamai dengan Kayana. Suaranya lembut menyapa istrinya yang tengah sibuk menata meja makan. Sambil menunggu jawaban Kayana, ia meneguk segelas susu hangat di atas meja. "Sayang, suami lagi ngomong tuh didengerin dong." "Ya," jawab Kayana singkat. Rafandra mengelus dadanya melihat tingkah Kayana yang memang sedikit menyebalkan. Istrinya itu kembali ke dapur, sepertinya sedang mengambil makanan yang tadi dihangatkan. Rafandra terburu-buru beranjak dari meja makan menghampiri Kayana yang sedang berdiri di depan penghangat makanan. "Sayang, kamu masih marah?" Rafandra melilitkan lenga
Keputusan sudah diambil. Alyssa yang tak mau adanya pertemuan dengan Kayana dan Rafandra memilih membuat keputusannya sendiri. Sempat berdebat sengit dengan sang suami, akhirnya Alyssa mengambil solusi dalam mengurus rumah tangga berdua dengan jalannya masing-masing.Alyssa tidak ingin dilibatkan dalam hal apapun mengenai wanita simpanan yang kini menjadi istri kedua suaminya, begitu juga sebaliknya. Satu hal penting yang harus dipenuhi Wirautama, pria itu harus menutup rapat skandal perselingkuhannya dari siapapun termasuk wartawan.Wirautama yang tak ingin kehilangan Alyssa hanya menunduk pasrah dengan perjanjian itu. Cerdas, Alyssa memaksa juga suaminya menandatangani surat yang telah ia siapkan sebelumnya.“Apa ini tak terlalu berlebihan?” protes Wirautama setelah menandatangani surat itu. Alyssa tak peduli, ia lebih mementingkan pesan yang dikirimkan oleh menantunya daripada suaminya sendiri.Melirik sadis, Alyssa berkata ketus pada suaminya, “Kenapa? Terserah kamu mau tandatanga
Bingung. Entah apa yang akan dilakukan oleh Rani, istri kedua Wirautama. Ini semua berawal dari pertemuan mereka berdua yang tak di sengaja beberapa bulan yang lalu saat perayaan ulang tahun perusahaan salah satu koleganya. Wirautama tak sengaja berkenalan dengan seorang wanita bernama Rani. Pertemuan mereka sangat singkat, mereka hanya saling menyapa dan bertukar nomor ponsel. Namun, siapa sangka akibat perkenalan itu keduanya saling jatuh cinta. Dua kali bertemu, Wirautama berani melamar Rani tanpa sepengetahuan Alyssa dan mereka menikah di luar kota tepat dua bulan sebelum Rafandra melamar Kayana. Wirautama pun beranjak dari tempat duduknya lalu mengejar Rani yang lebuh dulu pergi. “Rani! Berhenti!” Tak menggubris, Rani terus berjalan cepat hingga turun ke lantai bawah mengabaikan perutnya yang buncit karena hamil. Ia tak peduli dengan teriakan Wirautama yang terus memanggilnya. Tepat saat Rani keluar dari pintu, matanya bertemu pandang dengan Rafandra yang baru saja akan turun d
Lima tahun kemudian Tak terasa usia pernikahan Rafandra dan Kayana telah memasuki tahun ke lima. Ada yang bertambah di tahun tersebut, satu anak dari Kayana di tahun ke tiga saat si kembar sudah mulai aktif berjalan. Rafandra sempat kewalahan menghadapi ke tiga anaknya yang mulai tumbuh besar. Si kembar juga mulai cerewet seperti ibunya. "Papa, mau itu." Rafisha menunjuk pohon mangga yang berbuat lebat belakang rumah orangtua Kayana. Cukup tinggi, Rafandra sampai mengernyitkan dahinya. "Ambilin." "Papa enggak bisa. Suruh om Samsul saja ya." Rafandra merinding membayangkan betapa tingginya pohon mangga itu. Ia lebih baik menunggu di bawah sambil mengawasi kedua anak kembarnya. "Papa payah." Rafisha merengut. Tak lama kemudian ia berhasil menarik kakeknya untuk mengambilkan mangga yang dimaksud olehnya tadi. Dengan senang hati sang kakek mengambilkannya. Diambilnya sebuah kayu tinggi dekat pohon dan dalam sekali tarikan, dua mangga berhasil diambilnya. "Hore, buah mangga." Rahisya
Empat bulan kemudian "Rafa! Rafa!" Suara teriakan terdengar dari dalam kamar mandi. Rafandra yang masih terbuai mimpi sayup-sayup mendengar suara itu. Tak terdengar lagi, ia pun melanjutkan mimpinya. "Rafa!" Mata Rafandra langsung terbelalak. Terkejut dengan suara keras yang memanggil namanya dari dalam sana. "Iya!" Rafandra berlari ke tempat asal suara dan mendapatkan sesuatu yang mengejutkannya. "Astaga! Kayana." Tanpa banyak tanya lagi ia segera menggendong tubuh Kayana yang lemas. Ada aliran darah di sekitar kakinya bercampur dengan cairan bening. Tas kecil di atas meja rias ia sambar beserta kunci mobil dan ponselnya. Berjalan cepat menuruni anak tangga, Rafandra berteriak nyaring membangunkan seisi rumah. "Woy, bangun. Tolongin. Kayana mau melahirkan!" teriaknya. Samsul yang kebetulan sedang menginap di rumah Rafandra pun ikut terbangun mendengar teriakan keras dari bosnya itu. Segera ia berlari menyusul Rafandra yang sudah berada di luar rumah. "Bos. Bu Kayana mau me
Mau tidak mau, kabar kelahiran anak kedua Wirautama membawa dampak besar bagi perusahaan. Terlebih lagi, istri keduanya adalah seorang selebritis yang sering mendapat perhatian publik atas apa yang dilakukannya. Bukan tidak mungkin, hal seperti ini akan jadi momok yang menakutkan bagi Wirautama dan keluarganya. Belum sampai satu hari berita itu dimuat, sudah muncul lagi satu isu yang membuat Rafandra tercekat. Isu tentang keretakan rumah tangga ibu dan ayahnya yang entah dari mana kabar itu berhembus. Ini yang paling dibenci oleh Rafandra. Ia tak bisa tidur nyenyak setelah berita itu keluar. "Ada-ada saja berita aneh. Ini papa harus klarifikasi." Rafandra membuang ponselnya ke atas sofa di ruang tengah. "Rafa capek, Ma." "Nanti mama bantu klarifikasi. Kamu pikirkan perusahaan saja dan Kayana." Alyssa yang berdiri tangga bawah melirik Kayana dan Rafandra yang sedang duduk berdua di ruang tengah. "Anak papamu akan dibawa kesini. Mereka akan tinggal bersama kita." "Benarkah?" Kayana
Tentang berita kelahiran anak Rani, pertama kali diketahui oleh Alyssa saat tak sengaja menguping pembicaraan salah satu temannya yang berprofesi sebagai dokter. Ia mengatakan ada pasien masuk ke ruang bersalin dengan status mengkhawatirkan. Informasi itu didapatkan dari seorang suster yang menerima pasien itu di ruang gawat darurat. Teman Alyssa bercerita, dia seperti pernah melihat wanita itu tapi lupa tepatnya di mana. Ia pun bertanya pada Alyssa, walau tak yakin dengan jawabannya. "Tadi, kalau tidak salah namanya adalah Rani iswandari. Nama suaminya Wirautama. Alyssa, nama Wirautama di Jakarta tidak hanya nama suamimu kan?" Alyssa terdiam saat itu. Nama Rani dan Wirautama memang banyak, tapi yang terlibat cinta di belakang layar hanya mereka berdua. Tidak salah lagi, pasti itu Rani istri kedua suaminya. "Dia melahirkan? Siapa yang mengantarnya?" tanya Alyssa yang mulai khawatir. Ia takut terjadi sesuatu dengan wanita itu dan dirinya akan terus merasa bersalah hingga akhir hidup
"Istrimu melahirkan!" Alyssa menaruh ponselnya segera setelah berteriak. Wirautama yang berada di kamar terkejut dengan suara teriakan itu. Ia segera berlari keluar kamar menemui Alyssa. "Ada apa?" balasnya. "Aku dapat info, istrimu melahirkan. Kamu tidak menjenguknya?" tanya Alyssa memastikan. Terdiam sambil berpikir sejenak, Wirautama belum bisa memutuskan akan datang atau tidak. Ia bimbang memutuskan hal tersebut. Lalu Alyssa kembali bertanya, "Kamu jenguk tidak? Kalau tidak, biar aku yang jenguk." "Kalau berdua dengan kamu, aku ikut." "Ok. Aku ganti pakaian dulu." Alyssa segera masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian sementara Wirautama menunggu di luar. Rafandra yang baru saja dari luar rumah, baru selesai mencuci mobilnya melihat keheranan wajah ayahnya yang diam memucat seperti terkena sihir. "Kenapa, Pa?" tegur Rafandra. Wirautama terlonjak kaget lalu menggelengkan kepalanya. "Kok diam saja?" "Kamu enggak kerja?" Wirautama malah balik bertanya pada Rafandra. "Izi
Karena kondisi tubuh Wirautama telah membaik, ia sudah diizinkan untuk kembali beraktivitas walau hanya sekedar duduk tanpa turun langsung ke lapangan. Rafandra sebagai anak yang sangat sayang pada ayahnya, rela menggantikan tugas sementara ayahnya sebelum rapat pimpinan direksi yang akan dilaksanakan bulan depan. Menunggu ayahnya selesai membaca dokumen yang ia bawa, Rafandra lebih mementingkan pesan yang dikirimkan oleh istrinya. Pesan ringan, hanya seputar keinginan istrinya yang aneh. "Kayana lagi rewel?" tanya Wirautama mengintip dari balik kacamatanya. Rafandra mengangguk. "Biasa, itu. Minta apa dia sekarang?" "Minta belikan croffle, cromboloni. Makanan aneh, Pa. Pasti ujung-ujungnya Rafa yang makan," keluh Rafandra. "Ya enggak apa-apa. Yang penting istri kamu senang, anak kamu juga." Rafandra hanya mengangguk-angguk sambil memainkan ponselnya. "Papa enggak pulang? Udah jam makan siang. Mama bilang jangan terlalu banyak kerja." Rafandra berdiri dari duduknya, mengambil doku
Pagi sekali sepasang suami istri itu bangun. Baru saja menapakkan kaki mereka di dapur, keduanya sudah disambut suara pekikan Alyssa yang sedang mengkomandoi asisten rumah tangga yang akan memasak sarapan pagi itu. "Jangan kebanyakan gula. Kalau bisa, tomatnya ditambah." asisten rumah tangga itu hanya diam saja sambil mengangguk pelan. "Kayana tidak suka manis. Nanti bikin tehnya dibuat lebih kental sedikit." "Iya Bu." Saatnya Alyssa kembali ke ruang makan. Sudah ada Kayana dan Rafandra yang duduk manis berbincang satu sama lain. Kayana terlihat segar dengan rambut basahnya. Begitu pula Rafandra yang sejak tadi mengusak-usak rambut sang istri. Keduanya tampak akur tak seperti biasanya. "Tumben keramas pagi-pagi," sindir Alyssa. Sedikit berdehem, ia bertanya lagi pada keduanya. "Tadi malam habis berbuat yang enak-enak ya?" Alyssa terkekeh hingga membuat wajah Kayana memerah. Ia menoleh ke sebelahnya, Rafandra juga ikut terkekeh karena membayangkan kejadian tadi malam. Kayana yang
"Aku mau pulang ke rumah ibu. Mau liburan di sana." Kayana merajuk. Sejak pulang dari rumah sakit dan berjalan-jalan sebentar di sekitar area mall, rupanya tak membuat mood kesayangan Rafandra itu membaik. Apalagi, saat di resto tadi dirinya bertemu dengan Sonia secara tak sengaja dengan sikap sok centilnya. Seketika hancurlah semua niat dirinya yang ingin bermanja-manja dengan sang suami. "Besok ya. Aku antar ke rumah ibu." Rafandra mencoba bersikap sabar menghadapi ibu hamil yang sering meraung-raung tak jelas seperti Kayana. Persediaan sabarnya harus lebih dari hari biasa. "Terus, kamu nginep di sana enggak?" Rafandra menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Kamu tega ninggalin aku sendirian kalau malam?" Rafandra menepuk dahinya. Memang serba salah menjawab pertanyaan dari Kayana saat ini. "Aku kan kerja—" "Kalau kamu kerja, memangnya ada larangan tinggal di rumah aku? Kamu jahat, Rafa. Kamu enggak sayang lagi sama aku." Kayana mulai merengek. Air matanya menetes melalui pipinya ya
Rafandra menyempatkan diri datang ke rumah sakit bertemu dengan ayahnya yang masih dirawat di sana. Dirinya datang tidak hanya sendiri, bersama dengan Kayana tentunya. Baru saja ia masuk, mata ayahnya telah memindainya dari jarak jauh seolah dirinya adalah seorang penjahat. Memang seperti itulah Wirautama jika sedang mengintai seseorang. "Pa, biasa aja lihatin Rafa." risih, Rafandra menegur ayahnya. Kayana yang mengekor di belakang mengucapkan salam lalu mencium tangan ayah mertuanya. "Papa udah sembuh belum sih?" "Dasar anak durhaka. Tuh istri kamu saja cium tangan, kamu malah melengos." Wirautama memukul lengan Rafandra pelan, namun anaknya itu berlagak kesakitan. "Bagaimana dengan Sonia? Berhasil dipindahkannya?" Rafandra menggedikkan bahunya. "Papa kenapa bikin peraturan seperti itu sih? Kenapa Sonia dimasukkan ke dalam tim pengembangan juga?" "Dia bagus, idenya selalu menarik dan public speakingnya selalu didengar oleh investor. Apa salahnya kalau kita masukkan dia ke dalam t