Tuan Darwin Rahardjo seperti enggan berlama-lama menatap Leanna. Pria paruh baya itu memilih segera memalingkan wajahnya dan menatap Reynald kemudian mengajak Kakek Antony bergabung dengan rekannya yang lain. “Tony, sebaiknya kita berbincang di depan saja dengan Bratayuda!”“Baik. Mari kita ke depan!” sahut Kakek Antony sambil tersenyum.“Kamu juga ikut kami, Rey!” titah pria paruh baya itu dengan intonasi tak bisa dibantah kemudian berjalan bersama Rysha mendahului mereka. Leanna sempat melihat ekspresi Rysha yang sepertinya terlihat senang sekali memiliki lebih banyak waktu bersama Reynald di pesta ini.“Kamu tidak apa-apa kan menunggu di sini?” tanya Reynald pada Leanna.“Iya, tidak apa-apa. Lagi pula aku tidak akan paham jika yang kalian bicarakan tentang bisnis,” jawab Leanna sambil tersenyum miris. Walaupun sedikit kecewa, tetapi sebisa mungkin dia bersikap biasa saja.“Telepon aku jika terjadi sesuatu, oke?” kata Reynald lagi yang dijawab dengan anggukan pelan oleh Leanna.Seka
“Sepertinya kamu senang hari ini? Apalagi penyanyi dan artis terkenal itu bersedia menemanimu selama pesta berlangsung,” sindir Reynald sambil melepas dasinya kemudian memasukkan salah satu tangannya ke dalam kantong celana tanda dia dalam mode serius. Mendengar sindiran yang tajam seperti itu semakin membuat hati Leanna panas. Wanita itu pun mendongak balas menatap Reynald. Kekesalannya sudah di ubun-ubun kepalanya dan siap meledak kapan saja. “Maksud Dokter apa? Dokter cemburu sama Arvian?” tanya Leanna tanpa basa-basi. Nada suaranya kini mulai terdengar ketus dan itu membuat Reynald semakin memicingkan matanya tidak suka. “Saya cuma ingin mengingatkanmu saja. Di pesta itu semua mengenal keluarga kita, setidaknya kamu bisa menjaga sikapmu di sana. Jangan sampai orang berpikiran yang tidak-tidak begitu melihatmu bersama pria lain.” Walaupun pria itu mengucapkannya dengan nada yang dibuat selembut mungkin, tetapi nyatanya masih terdengar dingin di telinga Leanna. Leanna mendesah pe
Sedari pagi media infotainment dihebohkan oleh berita tentang kedekatan Arvian dengan seorang wanita. Entah dari mana gosip itu bermula, tetapi wanita yang bersama Arvian pada foto yang beredar luas itu terlihat seperti sosok Leanna. Hal ini membuat kehebohan di stasiun TV VO-Channel tempat Leanna bekerja.“Leanna, apa berita ini benar?” tanya Nindy sambil menunjukkan laman berita infotainment terkini di layar ponselnya dengan suara rendah berbisik.“Kok bisa?”“Apanya yang kok bisa? Jadi benar kamu sama Arvian ….”“Ya tidak mungkin, lah!”“Terus kenapa bisa muncul berita seperti ini?”“Mana aku tahu. Kami memang pergi ke pesta malam itu, tapi aku pergi dengan Kakek dan suamiku. Lagi pula di sana Arvian diundang sebagai pengisi acara, kok. Makanya kami kebetulan bertemu di sana,” jelas Leanna dengan suara yang tak kalah rendah, takut terdengar orang-orang di sekelilingnya yang masih heboh membicarakan siapa gadis beruntung yang mendapat perhatian Arvian.“Tapi di foto ini kalian duduk
Masalah gosip akhirnya dapat diselesaikan dengan mudah berkat kehadiran Reynald. Untung saja untuk sementara ini para wartawan itu percaya dengan apa yang sudah mereka katakan. Namun sayangnya, keakraban yang terlihat baik di depan kamera tersebut langsung sirna begitu kedua pria itu kembali masuk ke dalam gedung stasiun TV VO-Channel.Kali ini tatapan keduanya seperti sedang saling mengacungkan pedang hendak bertempur. Tatapan keduanya terlihat sengit saling menusuk satu sama lain.“Terima kasih untuk yang barusan!” ucap Arvian ketus.“Saya tidak datang untuk membantumu. Saya hanya ingin istri saya terhindar dari masalah.”“Baguslah, kalau kamu memihak Leanna.” Ucapan pujian yang Arvian ucapkan justru terdengar seperti sindiran.“Apa maksudmu?”“Kupikir kamu hanya akan peduli pada wanita cantik yang salalu mengikutimu di pesta itu.” Arvian masih menyindir dengan ketus.“Kalau bukan karena kamu duduk dan mengobrol dengan Leanna, dia pasti tidak akan terseret masalah seperti ini.” Reyn
Semenjak Leanna menyatakan permintannya, Reynald berusaha menjadi seorang suami yang baik untuk Leanna meskipun pria itu belum bisa memberikan cinta yang diinginkan Leanna, dan sebisa mungkin tidak melukai hati wanita itu. Reynald masih dengan setia mengantar dan menjemput Leanna bekerja, tetapi kalau jadwal kerjanya hingga larut malam atau ada keadaan darurat yang mengharuskannya kerja lembur, maka Leanna akan pulang menggunakan kendaraan umum. Meskipun Reynald sering memaksanya untuk minta diantar jemput oleh Pak Sugio, supir pribadi keluarga Maheswara, tetapi Leanna lebih suka menggunakan bus besar itu sebagai kendaraan yang mengantarnya pulangSore ini Leanna selesai bekerja lebih awal. Wanita itu berinisiatif pergi ke rumah sakit Savero dan menunggu hingga suaminya selesai bekerja di sana. Namun ada pemandangan yang sedari dulu selalu membuatnya kesal dan jengkel terlintas di hadapannya begitu menginjakkan kakinya ke lobi rumah sakit. Siapa lagi yang bisa membuat Leanna kesal dan
Terdengar suara letupan kencang dikuti suara riuh teriakan orang-orang di dekat pintu gerbang rumah sakit. Beberapa petugas keamanan rumah sakit yang berjaga di pintu gerbang segera berlari ke arah asal suara untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.Ardant yang kebetulan hendak mengambil mobilnya pun ikut penasaran dengan apa yang sedang terjadi di luar sana. Hingga salah satu petugas keamanan datang menghampirinya dengan raut wajah panik.“Dokter, tolong!” Ada korban tabrak lari di dekat halte bus depan rumah sakit!” teriak salah satu petugas keamanan rumah sakit yang lari tergopoh-gopoh dari gerbang ke halaman parkir.“Apa?!”“Ayo cepat, Dok!”Ardant pun segera mengikuti petugas kemanan tersebut ke tempat kejadian dan betapa terkejutnya dia begitu melihat siapa korbannya.“Leanna?!” Ardant segera memeriksa tanda vital Leanna kemudian memberikannya pertolongan pertama.“Dokter, ada beberapa korban lagi di sana! Sepertinya pengendara mobilnya menyetir dengan kecepatan tinggi sambil
Suara ketukan pintu di pagi buta itu membangunkan Leanna dari tidurnya. Seorang perawat muda yang bertugas memeriksa kondisinya pagi ini masuk ke dalam kamarnya. Ketika terbangun Leanna sempat terkejut mendapati Reynald masih terlelap di sisi tempat tidurnya. Dengan segera Leanna menempatkan salah satu jari telunjuknya ke depan bibir, mengisyaratkan agar si perawat muda itu mengecilkan suaranya ketika memberikan penjelasan tentang kondisi dan obat yang akan diberikan. Leanna tidak ingin membangunkan pria yang terlihat sangat kelelahan itu. Setelah perawat muda itu undur diri, Leanna menatap pria yang tengah tertidur itu sambil tersenyum. Senang rasanya masih bisa melihat Reynald di sampingnya, walaupun ketika mobil hitam yang bergerak kencang itu sempat membuat Leanna takut kehilangan kesempatan untuk terus bersama pria yang dicintainya ini. Merasa seperti sedang diperhatikan, Reynald bergerak perlahan sebelum terbangun dari tidurnya. Pria itu menyugar rambutnya yang berantakan ke be
“Apa barang-barangmu sudah dirapikan semuanya?” tanya Reynald saat pria itu masuk ke dalam kamar rawat Leanna. Siang ini Leanna sudah diperbolehkan pulang. Selebihnya hanya perlu rawat jalan saja. “Sudah, Dok.” “Oke, ayo kita pulang.” Reynald mengambil tas Leanna dan membantu membawakannya. Sedangkan tangannya satu lagi menggandeng tangan Leanna dengan erat. “Loh, bukannya Dokter harus bekerja? Aku telepon Pak Sugio saja, ya?” “Tidak perlu. Saya ambil jatah libur beberapa hari ini.” “Beberapa hari?” Leanna agak sedikit heran dengan ucapan Reynald. “Hmm … bukankah saya masih punya hutang kencan dan bulan madu ya sama kamu?” “Hah?!” “Kenapa kaget begitu?” Reynald menoleh sekilas untuk melihat ekspresi wajah Leanna yang terkejut mendengar ucapannya. “Hutang apa?” tanya Leanna seakan tidak percaya pada pendengarannya barusan. “Saya kan sudah bilang kemarin. Jadi mulai hari ini saya akan melakukan hal yang pernah saya lewatkan saat bersamamu.” “Lalu, ini kita sebenarnya mau ke ma
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Sudah beberapa hari ini Fiona lebih sering berada di butik Leanna dengan setumpuk buku referensi pernikahan yang dibawanya. Menghabiskan hari sambil berceloteh tentang model gaun seperti apa yang cocok untuk gaun pengantinnya. Dekorasi seperti apa yang bagus untuk acara pernikahannya kelak, hingga jenis dan warna bunga yang bagaimana yang bagus digunakan untuk menghiasi ballroom tempat acaranya nanti. Leanna sampai pusing sendiri menanggapi semua celotehan Fiona tentang rencana pernikahannya tersebut. Belum lagi ketika Fiona bertanya beberapa pilihan konsep pernikahan yang ada di buku referensi tersebut. Leanna sampai bingung harus pilih yang seperti apa. Karena semua konsep yang Fiona usulkan semuanya memiliki keunikan tersendiri. “Kalian sedang apa?” tanya Safira yang tiba-tiba datang. Wanita itu membuka kacamata hitamnya kemudian ikut duduk di sebelah Fiona. “Merencanakan pernikahan,” jawab Leanna singkat. “Pernikahan siapa?” tanya Safira bingung. Leanna hanya melirik ke arah Fi
Tuan Darwin duduk di samping Kakek Antony kemudian kedua orang tua Kennard dan Kennard yang duduk persis di samping Fiona. Mereka semua saling menyapa dengan anggukan dan senyuman singkat kepada Kakek Antony. “Bukankah kamu yang meminta Kennard untuk membawa serta kami sekeluarga?” balas Tuan Darwin sambil menatap Kakek Antony tajam. Yang menurut Leanna seperti harimau yang sedang menakut-nakuti mangsanya. “Tentu, kalau cucumu itu ingin mendapatkan cucu perempuanku yang berharga.” “Kalau begitu, apakah kamu sudah bersedia menyerahkan cucu perempuanmu yang berharga itu pada cucuku?” tanya Tuan Darwin yang kali ini dengan senyuman tipis di bibirnya. “Mengingat sudah berapa lama kita berteman, seharusnya kamu tahu jelas apa jawabanku, kan, Win?” balas Kakek Antony lagi sambil menatap Tuan Darwin lekat-lekat. “Baiklah! Kita tidak perlu berbasa basi seperti ini lagi. Bagaimana kalau langsung menetapkan tanggal pernikahan untuk mereka saja?” kata Tuan Darwin yang saat ini raut wajahnya
Belaian lembut di pipi Leanna pun membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Sebuah kecupan bahkan mendarat di bibir Leanna saat wanita itu membuka mata. Reynald kemudian menatapnya dalam-dalam sambil merapikan beberapa anak rambut yang jatuh di pipi Leanna. “Pagi,” sapa Reynald saat Leanna sudah sadar sepenuhnya. “Hari ini sudah tidak ada seminar, tapi sepertinya kita harus lekas pulang,” kata Reynald dengan nada suara lembut. “Pulang?” “Hmm. Kamu lupa kalau nanti malam ada pertemuan antara keluarga kita dengan keluarga Raharjo?” “Nanti malam? Ah, iya. Acaranya Fiona?” “Betul. Awalnya saya ingin mengajakmu jalan-jalan di sekitar sini, tapi tadi pagi sekali Fiona menelepon untuk mengingatkan saya tentang pertemuan keluarga ini.” “Ah, benar juga. Tidak mudah membuat Tuan Darwin mau datang mengurus masalah Fiona dan Kennard. Kita tidak boleh mengacaukannya.” “Tentu. Karena itu … ayo lekas bangun, Sayang,” kata Reynald sambil mengusap pipi Leanna kemudian tersenyum dan menatap is
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk