Alyssa tersenyum pahit melihat kebersamaan keluarga besannya yang nampak bahagia. Sepasang suami istri itu saling bercanda memperbincangkan masalah rumah tangga mereka sambil bercanda dan saling memukul satu sama lain. Naura kadang mencubit manja suaminya jika bicara seenaknya begitu pula sebaliknya. Mereka juga tertawa lepas menertawakan tingkah manja pasangannya. Alyssa merasa iri, terakhir ia bersikap manja sebelum Rafandra menikah. Ia merindukan saat-saat itu. "Nanti jeng Alyssa menginap disini?" tanya Naura disela obrolannya dengan sang suami. Alyssa menggelengkan kepalanya. "Padahal kita sudah menyiapkan kamar tamu untuk jeng Alyssa loh." Naura terlihat kecewa dengan penolakan Alyssa. Bibirnya cemberut ke depan merajuk lucu. "Maaf, jeng Naura. Besok ada pertemuan di butik, membicarakan tentang rencana kolaborasi dengan talent artist. Mungkin minggu depan jika saya tidak ada kesibukan." Alyssa menolak dengan halus. Naura mengganggukkan kepalanya. Selanjutnya, ia mengajak Alyss
Kayana benar-benar marah. Sepanjang malam menjelang pagi, ia tak menegur Rafandra. Sebelum subuh, dirinya sudah menyiapkan sarapan dan keperluan suaminya. Sekali lagi, tanpa ada teguran apalagi sapaan di pagi hari. Rafandra sudah pasrah dengan tindakan Kayana. Toh, ini bukan yang pertama kalinya bagi dia. "Sayang, aku nanti ada meeting. Kamu bisa kan datang ke kantor bawakan makan siang?" Rafandra coba berdamai dengan Kayana. Suaranya lembut menyapa istrinya yang tengah sibuk menata meja makan. Sambil menunggu jawaban Kayana, ia meneguk segelas susu hangat di atas meja. "Sayang, suami lagi ngomong tuh didengerin dong." "Ya," jawab Kayana singkat. Rafandra mengelus dadanya melihat tingkah Kayana yang memang sedikit menyebalkan. Istrinya itu kembali ke dapur, sepertinya sedang mengambil makanan yang tadi dihangatkan. Rafandra terburu-buru beranjak dari meja makan menghampiri Kayana yang sedang berdiri di depan penghangat makanan. "Sayang, kamu masih marah?" Rafandra melilitkan lenga
Keputusan sudah diambil. Alyssa yang tak mau adanya pertemuan dengan Kayana dan Rafandra memilih membuat keputusannya sendiri. Sempat berdebat sengit dengan sang suami, akhirnya Alyssa mengambil solusi dalam mengurus rumah tangga berdua dengan jalannya masing-masing.Alyssa tidak ingin dilibatkan dalam hal apapun mengenai wanita simpanan yang kini menjadi istri kedua suaminya, begitu juga sebaliknya. Satu hal penting yang harus dipenuhi Wirautama, pria itu harus menutup rapat skandal perselingkuhannya dari siapapun termasuk wartawan.Wirautama yang tak ingin kehilangan Alyssa hanya menunduk pasrah dengan perjanjian itu. Cerdas, Alyssa memaksa juga suaminya menandatangani surat yang telah ia siapkan sebelumnya.“Apa ini tak terlalu berlebihan?” protes Wirautama setelah menandatangani surat itu. Alyssa tak peduli, ia lebih mementingkan pesan yang dikirimkan oleh menantunya daripada suaminya sendiri.Melirik sadis, Alyssa berkata ketus pada suaminya, “Kenapa? Terserah kamu mau tandatanga
Bingung. Entah apa yang akan dilakukan oleh Rani, istri kedua Wirautama. Ini semua berawal dari pertemuan mereka berdua yang tak di sengaja beberapa bulan yang lalu saat perayaan ulang tahun perusahaan salah satu koleganya. Wirautama tak sengaja berkenalan dengan seorang wanita bernama Rani. Pertemuan mereka sangat singkat, mereka hanya saling menyapa dan bertukar nomor ponsel. Namun, siapa sangka akibat perkenalan itu keduanya saling jatuh cinta. Dua kali bertemu, Wirautama berani melamar Rani tanpa sepengetahuan Alyssa dan mereka menikah di luar kota tepat dua bulan sebelum Rafandra melamar Kayana. Wirautama pun beranjak dari tempat duduknya lalu mengejar Rani yang lebuh dulu pergi. “Rani! Berhenti!” Tak menggubris, Rani terus berjalan cepat hingga turun ke lantai bawah mengabaikan perutnya yang buncit karena hamil. Ia tak peduli dengan teriakan Wirautama yang terus memanggilnya. Tepat saat Rani keluar dari pintu, matanya bertemu pandang dengan Rafandra yang baru saja akan turun d
Alyssa dan Wirautama berlari kecil menuju ruang gawat darurat sambil bergandengan tangan dan mata yang memancarkan kesedihan. Alyssa yang sejak awal terus menangis, tak bisa menyembunyikan kegelisahannya dari matanya yang sembab. Di depan sana, Rafandra juga terlihat sama gusarnya. Berulangkali ia mengusap wajahnya lalu duduk di bangku tunggu rumah sakit. Rafandra gelisah memikirkan nasib anak dan istrinya. "Bagaimana keadaan Kayana, Rafa? Tidak ada sesuatu yang berbahaya kan?" Alyssa memberondong Rafandra dengan pertanyaan panjang. Pasalnya, ia ingin segera mengetahui keadaan menantu dan calon cucunya yang berada di dalam sana. "Tadi Kayana pingsan, Ma. Ada kemungkinan dia harus rawat inap," ujar Rafandra yang kini tampak lebih tenang. "Rawat inap? Berarti parah keadaannya? Kalau nanti rawat inap, biar mama saja yang menemaninya. Kamu jangan khawatir." Rafandra mengangguk pelan. Mata Rafandra beralih pada Samsul yang datang membawa dua bungkus makanan dan minuman untuknya. "Ini b
Di hari pertama Kayana dirawat di rumah sakit, Rafandra selalu berusaha berada di dekat istrinya. Setiap kali Kayana meminta sesuatu, dirinya akan jadi orang pertama yang siap sedia memberikannya termasuk urusan makanan. Karena Kayana sedang tergila-gila dengan donat, hampir setengah lusin dihabiskannya sendiri. Mengherankan bagi Rafandra yang tak pernah melihat istrinya seperti ini. Takut semakin kecanduan, Rafandra menarik kotak donat yang tengah dipegang Kayana lalu menaruhnya di meja tengah. Kayana yang masih ingin menikmati donat itu tiba-tiba merengut tak jelas dengan mulut penuh kunyahan. "Sudah ya sayang, makan donatnya besok lagi," ujar Rafandra yang dibalas rengutan sebal dari Kayana. "Aku takut gula darah kamu naik." "Justru kata dokter gula darah aku tuh defisit. Harus banyak makan makanan mengandung gula," jawab Kayana yang masih sibuk mengunyah sebongkah donat di tangannya. "Stop. Besok aku belikan lagi." Rafandra memasukkan sisa donatnya ke dalam kotak bekal yang ta
Kayana terlihat bahagia dengan kedatangan ibu mertuanya untuk yang kedua kali ke rumah sakit. Apalagi saat ini ibu mertuanya membawa sekotak donat yang masih diinginkannya. Mulutnya sampai tak berhenti mengunyah hingga membuat Rafandra menggelengkan kepalanya sejak tadi. Kalau Rafandra tak salah lihat, wajah ibunya sedikit sembab di bagian matanya. Juga garis kerut di dahinya yang makin terlihat jelas saat ia menunduk. Entah apa yang sedang dipikirkannya namun ini membuat Rafandra jadi curiga dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Diliriknya Samsul yang duduk di sebelahnya dengan santai sambil menyantap makan malamnya. Satu pertanyaan terlintas di kepalanya, mengapa dia tidak memberitahukan sesuatu hal padanya. Padahal Rafandra yakin sekali ada satu hal yang ditutupi oleh mereka. "Ehem, mama tadi pulang sama Samsul?" tanya Rafandra yang diangguki oleh Alyssa. "Kok bisa? Kan—" "Tadi mama ketemu Samsul di kantor papa kamu terus mama suruh antar ke rumah sakit," jawabnya santai. "Tadi
Malam ini tepat pukul dua belas, Alyssa terpaksa pulang ke kediamannya setelah berdebat sengit dengan Wirautama di telpon tadi. Ini semua adalah permintaan aneh suaminya yang terus memaksanya untuk bicara malam ini. Pria itu berubah kasar dalam satu hari karena kejadian tadi siang. Rupanya, kepergian Alyssa yang tiba-tiba membuat kemarahannya tak terbendung. “Dari mana saja kamu?” Wirautama memanggil Alyssa yang tengah berjalan santai di ruang tamu tanpa menghiraukan dirinya. Tak ada jawaban dari Alyssa, istrinya itu langsung masuk ke dalam kamar lalu membersihkan dirinya. Merasa tak dianggap, Wirautama mengikuti langkah istrinya lalu bertanya lagi padanya. “Kenapa kamu menghindari suamimu sendiri dan memilih pergi?” “Kasar sekali cara bicara kamu sekarang. Seorang Wirautama yang terkenal ramah di luar sana, ternyata adalah orang yang sangat arogan. Apa pantas kamu bersikap seperti ini di depan istrimu sendiri?” gertak Alyssa yang tak takut dengan gertakan Wirautama tadi. Tubuh lel