Di pagi buta Leanna terbangun. Tidurnya benar-benar tidak nyenyak. Setelah semalam dia dan Stella sedikit berbincang mengenai kepindahan Stella ke rumah barunya, membuat Leanna banyak berpikir. Dia tidak bisa terus menerus bergantung pada temannya itu. Bahkan ketika Stella menanyakan tempat tinggal baru Leanna, dia hanya menjawab akan tinggal di mess kantornya yang jelas-jelas tidak ada.
"Benar kamu akan tinggal di mess kantor?" tanya Stella ragu sambil menatap Leanna."Iya benar. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," kata Leanna meyakinkan Stella sekali lagi."Baiklah kalau begitu. Tapi kalau kau butuh bantuan, jangan sungkan meneleponku ya! Dan ingat ... kamu harus datang di pernikahanku akhir minggu ini!" kata Stella pada akhirnya.Pada akhirnya, dengan diam-diam Leanna pergi meninggalkan rumah Stella di pagi buta yang dingin, setelah meninggalkan selembar catatan kecil di pintu kulkas. Dengan membawa beberapa kopernya, Leanna segera pergi ke kantor. Seingatnya di ruang wardrobe ada beberapa sofa nyaman yang bisa dia gunakan untuk tidur. Mungkin sampai dia menemukan tempat tinggal baru, dia akan menginap di kantornya.Saat tiba di stasiun TV VO-Channel, Leanna segera meletakkan kopernya di loker karyawan miliknya sebelum karyawan lainnya berdatangan. Kemudian mulai melakukan pekerjaannya menyiapkan dan merapikan beberapa pakaian yang akan digunakan untuk acara hari ini yang menurut seniornya adalah hari ulang tahun stasiun TV VO-Channel."Hai, Leanna!" sapaan ringan itu terdengar familiar saat Leanna menuju ruang make up."Hai, Arvian. Selamat pagi!" sapanya ramah saat pria itu tiba di hadapannya."Mau sarapan bersamaku tidak?""Hmm ... mungkin lain kali, ya. Aku benar-benar sibuk sekarang. Maaf, ya!" tolak Leanna halus."Begitu, ya. Ponselmu mana? Coba kupinjam!" Seperti tak kehabisan akal, Arvian menyodorkan tangannya meminta ponsel milik Leanna."Untuk apa? Pulsaku habis!" sahut Leanna."Aku bukan mau minta pulsa. Sudah cepat sini, aku pinjam sebentar!" kata Arvian sedikit tak sabar dan Leanna pun akhirnya menyerahkan ponselnya. Kemudian pria itu dengan cepat mengetikkan sesuatu di ponsel Leanna. "Simpan baik-baik ya nomor ponselku! Jangan kamu hapus! Aku akan menghubungimu kapan-kapan," ucap Arvian sambil menatap layar ponselnya sendiri kemudian menyimpan nomor ponsel Leanna yang telah masuk di ponselnya."Dasar! Itu pencurian nomor telepon namanya. Kenapa tidak bilang saja mau minta nomorku!""Memangnya kalau aku minta langsung, kamu mau kasih?""Ya, tidak juga siiih," sahut Leanna sambil nyengir kuda. "Sudah, ah! Aku mau kerja lagi. Sampai nanti!""Oke, yang semangat ya kerjanya!" kata Arvian ceria sambil bergaya ala kiss bye yang menggemaskan.Di karenakan hari ini merupakan hari besar stasiun TV VO-Channel, maka hari ini managemen, seluruh staf beserta tim kreatif telah mempersiapkan beberapa acara yang seru dan spesial dari pagi hingga puncak acara yang spektakuler di tengah malam nanti. Hal ini sudah pasti membuat Leanna harus berlarian ke sana kemari mengurus beberapa pakaian para pembawa acara dan pengisi acara yang akan tampil. Bahkan sampai hari telah beranjak sore, Leanna masih sibuk berkutat dengan fitting pakaian beberapa penyanyi yang mengisi acara untuk tengah malam nanti. Beberapa artis pengisi acara pun kini tengah melakukan gladi bersih untuk mengsukseskan acara spektakuler tersebut, termasuk Arvian.Di waktu yang sama, di rumah sakit Savero, Kakek Antony yang beberapa hari lalu ditolong Leanna sudah pulih dan sudah boleh pulang. Kondisi tubuh kakek itu telah membaik terlihat bagaimana cara pria itu tersenyum."Apa kamu sudah menemukan di mana gadis itu tinggal, Nic?" tanya Kakek Antony pada sekretaris kepercayaannya."Sudah, Presdir. Beberapa hari ini gadis itu menginap di ruang staf wardrobe VO-Channel. Beberapa hari lalu, dia telah dikeluarkan dari rumah kontrakkannya karena menunggak pembayaran. Saya rasa gadis itu memang tidak punya tempat tinggal lain di kota ini.""Orang tuanya di mana?""Orang tuanya tinggal di kaki bukit sebagai petani. Mereka punya kebun buah dan sayuran di desanya.""Malang betul anak itu. Baiklah, antar aku pulang dulu, lalu kita pergi ke VO-Channel," ucap Kakek Antony sambil berjalan menuju pintu keluar rumah sakit Savero, salah satu rumah sakit terbesar di kota ini yang dimiliki keluarga Maheswara. Beberapa ajudan dan sang sekretaris, Nico berjalan mendampingi kakek tua itu menuju mobil mewahnya yang telah menanti di depan lobi gedung rumah sakit.Sementara itu, di stasiun TV VO-Channel, Leanna masih sibuk membawakan kostum para pembawa acara ke ruangannya masing-masing. Karena terlalu sibuk dia nyaris tidak sempat makan."Leanna! Temani aku makan, ya. Aku lapar sekali!" Tiba-tiba saja Arvian yang kebetulan lewat langsung menyeretnya menuju kafetaria."Ya ampun, Arvian. Kenapa menarikku begini?""Habis kalau kuminta baik-baik, kamu selalu menolak. Aku kan, ingin lebih dekat denganmu!""Masalahnya kamu ini artis dan penyanyi terkenal, semua wanita memujamu bahkan sampai hafal semua lagu romantismu itu. Aku mana berani dekat denganmu. Nanti para penggemarmu bisa memusuhiku!" jelas Leanna saat mereka sudah duduk di salah satu meja bundar di kafetaria."Loh, kenapa mereka harus memusuhimu? Kamu cantik dan mengobrol denganmu sangat menyenangkan. Jadi, tak masalah buatku!""Iya kamu sih tak masalah. Tapi coba lihat sekelilingmu!" Leanna melirik ke sekelilingnya dengan hati-hati, kemudian menunduk dan berbicara dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua. "Banyak wanita menatapku seakan ingin melumatku habis hanya karena aku ada di dekatmu. Apalagi sekarang kamu menarik lenganku begitu saja. Fix, mereka seakan ingin menerkam dan mencabik-cabik tubuhku sampai hancur. Hiiiii ... menyeramkan!""Sudah, tenang saja. Mereka takkan berani mengusikmu selagi masih ada aku. Sekarang ayo kita makan! Aku benar-benar lapar," sahut Arvian cuek dan malah fokus pada makanan pesanan mereka yang telah terhidang rapi di hadapannya.Selesai makan, mereka kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Hingga tiba saatnya puncak acara ulang tahun stasiun TV VO-Channel berlangsung pada malam harinya. Para pembawa acara membuka acara dengan meriah disusul pertunjukan tari dan beberapa lagu dari beberapa penyanyi papan atas. Usai acara pembuka, pembawa acara mengumumkan akan ada kata sambutan dari sang Presiden Direktur VO-Channel yang sengaja menyempatkan diri untuk menghadiri acara tersebut. Begitu melihat sang Presdir naik ke atas panggung, mata Leanna membelalak seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Presdir tersebut adalah Kakek Antony Rahendra Maheswara, kakek yang kemarin ditolong oleh Leanna."Selamat berbahagia rekan-rekan sekalian. Terima kasih sudah berusaha yang terbaik untuk memajukan stasiun TV kebanggaan kita ini. Saya benar-benar bersyukur bisa hadir di tengah kalian dan terima kasih juga untuk malaikat kecil saya yang telah membantu saya melewati masa-masa kritis. Silakan bersenang-senang semuanya. Terima kasih.Acara malam ini berlangsung dengan amat meriah. Terlebih ketika Arvian tampil untuk membawakan beberapa lagu balad-nya yang membuat semua penonton wanita berteriak histeris memujanya. Semua acara berjalan dengan baik dan setelah acara tersebut usai, Kakek Antony memanggil Leanna ke ruang kerjanya. Leanna yang masih tak percaya kalau Kakek Antony adalah Presdirnya menjadi gugup ketika berhadapan dengan pria itu."Kau pasti kaget ya, Nak?" tanya Kakek Antony membuka percakapan saat Leanna hanya bisa mematung di kursinya."Iya .... Sa ... saya ... benar-benar kaget.""Tak perlu sungkan begitu! Mana keceriaanmu tempo hari itu?""Ah ... itu ... karena Kakek tak memberitahuku kalau Kakek Presdir di sini.""Untuk apa aku memberitahumu hal tak penting itu. Aku kan hanya seorang Kakek tua saja." Kakek Antony terkekeh pelan melihat kekikukkan Leanna."Tapi kan, tetap saja Kakek adalah pimpinanku di sini. Apalagi aku benar-benar berterima kasih karena Kakek telah memberiku pekerjaan di sini.""Tak perlu risaukan itu. Anggap saja seorang Kakek yang mencoba membantu cucunya," kata Kakek Antony sambil tersenyum."Cucu? Ah, aku jadi malu kalau Kakek sampai menganggapku seperti itu. Padahal aku bukan siapa-siapa," balas Leanna sambil tersipu."Oh ya, satu lagi Leanna! Maksud Kakek memanggilmu kemari adalah untuk mengajakmu tinggal di rumah Kakek. Nanti Kakek kenalkan pada cucu Kakek yang tampan dan hebat itu.""Tinggal dengan Kakek? Ah ,tak perlu sampai seperti itu, Kek! Aku dapat pekerjaan saja sudah berhutang budi pada Kakek. Mana mungkin orang seperti aku bisa tinggal di rumah orang hebat seperti Kakek?" kata Leanna merendah."Sudahlah Leanna, Kakek tahu kalau selama ini kamu tinggal di sini. Lebih baik kamu jadi cucu Kakek dan tinggal dengan Kakek saja," kata Kakek Antony sambil menepuk pundak Leanna saat pria tua itu berdiri di samping Leanna, kemudian memanggil sekretarisnya. "Nico ... tolong bawakan semua barang Leanna ke mobil! Dia akan ikut pulang dengan kita malam ini.""Tapi Kek, aku ....""Leanna ... aku berhutang nyawa padamu. Setidaknya hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membantumu. Jadi jangan menolak ya, Nak!" ucap Kakek Antony lembut. Kemudian Kakek Antony mengajak Leanna menuju mobilnya dan mereka pulang bersama menuju kediaman Kakek Antony.Belum habis keterkejutan Leanna tentang siapa Kakek Antony, sekarang pun Leanna tengah dikejutkan oleh megah dan mewahnya rumah Kakek Antony. Namun rumah yang megah dan mewah tersebut terlihat amat sepi. Yang terlihat hanya beberapa petugas keamanan yang berjaga di gerbang rumah Kakek juga beberapa pelayan yang sibuk merapikan rumah. Bahkan suara jangkrik pun jadi jelas terdengar memecah kesunyian malam."Kakek, katanya Kakek tinggal dengan cucu Kakek. Kok rumah ini sepi sekali, ya?" celetuk Leanna polos."Cucu Kakek itu orang yang sibuk sekali, bahkan sampai jarang pulang ke sini. Dia lebih sering pulang ke apartemennya yang terletak di dekat rumah sakit. Makanya Kakek kesepian. Padahal dari kecil Kakek yang merawat mereka.""Terus anak Kakek di mana?""Anak Kakek sudah meninggal. Kecelakaan pesawat," jelas Kakek dengan raut wajah yang langsung berubah mendung. Sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang empuk, Kakek pun menyeruput teh yang baru saja diantarkan oleh salah satu pelayannya. "Maka dari itu, sedari kecil cucu Kakek tak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Jadi sikap mereka agak sedikit dingin. Kamu jangan terkejut jika mereka begitu, ya!" gurau Kakek."Tenang saja, Kek. Aku sudah terbiasa dengan orang-orang seperti itu," kata Leanna sambil tersenyum manis."Sudah malam, Nak. Kamu pasti lelah. Istirahatlah, kamarmu di lantai dua di sudut bangunan.""Baiklah. Kakek juga istirahat, ya. Selamat malam, Kek!"****Leanna terbangun di sebuah kamar besar yang indah. Bagaikan seperti mimpi dia bisa tidur di kamar luas dengan kasur yang empuk dan nyaman. Berbanding terbalik dengan kamar kontrakannya selama ini. Beberapa kali Leanna mengerjapkan matanya seolah tak percaya bahwa semua ini bukan mimpi.Masih sambil menguap dan mengusap mata serta rambut yang terlihat kusut, Leanna keluar dari kamar menuju kamar mandi di seberang ruang kamarnya. Namun seketika saja tubuh Leanna berubah kaku dan matanya membulat sempurna. Leanna langsung berdiri mematung beberapa saat di depan pintu kamar mandi. Sosok yang kini berdiri di hadapan Leanna jelas membuatnya terkejut setengah mati.“Whaaaa!!!” Teriakan Leanna terdengat keras dan menggaung hingga membuat orang yang berdiri di depannya itu sampai menutup telinga.“Ke-ke ... kenapa Dokter ada di sini?” tanya Leanna terbata-bata saat melihat sosok Reynald kini berdiri di depan pintu kamar mandi mengenakan kaos dan celana panjang training. Dengan rambut setengah
Di dalam ruang kerjanya, Reynald tengah berpikir tentang perkataan kakeknya tadi pagi. Beberapa berkas yang berserakan terlupakan begitu saja di hadapannya. Fokusnya berubah untuk sejenak. Memang sih, perempuan itu terlihat manis dan lain sekali tipenya dari semua wanita yang pernah Kakek jodohkan padaku. Tapi apa benar ini pilihan yang tepat bagi Kakek. Bukan! Apa dia memang perempuan yang tepat untukku? Apalagi kemarin Ardant memberiku data hasil cek up Kakek terakhir kali. Memang kondisinya sedang tidak bagus. Aarrgh ... ini sungguh membuatku frustrasi!!! Pria itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga sebuah ketukan di pintu ruangannya membuat Reynald tersadar. Reynald mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sahabatnya sudah berdiri di depan pintu ruang prakteknya. “Hei ... kenapa wajahmu seperti itu? Kali ini siapa lagi wanita yang Kakek jodohkan padamu?” kata Ardant yang sudah hapal di luar kepala arti dari mimik wajah sahabatnya saat ini. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Reynal
“Pagi, Leanna!” sapa Arvian ceria saat tiba di studio 2 dan mendapati Leanna sedang bekerja di sana.“Pagi juga. Tumben jam segini sudah datang?”“Iya. Sekarang aku jadi host program ‘Musik Hitz’. Keren, kan?” kata Arvian narsis.“Dasar narsis. Sudah ah, aku mau kembali bekerja. Dah … Arvian!” pamit Leanna, tetapi dengan cepat Arvian menarik lengan gadis itu. “Ada apa lagi?”“Nanti siang kita makan sama-sama, ya! Jangan lupa tunggu aku di sini!”“Baiklah,” jawab Leanna sambil tersenyum sebelum akhirnya pergi kembali bekerja.Untungnya hari ini jadwal acara yang Leanna pegang tak begitu banyak sehingga dia bisa bersantai sejenak sambil menunggu Arvian selesai membawakan program musiknya. Sesekali Leanna membantu Nindy menyiapkan pakaian untuk para kontestan acara pencarian bakat menyanyi nanti malam. Hingga tak lama kemudian dering suara ponsel Leanna berbunyi dan nama Arvian tertera di layar ponselnya.“Aku sudah selesai. Kamu di mana sekarang?”“Aku masih di ruang wardrobe. Tunggu se
Sudah tiga hari ini Leanna tidak masuk kerja. Semenjak kejadian di rumah sakit, Leanna tak melihat sedikit pun penampakan Reynald di rumah. Mungkin pria itu sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga tak pernah pulang.Suasana di rumah Kakek pun sangat sepi sekali karena Kakek sedang sibuk mengurus beberapa bisnisnya dan baru akan pulang ketika dini hari. Leanna merasa bosan hingga membuatnya tak bisa tidur malam ini.Pelan-pelan Leanna berjalan menuju dapur untuk membuat kopi kesukaannya. Sambil sesekali menyeret kakinya yang masih sedikit sakit, Leanna memanaskan air dan mengambil bubuk kopi. Setengah berjinjit, Leanna berusaha mengambil cangkir kopi di rak paling atas. Karena keseimbangan kakinya belum baik, Leanna pun oleng. Untung seseorang menangkap pinggangnya dan membantunya berdiri dengan benar.“Kenapa tidak panggil Bu Tia saja?” kata Reynald yang terlihat masih mengenakan pakaian rapi walau terlihat sedikit kusut. Nampaknya pria itu baru saja pulang dari rumah sakit karena aro
Pagi sekali Leanna terbangun dalam kebingungan, karena seingatnya dia tertidur di sofa ruang santai saat sedang menyelesaikan gaun yang dibuatnya. Sekarang Leanna justru sudah berada di kamarnya.“Apa aku berjalan sambil tertidur, ya?” gumam Leanna pelan kemudian segera bangkit untuk bersiap-siap berangkat kerja.Setengah jam kemudian Leanna sudah ada di dapur membantu Bu Tia menyiapkan sarapan. Sekalipun Bu Tia menyuruhnya duduk saja namun wanita itu lebih suka ikut membantunya memasak dan menyiapkan peralatan makan. Hingga tak lama kemudian Reynald dan Fiona telah duduk bergabung mengelilingi meja makan.“Kalian mau minum apa? Kopi atau teh?” tanya Leanna sambil menyiapkan cangkir kopi atau teh.“Kopi,” jawab Reynald dan Fiona bersamaan. Dengan sigap Leanna menuang kopi ke dalam dua buah cangkir putih lalu memberikannya pada Reynald dan Fiona.“Selamat pagi cucuku semua!” sapa Kakek saat tiba di ruang makan kemudian duduk di kursinya. Pagi ini Kakek terlihat lelah tak seperti biasan
Leanna bangun terlalu pagi di akhir pekan yang cukup tenang. Wanita itu membuka pintu kaca balkonnya dan menghirup udara pagi yang segar. Tercium beberapa aroma bunga yang bermekaran dari taman belakang dan dia tak pernah bosan menghabiskan waktu luangnya untuk sekadar bersantai di kursi balkon kamar tersebut. Sayangnya dering telepon yang mengalunkan lagu favorit Leanna berhasil menyabotase kegiatannya menikmati udara segar dan ketenangan di balkon tersebut. Leanna langsung menekan tombol terima dengan segera begitu tahu siapa yang meneleponnya. “Pagi, Leanna. Apa kabarmu pagi ini?” tanya Arvian lembut. “Aku baik. Kenapa meneleponku sepagi ini? Memangnya kamu tidak ada syuting?” “Ini aku sudah di lokasi syuting. Hari ini aku syuting mini drama dan suasananya sangat membosankan. Andai saja kamu ada di sini Leanna,” keluh Arvian. “Memang yang jadi lawan mainmu sekarang siapa?” “Soraya. Dari dia datang sampai break syuting, dia selalu saja mengikutiku dan membuatku jengkel. Jadi ak
Ketika sampai di gedung tempat acara pernikahan Stella dilangsungkan, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Leanna maupun Reynald. Sekalipun Leanna berusaha mencairkan suasana, tetapi selalu ditanggapi dengan datar dan dingin oleh pria itu. “Dokter, aku mau ke ruang pengantin wanita dulu, ya. Apa Dokter mau ikut?” “Tidak. Saya tunggu di dalam saja.” “Oke.” Keduanya pun berpisah arah. Reynald memilih langsung masuk ke dalam ballroom sedangkan Leanna segera menuju ruang pengantin wanita untuk menemui Stella. “Wow!!! Lihatlah dirimu ... kamu cantik sekali Stella,” puji Leanna tulus sambil menghampiri sang pengantin yang terlihat cantik dengan gaun putih yang berhiaskan sentuhan ornamen bunga berwarna biru sesuai tema pernikahannya. “Akhirnya kamu datang juga. Lihat yang lain sudah menunggumu!” kata Stella sambil menunjuk teman-temannya yang mengenakan pakaian dengan warna dan bahan yang sama dengan yang dikenakan Leanna. Beberapa teman dekat masa sekolahnya dulu kini ada di h
Pagi-pagi sekali Leanna sudah siap untuk berangkat kerja. Sengaja dia berangkat lebih awal sebelum Kakek dan Reynald bangun. Semalam Leanna benar-benar tak bisa tidur karena jantungnya tetap berdebar kencang mengingat kejadian di pesta pernikahan Stella. Entah kenapa akhir-akhir ini dokter itu selalu bisa membuat jantungnya berdetak gila. Kalau Leanna melihat pria itu pagi ini, bisa-bisa jantungnya melompat keluar dari rongganya.Sebelum berangkat, Leanna sengaja menitipkan pesan pada Bu Tia supaya Kakek tidak menunggunya saat sarapan dan sekarang dia tengah memasuki ruang tim wardrobe stasiun TV VO-Channel.“Pagi, Leanna,” sapa Nindy yang tengah sibuk memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas besar untuk keperluan syuting.“Pagi juga. Apa yang kamu lakukan? Kenapa semuanya dimasukkan ke dalam tas? Memangnya kita mau ke mana?”“Apa kamu lupa kalau mulai hari ini kita bertanggung jawab menyiapkan wardrobe untuk syuting drama. Drama kedokteran yang Arvian bintangi dengan Safira dan Soray
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Sudah beberapa hari ini Fiona lebih sering berada di butik Leanna dengan setumpuk buku referensi pernikahan yang dibawanya. Menghabiskan hari sambil berceloteh tentang model gaun seperti apa yang cocok untuk gaun pengantinnya. Dekorasi seperti apa yang bagus untuk acara pernikahannya kelak, hingga jenis dan warna bunga yang bagaimana yang bagus digunakan untuk menghiasi ballroom tempat acaranya nanti. Leanna sampai pusing sendiri menanggapi semua celotehan Fiona tentang rencana pernikahannya tersebut. Belum lagi ketika Fiona bertanya beberapa pilihan konsep pernikahan yang ada di buku referensi tersebut. Leanna sampai bingung harus pilih yang seperti apa. Karena semua konsep yang Fiona usulkan semuanya memiliki keunikan tersendiri. “Kalian sedang apa?” tanya Safira yang tiba-tiba datang. Wanita itu membuka kacamata hitamnya kemudian ikut duduk di sebelah Fiona. “Merencanakan pernikahan,” jawab Leanna singkat. “Pernikahan siapa?” tanya Safira bingung. Leanna hanya melirik ke arah Fi
Tuan Darwin duduk di samping Kakek Antony kemudian kedua orang tua Kennard dan Kennard yang duduk persis di samping Fiona. Mereka semua saling menyapa dengan anggukan dan senyuman singkat kepada Kakek Antony. “Bukankah kamu yang meminta Kennard untuk membawa serta kami sekeluarga?” balas Tuan Darwin sambil menatap Kakek Antony tajam. Yang menurut Leanna seperti harimau yang sedang menakut-nakuti mangsanya. “Tentu, kalau cucumu itu ingin mendapatkan cucu perempuanku yang berharga.” “Kalau begitu, apakah kamu sudah bersedia menyerahkan cucu perempuanmu yang berharga itu pada cucuku?” tanya Tuan Darwin yang kali ini dengan senyuman tipis di bibirnya. “Mengingat sudah berapa lama kita berteman, seharusnya kamu tahu jelas apa jawabanku, kan, Win?” balas Kakek Antony lagi sambil menatap Tuan Darwin lekat-lekat. “Baiklah! Kita tidak perlu berbasa basi seperti ini lagi. Bagaimana kalau langsung menetapkan tanggal pernikahan untuk mereka saja?” kata Tuan Darwin yang saat ini raut wajahnya
Belaian lembut di pipi Leanna pun membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Sebuah kecupan bahkan mendarat di bibir Leanna saat wanita itu membuka mata. Reynald kemudian menatapnya dalam-dalam sambil merapikan beberapa anak rambut yang jatuh di pipi Leanna. “Pagi,” sapa Reynald saat Leanna sudah sadar sepenuhnya. “Hari ini sudah tidak ada seminar, tapi sepertinya kita harus lekas pulang,” kata Reynald dengan nada suara lembut. “Pulang?” “Hmm. Kamu lupa kalau nanti malam ada pertemuan antara keluarga kita dengan keluarga Raharjo?” “Nanti malam? Ah, iya. Acaranya Fiona?” “Betul. Awalnya saya ingin mengajakmu jalan-jalan di sekitar sini, tapi tadi pagi sekali Fiona menelepon untuk mengingatkan saya tentang pertemuan keluarga ini.” “Ah, benar juga. Tidak mudah membuat Tuan Darwin mau datang mengurus masalah Fiona dan Kennard. Kita tidak boleh mengacaukannya.” “Tentu. Karena itu … ayo lekas bangun, Sayang,” kata Reynald sambil mengusap pipi Leanna kemudian tersenyum dan menatap is
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk