Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Panas terik matahari menyengat tak menyurutkan semangat Leanna siang ini. Wanita itu dengan mantap melangkahkan kakinya memasuki gedung mewah bertingkat 20, tempat Queen's, perusahaan fashion impiannya berada. Sebuah perusahaan mode ternama yang selalu menciptakan brand termewah untuk para pecinta fashion dari golongan menengah ke atas. Tempat impian para desainer muda untuk mengawali karir mereka di industri adibusana. Walaupun menurut berita yang beredar, perusahaan ini hanya menerima desainer lulusan luar negeri terutama Paris, tetapi tak menyurutkan Leanna untuk tetap mencoba melamar pekerjaan di perusahaan tersebut walaupun dia hanya lulusan sekolah lokal."Leanna Mariskha!" Karena terlalu gugup, Leanna sempat terlonjak kaget saat namanya dipanggil untuk wawancara.Leanna bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan staff perusahaan. Sebuah ruangan besar dengan tatanan yang elegant. Di belakang meja dengan papan nama bertinta emas bertuliskan Fiona Nathalia M, tengah duduk seorang w
Dengan tergesa Leanna tiba di depan stasiun TV VO-Channel. Leanna segera menanyakan perihal karyawan yang dibutuhkan untuk bagian wardrobe sesuai instruksi kakek yang Leanna lupa namanya. Menurut resepsionis, Leanna harus langsung bertemu dengan Pak Chandra, General Manager di stasiun TV tersebut. Resepsionis itu pun akhirnya mengantarkan Leanna menuju ruangan sang GM untuk proses wawancara.Setelah bertemu Pak Chandra dan melalui wawancara singkat yang terkesan seperti hanya sebuah formalitas semata, akhirnya Leanna diterima bekerja di stasiun TV tersebut tanpa syarat apa pun. Leanna akan mulai bekerja esok hari dan itu membuatnya sungguh senang sekali. Setidaknya kesulitan keuangannya bisa teratasi.Dengan riang gembira Leanna melangkahkan kakinya menuju rumah sakit tempat sang kakek dirawat. Leanna ingin mengucapkan terima kasih pada kakek untuk apa yang terjadi padanya hari ini. Sambil membawa seikat bunga warna-warni, Leanna menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang rawat sang k
Pagi-pagi sekali Leanna telah tiba di studio stasiun TV VO-Channel. Setelah menghadap Bu Carissa atasannya langsung di bagian wardrobe untuk diberikan beberapa pengarahan, Leanna diperbolehkan langsung bekerja dengan tim wardrobe-nya. Akan tetapi sebelum menuju ruang tim wardrobe, Leanna mengganti pakaiannya dengan seragam baru yang lengkap dengan nametag namanya sendiri. Pakaian serba hitam itu semakin terlihat elegan melapisi tubuhnya yang mungil. Kini Leanna sudah siap bekerja.Saat melintasi lorong antar ruang divisi, suasana tak nyaman sempat Leanna rasakan. Ada beberapa orang yang terus menatapnya heran, sinis bahkan ada juga yang penasaran. Beberapa sempat saling berbisik ketika Leanna berjalan melewati mereka. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi menurut yang sekilas Leanna dengar bahwa dirinya bisa bekerja di stasiun TV ternama ini karena rekomendasi dari sang residen Direktur. Karena tidak sembarang orang bisa dengan mudahnya bekerja di perusahaan sebesar ini.Walaupun
Di pagi buta Leanna terbangun. Tidurnya benar-benar tidak nyenyak. Setelah semalam dia dan Stella sedikit berbincang mengenai kepindahan Stella ke rumah barunya, membuat Leanna banyak berpikir. Dia tidak bisa terus menerus bergantung pada temannya itu. Bahkan ketika Stella menanyakan tempat tinggal baru Leanna, dia hanya menjawab akan tinggal di mess kantornya yang jelas-jelas tidak ada."Benar kamu akan tinggal di mess kantor?" tanya Stella ragu sambil menatap Leanna."Iya benar. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," kata Leanna meyakinkan Stella sekali lagi."Baiklah kalau begitu. Tapi kalau kau butuh bantuan, jangan sungkan meneleponku ya! Dan ingat ... kamu harus datang di pernikahanku akhir minggu ini!" kata Stella pada akhirnya.Pada akhirnya, dengan diam-diam Leanna pergi meninggalkan rumah Stella di pagi buta yang dingin, setelah meninggalkan selembar catatan kecil di pintu kulkas. Dengan membawa beberapa kopernya, Leanna segera pergi ke kantor. Seingatnya di ruang wardro
Leanna terbangun di sebuah kamar besar yang indah. Bagaikan seperti mimpi dia bisa tidur di kamar luas dengan kasur yang empuk dan nyaman. Berbanding terbalik dengan kamar kontrakannya selama ini. Beberapa kali Leanna mengerjapkan matanya seolah tak percaya bahwa semua ini bukan mimpi.Masih sambil menguap dan mengusap mata serta rambut yang terlihat kusut, Leanna keluar dari kamar menuju kamar mandi di seberang ruang kamarnya. Namun seketika saja tubuh Leanna berubah kaku dan matanya membulat sempurna. Leanna langsung berdiri mematung beberapa saat di depan pintu kamar mandi. Sosok yang kini berdiri di hadapan Leanna jelas membuatnya terkejut setengah mati.“Whaaaa!!!” Teriakan Leanna terdengat keras dan menggaung hingga membuat orang yang berdiri di depannya itu sampai menutup telinga.“Ke-ke ... kenapa Dokter ada di sini?” tanya Leanna terbata-bata saat melihat sosok Reynald kini berdiri di depan pintu kamar mandi mengenakan kaos dan celana panjang training. Dengan rambut setengah
Di dalam ruang kerjanya, Reynald tengah berpikir tentang perkataan kakeknya tadi pagi. Beberapa berkas yang berserakan terlupakan begitu saja di hadapannya. Fokusnya berubah untuk sejenak. Memang sih, perempuan itu terlihat manis dan lain sekali tipenya dari semua wanita yang pernah Kakek jodohkan padaku. Tapi apa benar ini pilihan yang tepat bagi Kakek. Bukan! Apa dia memang perempuan yang tepat untukku? Apalagi kemarin Ardant memberiku data hasil cek up Kakek terakhir kali. Memang kondisinya sedang tidak bagus. Aarrgh ... ini sungguh membuatku frustrasi!!! Pria itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga sebuah ketukan di pintu ruangannya membuat Reynald tersadar. Reynald mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sahabatnya sudah berdiri di depan pintu ruang prakteknya. “Hei ... kenapa wajahmu seperti itu? Kali ini siapa lagi wanita yang Kakek jodohkan padamu?” kata Ardant yang sudah hapal di luar kepala arti dari mimik wajah sahabatnya saat ini. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Reynal
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Sudah beberapa hari ini Fiona lebih sering berada di butik Leanna dengan setumpuk buku referensi pernikahan yang dibawanya. Menghabiskan hari sambil berceloteh tentang model gaun seperti apa yang cocok untuk gaun pengantinnya. Dekorasi seperti apa yang bagus untuk acara pernikahannya kelak, hingga jenis dan warna bunga yang bagaimana yang bagus digunakan untuk menghiasi ballroom tempat acaranya nanti. Leanna sampai pusing sendiri menanggapi semua celotehan Fiona tentang rencana pernikahannya tersebut. Belum lagi ketika Fiona bertanya beberapa pilihan konsep pernikahan yang ada di buku referensi tersebut. Leanna sampai bingung harus pilih yang seperti apa. Karena semua konsep yang Fiona usulkan semuanya memiliki keunikan tersendiri. “Kalian sedang apa?” tanya Safira yang tiba-tiba datang. Wanita itu membuka kacamata hitamnya kemudian ikut duduk di sebelah Fiona. “Merencanakan pernikahan,” jawab Leanna singkat. “Pernikahan siapa?” tanya Safira bingung. Leanna hanya melirik ke arah Fi
Tuan Darwin duduk di samping Kakek Antony kemudian kedua orang tua Kennard dan Kennard yang duduk persis di samping Fiona. Mereka semua saling menyapa dengan anggukan dan senyuman singkat kepada Kakek Antony. “Bukankah kamu yang meminta Kennard untuk membawa serta kami sekeluarga?” balas Tuan Darwin sambil menatap Kakek Antony tajam. Yang menurut Leanna seperti harimau yang sedang menakut-nakuti mangsanya. “Tentu, kalau cucumu itu ingin mendapatkan cucu perempuanku yang berharga.” “Kalau begitu, apakah kamu sudah bersedia menyerahkan cucu perempuanmu yang berharga itu pada cucuku?” tanya Tuan Darwin yang kali ini dengan senyuman tipis di bibirnya. “Mengingat sudah berapa lama kita berteman, seharusnya kamu tahu jelas apa jawabanku, kan, Win?” balas Kakek Antony lagi sambil menatap Tuan Darwin lekat-lekat. “Baiklah! Kita tidak perlu berbasa basi seperti ini lagi. Bagaimana kalau langsung menetapkan tanggal pernikahan untuk mereka saja?” kata Tuan Darwin yang saat ini raut wajahnya
Belaian lembut di pipi Leanna pun membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Sebuah kecupan bahkan mendarat di bibir Leanna saat wanita itu membuka mata. Reynald kemudian menatapnya dalam-dalam sambil merapikan beberapa anak rambut yang jatuh di pipi Leanna. “Pagi,” sapa Reynald saat Leanna sudah sadar sepenuhnya. “Hari ini sudah tidak ada seminar, tapi sepertinya kita harus lekas pulang,” kata Reynald dengan nada suara lembut. “Pulang?” “Hmm. Kamu lupa kalau nanti malam ada pertemuan antara keluarga kita dengan keluarga Raharjo?” “Nanti malam? Ah, iya. Acaranya Fiona?” “Betul. Awalnya saya ingin mengajakmu jalan-jalan di sekitar sini, tapi tadi pagi sekali Fiona menelepon untuk mengingatkan saya tentang pertemuan keluarga ini.” “Ah, benar juga. Tidak mudah membuat Tuan Darwin mau datang mengurus masalah Fiona dan Kennard. Kita tidak boleh mengacaukannya.” “Tentu. Karena itu … ayo lekas bangun, Sayang,” kata Reynald sambil mengusap pipi Leanna kemudian tersenyum dan menatap is
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk