“Apakah di hatimu sudah tidak ada lagi perasaan kepadaku lagi Sinta, meski itu hanya sedikit saja?” tanya Fero penasaran.
“Untuk saat ini perasaan itu sudah tidak penting lagi Fero dan aku sudah mulai terbiasa akan hal itu. Apa itu cinta, rindu apa pun itu sudah bukan prioritasku lagi saat ini.” Jawab Sinta dengan yakin.
“Kenapa harus Devano? kenapa harus dia Sinta?” protes Fero.
“Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu, yang aku tahu Allah telah mengirimkan seorang malaikat tak bersayap kepadaku, yang pada awalnya kebetulan dia selalu melihatku melamun dan menangis di sungai setelah kamu memaki dan menyakitiku saat aku masih tinggal di rumahmu, di saat kamu tidak peduli nyawaku ataupun harga diriku pada saat aku diculik, padahal bisa saja saat itu aku diperkosa ataupun dibunuh, tapi kamu sedikitpun tak memperdulikannya, bahkan kamu bilang pada mereka aku sama sekali tidak penting bagimu. Ada ataupun tidak ada aku dalam kehidupanmu
Hai..hai....bagi All reader lover yang ingin promosikan novel ini ke sanak saudara, teman, pacar, kerabat ataupun tetangga juga boleh banget loh 🤗 dan pastinya aku ucapin terima kasih yang tak terhingga untuk itu ya..ya...ya...! 🤗💖💞 Kalian semua memang the best reader and top markotop punya !!!❤️ U All!
Sinta memang dengan sengaja menggoda Devano yang seolah benar-benar akan memasak gulai kambing karena ia telah mengetahui dari pembantu rumah tangganya semasa ia masih tinggal di rumah Devano pada saat ia dirawat ketika mengalami depresi setelah Fero menceraikannya kemudian bertunangan dengan Nindy. Pada saat itu secara tak sengaja Sinta melintas di depan dapur ia mendengar percakapan beberapa orang pembantu rumah tangga di mana Bos mereka sangat tidak menyukai makanan yang berbahan dasar kambing karena mencium baunya saja ia akan protes dan juga marah. Dari situlah saat Sinta sedang membahas perihal menu gulai kambing yang sebenarnya tidak benar-benar akan dimasaknya. Ia hanya ingin mengetahui bagaimana reaksi sosok di hadapannya itu jika ia mengatakan akan memasak menu yang paling di bencinya tersebut. Rasanya Sinta ingin tertawa dengan puas karena telah berhasil mengerjai Devano. “Kalau aku mau masak ya masak saja, kenapa mesti bilang-bilang
“Tanggung jawab? maksudnya?” tanya Sinta tidak mengerti “Karena masakan yang sayang kirimkan ini aku jadi pingin banget untuk bertemu, kita vicall ya?” ucap Devano memberikan ide. “Tidak itu tidak boleh, sudah ah! aku harus tutup telponnya!” tolak Sinta kemudian menutup panggilannya. Terasa lucu sekali jika Devano sudah mulai mengeluarkan jurus modus agar bisa bertemu dengannya. Sinta memakluminya karena memang sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu sama sekali. Hari ini Sinta ditelpon pegawai salon home servis untuk melakukan beberapa perawatan tubuh seperti hair mask, spa, facial, lulur, pijat, manicure serta pedicure. Devano yang telah memberikan ide untuk memanggil mereka ke rumah. Sinta termasuk gadis yang jarang sekali melakukan perawatan ke salon kecantikan karena ia lebih suka melakukan perawatan sendiri di rumah, berbagai macam produk perawatan telah ia beli di swalayan yang memang sudah jela
Kali ini Devano memiliki kebiasaan baru. Rasanya senang sekali menatap wajah cantik dihadapannya itu kini tengah tertidur lelap yang sama sekali tak menyadari kehadirannya. Devano pun naik ke atas ranjang lalu didekati istrinya yang kini sedang tidur membelakanginya. Sambil tersenyum disibaknya rambut Sinta, namun tak dilepaskan sentuhan tangannya itu seraya dici*mnya rambut yang tergerai harum mewangi itu. Benar-benar membuat isi kepalanya melayang. Gadis yang berada di hadapannya kini adalah makhluk yang mampu memberikan warna baru dalam kehidupannya yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Karena sebelum bertemu dengannya perspektif Devano tetang hidup adalah meraih kesuksesan dalam karir dan juga binis yang digelutinya selama ini, namun hal tersebut kini mulai berubah karena baginya Sinta kini adalah prioritas utama di atas segalanya. Sosok di hadapannya saat ini sangat berharga di dalam hidupnya yang tak bisa ditukar dengan apapun itu sekalip
Sudah sebulan lamanya Sinta dan Devano menikah, sebuah kebahagiaan dan ketentraman jiwa kian mereka rasakan berlipat-lipat karena kini mereka sudah ada yang menemani setiap harinya. Saling mensuport, saling bercanda serta saling berbagi, namun hanya satu yang belum mereka lakukan layaknya suami istri pada umumnya, yakni Sinta masih belum menunaikan kewajibannya sebagai istri seutuhnya. Entahlah dia merasa belum siap, karena hal itu masih baru untuknya dan dia benar-benar buta akan semuanya. Seolah ada ketakutan dalam dirinya sehingga alasan demi alasan selalu ia buat untuk menghindari hal tersebut. Devano sendiri adalah sosok suami yang sangat mencintai istrinya dengan sepenuh hati, pantang baginya memaksakan keinginannya yang membuncah kepada istrinya jika belum siap, karena bagaimanapun juga segala sesuatu yang akan mereka lakukan nantinya harus didasari oleh sebuah keinginan dan kerelaan diantara keduanya dan Devano akan selalu menunggu dengan sabar
“Fero aku pertegas lagi, aku sudah menikah dan memiliki suami! apa yang sudah kita lakukan tempo hari di ruang rapat itu adalah di mana saat itu aku masih single dan belum menikah, hal itu tidak akan aku ulangi lagi sampai kapan pun!” sahut Sinta dengan lugas. “Bagaimana jika aku mau mengulangi ci*man itu lagi dan lagi?” goda Fero yang tak mau menyerah begitu saja. “Jaga sikapmu Fero! kamu itu orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki kedudukan di sekolah ini, jangan sampai karena sikapmu ini membuat reputasimu hancur!” Sinta mengingatkan Fero untuk tidak bersikap impulsif. “Saat ini hanya kamu prioritasku sayang, untuk yang lain aku sudah tidak peduli sedikitpun!” elak Fero. “Kamu memang benar-benar sudah gila Fero!” “Iya aku gila karena mu, karena begitu mencintaimu dan juga merindukanmu!” Fero kembali menegaskan kata-katanya bahwa ia masih sangat terobsesi dengan mantan istrinya itu. kemudian diraihlah
Setelah Dokter menuliskan resep untuk diberikan Devano, kemudian ia pun segera ke ruangan di mana Sinta dirawat, terlihat Fero di sana menemani Sinta yang masih terbaring di hospital bed. Fero tak kalah khawatirnya dengan Devano karena ia yang mengetahui terlebih dahulu detik-detik mantan istri yang masih dicintainya tersebut pingsan. “Loh Fero kamu belum kembali?” tanya Devano sambil tersenyum ramah. “Iya Sinta sendirian bukankah kamu pergi ke ruangan Dokter?! mana mungkin aku meninggalkan dia sendirian, aku takut dia nantinya butuh apa-apa!” Jawab Fero. “Terima kasih banyak Fero, kamu sudah menolongnya dan membawanya kemari!” tutur Devano sambil bersalaman dan menepuk-nepuk lengan Fero. “Iya sama-sama! karena sudah ada kamu di sini, maka aku akan kembali kesekolah!” sahut Fero. “Oh ya Sinta, apa kamu juga tidak mengucapkan terima kasih kepadaku?” tanya Fero menggoda Sinta, ia sama sekali tid
Sama halnya seperti Ibu hamil pada umumnya, morning sickness juga dirasakan oleh Sinta. Setiap harinya selalu diwarnai dengan rasa mual bahkan mencium aroma dari bumbu di tumis saja rasanya pingin muntah dan pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi perutnya. Devano mengetahui betul apa yang dialami oleh istrinya sehingga ia tidak memperkenankan istrinya untuk memasak di dapur selama mengalami morning sickness karena ia tidak ingin sosok yang disayanginya itu merasakan ketidak nyamanan di masa kehamilannya. Entahlah sama seperti hari-hari sebelumnya menjelang tidur malam Sinta menginginkan makan yang aneh-aneh, makanan yang sangat jarang sekali ia makan di hari-hari biasa sewaktu ia tidak hamil. Dan saat ini ia begitu menginginkan makan lontong kupang, makanan yang banyak dijajakan di kota pasuruan dan sidoarjo jawa timur. Karena Sinta memang kelahiran asli jawa timur jadi pada saat ia sedang jalan-jalan di kota tersebut i
Setelah 48 jam di rumah sakit pasca melahirkan, Sinta dan bayinya sudah diperbolehkan pulang. Bertambah lagi anggota keluarga di tengah-tengah keluarga kecil Devano dan Sinta. Kini suasana rumah lebih ramai dengan hadirnya suara tangisan bayi setiap harinya. Devano pun turut andil karena predikat suami dan papa siaga memang pantas disematkan kepadanya. Di tengah malam meski terkantuk-kantuk ia dengan suka rela mengganti popok si bayi begitu pula Sinta yang sudah bertekad untuk memberikan ASI eksklusif untuk sang buah hati meski sedang tertidur lelap dengan sabar dibangunkan untuk disusui. Benar-benar pengalaman baru yang membutuhkan tenaga ekstra, ketelatenan dan juga kasih sayang. Dengan kelahiran sang buah hati membuat perasaan sayang Devano kepada Sinta kian bertambah di mana ia melihat dengan jelas perjuangan sang istri untuk bisa melahirkan secara normal itu tidak mudah, butuh pengorbanan besar dan juga mempertaruhkan nyawa. Rasa sayangnya