Malam itu Sinta dan juga Devano begitu menikmati semua menu yang telah disajikan di atas meja, kebetulan perut mereka berdua benar-benar lapar karena memang sengaja dari rumah tidak memakan apa pun. Setelah menyantap dengan lahap tanpa ada lagi perasaan canggung diantara keduanya karena mereka sudah sering sekali makan bersama hampir di setiap tempat yang mereka kunjungi. Hanya tinggal sedikit sisa makanan yang tertinggal di atas piring di hadapan mereka saat ini, sekarang tinggal menikmati serunya minuman yang mereka pesan yaitu Dalgona Coffe. Bahagia rasanya bisa menikmati makanan beserta minuman yang disajikan dengan diiringi musik klasik kesukaan mereka berdua yang kian menambah suasana romantis nan syahdu di malam itu.
“Selamat malam!” sapa Fero yang tentu saja mengagetkan Devano dan juga Sinta kala itu.
“Halo, hambar rasanya duduk sama Fero di pojokan sana, jadi kami memutuskan untuk ikut gabung di meja ini..he..he..he…!” sahut Leo
Karya yang saya buat di novel ini 💯 % murni hasil ide sendiri ya say!!! Jadi no jiplak no plagiat so mohon dukungannya semisal ada yang plagiat karya ini tolong dilaporkan di sini, karena dukungan anda semua begitu berarti buat saya 🙏 apalagi jika All reader Lovers bantu promosikan novel " Mengapa Kau Membenciku By Ekta Naura " ini ke teman, sahabat, saudara, kerabat dan juga ke semuanya saya sangaattt berterima kasih sekali untuk kebaikannya 🙏 Semoga Allah membalas semua kebaikan anda semua dengan yang berlipat-lipat Aamiin YRA!🤲 ❤️ U All 🙏💙💜💖
“Apakah di hatimu sudah tidak ada lagi perasaan kepadaku lagi Sinta, meski itu hanya sedikit saja?” tanya Fero penasaran. “Untuk saat ini perasaan itu sudah tidak penting lagi Fero dan aku sudah mulai terbiasa akan hal itu. Apa itu cinta, rindu apa pun itu sudah bukan prioritasku lagi saat ini.” Jawab Sinta dengan yakin. “Kenapa harus Devano? kenapa harus dia Sinta?” protes Fero. “Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu, yang aku tahu Allah telah mengirimkan seorang malaikat tak bersayap kepadaku, yang pada awalnya kebetulan dia selalu melihatku melamun dan menangis di sungai setelah kamu memaki dan menyakitiku saat aku masih tinggal di rumahmu, di saat kamu tidak peduli nyawaku ataupun harga diriku pada saat aku diculik, padahal bisa saja saat itu aku diperkosa ataupun dibunuh, tapi kamu sedikitpun tak memperdulikannya, bahkan kamu bilang pada mereka aku sama sekali tidak penting bagimu. Ada ataupun tidak ada aku dalam kehidupanmu
Sinta memang dengan sengaja menggoda Devano yang seolah benar-benar akan memasak gulai kambing karena ia telah mengetahui dari pembantu rumah tangganya semasa ia masih tinggal di rumah Devano pada saat ia dirawat ketika mengalami depresi setelah Fero menceraikannya kemudian bertunangan dengan Nindy. Pada saat itu secara tak sengaja Sinta melintas di depan dapur ia mendengar percakapan beberapa orang pembantu rumah tangga di mana Bos mereka sangat tidak menyukai makanan yang berbahan dasar kambing karena mencium baunya saja ia akan protes dan juga marah. Dari situlah saat Sinta sedang membahas perihal menu gulai kambing yang sebenarnya tidak benar-benar akan dimasaknya. Ia hanya ingin mengetahui bagaimana reaksi sosok di hadapannya itu jika ia mengatakan akan memasak menu yang paling di bencinya tersebut. Rasanya Sinta ingin tertawa dengan puas karena telah berhasil mengerjai Devano. “Kalau aku mau masak ya masak saja, kenapa mesti bilang-bilang
“Tanggung jawab? maksudnya?” tanya Sinta tidak mengerti “Karena masakan yang sayang kirimkan ini aku jadi pingin banget untuk bertemu, kita vicall ya?” ucap Devano memberikan ide. “Tidak itu tidak boleh, sudah ah! aku harus tutup telponnya!” tolak Sinta kemudian menutup panggilannya. Terasa lucu sekali jika Devano sudah mulai mengeluarkan jurus modus agar bisa bertemu dengannya. Sinta memakluminya karena memang sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu sama sekali. Hari ini Sinta ditelpon pegawai salon home servis untuk melakukan beberapa perawatan tubuh seperti hair mask, spa, facial, lulur, pijat, manicure serta pedicure. Devano yang telah memberikan ide untuk memanggil mereka ke rumah. Sinta termasuk gadis yang jarang sekali melakukan perawatan ke salon kecantikan karena ia lebih suka melakukan perawatan sendiri di rumah, berbagai macam produk perawatan telah ia beli di swalayan yang memang sudah jela
Kali ini Devano memiliki kebiasaan baru. Rasanya senang sekali menatap wajah cantik dihadapannya itu kini tengah tertidur lelap yang sama sekali tak menyadari kehadirannya. Devano pun naik ke atas ranjang lalu didekati istrinya yang kini sedang tidur membelakanginya. Sambil tersenyum disibaknya rambut Sinta, namun tak dilepaskan sentuhan tangannya itu seraya dici*mnya rambut yang tergerai harum mewangi itu. Benar-benar membuat isi kepalanya melayang. Gadis yang berada di hadapannya kini adalah makhluk yang mampu memberikan warna baru dalam kehidupannya yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Karena sebelum bertemu dengannya perspektif Devano tetang hidup adalah meraih kesuksesan dalam karir dan juga binis yang digelutinya selama ini, namun hal tersebut kini mulai berubah karena baginya Sinta kini adalah prioritas utama di atas segalanya. Sosok di hadapannya saat ini sangat berharga di dalam hidupnya yang tak bisa ditukar dengan apapun itu sekalip
Sudah sebulan lamanya Sinta dan Devano menikah, sebuah kebahagiaan dan ketentraman jiwa kian mereka rasakan berlipat-lipat karena kini mereka sudah ada yang menemani setiap harinya. Saling mensuport, saling bercanda serta saling berbagi, namun hanya satu yang belum mereka lakukan layaknya suami istri pada umumnya, yakni Sinta masih belum menunaikan kewajibannya sebagai istri seutuhnya. Entahlah dia merasa belum siap, karena hal itu masih baru untuknya dan dia benar-benar buta akan semuanya. Seolah ada ketakutan dalam dirinya sehingga alasan demi alasan selalu ia buat untuk menghindari hal tersebut. Devano sendiri adalah sosok suami yang sangat mencintai istrinya dengan sepenuh hati, pantang baginya memaksakan keinginannya yang membuncah kepada istrinya jika belum siap, karena bagaimanapun juga segala sesuatu yang akan mereka lakukan nantinya harus didasari oleh sebuah keinginan dan kerelaan diantara keduanya dan Devano akan selalu menunggu dengan sabar
“Fero aku pertegas lagi, aku sudah menikah dan memiliki suami! apa yang sudah kita lakukan tempo hari di ruang rapat itu adalah di mana saat itu aku masih single dan belum menikah, hal itu tidak akan aku ulangi lagi sampai kapan pun!” sahut Sinta dengan lugas. “Bagaimana jika aku mau mengulangi ci*man itu lagi dan lagi?” goda Fero yang tak mau menyerah begitu saja. “Jaga sikapmu Fero! kamu itu orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki kedudukan di sekolah ini, jangan sampai karena sikapmu ini membuat reputasimu hancur!” Sinta mengingatkan Fero untuk tidak bersikap impulsif. “Saat ini hanya kamu prioritasku sayang, untuk yang lain aku sudah tidak peduli sedikitpun!” elak Fero. “Kamu memang benar-benar sudah gila Fero!” “Iya aku gila karena mu, karena begitu mencintaimu dan juga merindukanmu!” Fero kembali menegaskan kata-katanya bahwa ia masih sangat terobsesi dengan mantan istrinya itu. kemudian diraihlah
Setelah Dokter menuliskan resep untuk diberikan Devano, kemudian ia pun segera ke ruangan di mana Sinta dirawat, terlihat Fero di sana menemani Sinta yang masih terbaring di hospital bed. Fero tak kalah khawatirnya dengan Devano karena ia yang mengetahui terlebih dahulu detik-detik mantan istri yang masih dicintainya tersebut pingsan. “Loh Fero kamu belum kembali?” tanya Devano sambil tersenyum ramah. “Iya Sinta sendirian bukankah kamu pergi ke ruangan Dokter?! mana mungkin aku meninggalkan dia sendirian, aku takut dia nantinya butuh apa-apa!” Jawab Fero. “Terima kasih banyak Fero, kamu sudah menolongnya dan membawanya kemari!” tutur Devano sambil bersalaman dan menepuk-nepuk lengan Fero. “Iya sama-sama! karena sudah ada kamu di sini, maka aku akan kembali kesekolah!” sahut Fero. “Oh ya Sinta, apa kamu juga tidak mengucapkan terima kasih kepadaku?” tanya Fero menggoda Sinta, ia sama sekali tid
Sama halnya seperti Ibu hamil pada umumnya, morning sickness juga dirasakan oleh Sinta. Setiap harinya selalu diwarnai dengan rasa mual bahkan mencium aroma dari bumbu di tumis saja rasanya pingin muntah dan pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi perutnya. Devano mengetahui betul apa yang dialami oleh istrinya sehingga ia tidak memperkenankan istrinya untuk memasak di dapur selama mengalami morning sickness karena ia tidak ingin sosok yang disayanginya itu merasakan ketidak nyamanan di masa kehamilannya. Entahlah sama seperti hari-hari sebelumnya menjelang tidur malam Sinta menginginkan makan yang aneh-aneh, makanan yang sangat jarang sekali ia makan di hari-hari biasa sewaktu ia tidak hamil. Dan saat ini ia begitu menginginkan makan lontong kupang, makanan yang banyak dijajakan di kota pasuruan dan sidoarjo jawa timur. Karena Sinta memang kelahiran asli jawa timur jadi pada saat ia sedang jalan-jalan di kota tersebut i
Hari-hari Sinta semakin berwarna dengan hadirnya Fero di tengah kehidupannya saat ini. Fero telah membuktikan bahwa dia adalah suami yang baik, begitu mencintai keluarga serta bertanggung jawab. Fero sudah bertekad ia akan selalu membahagiakan keluarga kecilnya tersebut, apalagi ia begitu menyayangi Azka seperti putra kandungnya sendiri begitu pula sebaliknya. Sinta yang bukan single parent lagi tentunya benar-benar merasakan kebahagiaan seutuhnya. Setelah rentetan kejadian tragis yang telah ia alami di sepanjang hidupnya kini telah tergantikan dengan kehidupan yang tentram serta bergelimang kebahagiaan. Memiliki 2 buah rumah yang saling berhadapan yang hanya terpisah oleh sebuah jalan raya membuat Sinta lebih banyak tinggal di rumah yang dibeli oleh Fero. Sejak malam pertama ia sudah lebih banyak tinggal di rumah tersebut dan untungnya pula putranya sama sekali tidak mempermasalahkan itu karena selama ada Fero maka Azka akan meng-iyakan.
Sekali lagi Sinta merasakan dilema yang teramat sangat dengan kejutan yang dibuat Fero bersama sang putra kali ini. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab apa karena untuk saat ini ia masih belum memikirkan untuk menikah kembali karena jujur saja perasaannya kepada Devano masih sangat kuat karena bagaimanapun juga dialah laki-laki pertama yang banyak memberikannya cinta dengan penuh ketulusan dan kesungguhan tanpa adanya rekayasa, dusta serta pengkhianatan. Namun mengapa saat ini perasaan takut karena trauma yang pernah dialaminya kian membuatnya bimbang. “Mama…Om Ganteng telah menolong Aka dali bahaya, Om Ganteng hampil meninjal kalena tolonyin Aka apa itu maci belum cukup buat Mama?” protes Azka yang tiba-tiba mengagetkan Sinta, lagi-lagi ucapan sang putra makin membuatnya heran karena bagaimana bisa ia melontarkan kata-kata yang begitu menohok. “Azka tidak boleh berkata demikian sama Mama ya sayang! biarkan Mama mengamb
“Aka cayang banget cama Om ganteng, Aka pingin punya Papa cepelti teman-teman teyus Aka pingin Om Ganteng jadi Papanya Aka!” jelas Azka dengan berterus terang. “Seperti yang Om bilang sebelumnya, Om akan selalu ada buat Azka dan juga Mama, Om tinggal menunggu kesiapan Mamanya Azka, begitu Mama bilang setuju dan siap untuk menikah dengan Om maka secepatnya Om akan menikahi Mama Azka!” terang Fero dengan begitu jelas. “Om Ganteng gak bohonyin Aka kan?” “Apa yang Om ucapkan pada Azka baru saja itu semua benar, dalam berbicara Om tidak boleh berbohong nanti kalau berbohong Allah bisa marah!” Azka mendengarkan penjelasan Feri sambil menganggukkan kepalanya. “Ya sudah kalau begitu sekarang Om pingin lihat mana senyum manisnya buat Om pagi ini?” seru Fero yang kemudian dibalas dengan sebuah senyuman manis yang tersungging dari bocah lucu tersebut. Dengan segera dipeluknya Azka oleh Fero dengan begitu hangat.
Pintu kamar Sinta tidak ditutup rapat, hanya beberapa centimeter saja pintu tersebut sedikit terbuka, maka dengan langkah pelan Fero memasuki kamar Sinta. Cukup luas sekali ukuran kamarnya berkisar 6 x 6 meter. Tatapan netra pemuda tersebut menelisik ke setiap penjuru ruangan, karena baru pertama kalinya ia masuk dengan tatapan menelisik seperti ini meski sebelumnya karena kondisi mendesak ia pernah masuk untuk melihat kondisi Sinta yang sedang pingsan begitu mendengar berita kepergian suaminya. Saat itu ia mencari foto pernikahan mereka di kamar tersebut namun ternyata ia tak menemukannya, bukankah kebanyakan pasangan pada umumnya selain memajang foto mereka di ruang keluarga, maka mereka juga akan memajangnya di dalam kamar, namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Sinta dan juga Devano. Terlihat Sinta yang sedang tertidur lelap menggunakan selimut wol dengan warna cerah. Fero masih saja berdiri menatap wajah cantik itu,
Setelah dirawat di rumah sakit selama 2 minggu akhirnya Fero oleh Dokter diperbolehkan untuk pulang dengan catatan ia harus tetap rajin kontrol sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat oleh Dokter di buku Kontrol. Tentu saja hal tersebut disambut dengan sangat antusias oleh Fero karena menurutnya berada di rumah sakit dengan durasi waktu selama itu berasa setahun lamanya dan untungnya ada Sinta yang selalu berada di sampingnya yang selalu setia menunggunya sedari awal dia terbaring tak sadarkan diri karena koma hingga sekarang kondisinya yang sudah berangsur pulih. Tak dipungkiri lagi bahwa Sinta adalah motivasinya selama ini untuk bisa berjuang melawan koma selama seminggu lamanya, dan itu juga merupakan keajaiban serta anugerah tak terhingga yang telah diberikan Sang Pencipta kepadanya. Ditambah dengan kehadiran Azka putra semata wayang dari wanita yang sangat dicintainya kian menambah nuansa suka cita yang ia rasakan selama ini. Kehadiran Azka
Terlihat seorang Dokter sedang melakukan resusitasi ( CPR ), usaha tersebut dilakukan untuk mengembalikan irama jantung yang telah terhenti. Sinta yang mengetahui hal tersebut langsung meraih telapak tangan Fero kemudian digenggamnya dengan erat sambil berkata, “Ayo Fero kamu harus kuat, kamu harus bisa, jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah seperti ini! bagaimana aku harus menjawab pertanyaan putraku jika dia bertanya tentangmu? Fero ayo bangun! Aku mohon jangan tinggalkan aku! bukankah kamu sering mengatakan kalau aku tidak boleh meninggalkan kamu, tapi mengapa justru kamu sendiri yang akan meninggalkan aku? aku sudah tidak mengharapkan apa-apa lagi Fero, yang aku mau hanya satu yaitu kamu tepati kata-katamu dan kamu buktikan kepadaku bahwa kamu….bahwa kamu tidak akan pergi meninggalkanku, maka aku juga akan buktikan kata-kataku dan aku berjanji untuk memaafkan semua kesalahanmu di masa lalu kepadaku maka aku juga tidak akan pernah me
“Sin..ta..Sin..ta…ma..af..kan a..ku!” Ucapan Fero yang di ulang-ulang pada saat itu membuat Sinta terbangun dari tidurnya, suaranya meski tidak keras namun masih terdengar jelas di pendengaran Sinta. Perlahan tapi pasti mata Sinta yang sedang tertutup rapat karena rasa kantuk yang hinggap kini terbuka. Di tatapnya Fero yang masih memejamkan mata dihadapannya. “Sin..ta…Si..nta...ma..af..kan a..ku! ja..ngan ting..gal..kan a..ku!” rintih Fero. Hal itu membuat Sinta kaget, ternyata ucapan Wika tadi sebelum pulang benar adanya bahwa ketika dalam kondisi yang tak sadarkan diri Fero masih mengingat dirinya. Seketika itu pula Sinta menutup bibir dengan kedua telapak tangannya tanpa disadarinya pula tetesan air mata bening mengalir dari sudut kedua netranya yang kian memerah. Semula ucapan Wika itu baginya hanyalah sekedar guyonan semata yang disematkan kepadanya, namun kali ini yang dikatakan Wika itu adalah fakta. “Sin..t
Suara tangisan Azka yang begitu kencang terdengar hingga di dapur tempat Sinta berada, dengan segera Sinta berlari ke halaman rumah namun ia tidak menemukan keberadaan putranya di tempat yang baru saja ia lihat. Curiga dengan pintu gerbang yang kini sedang terbuka membuatnya semakin mempercepat lagi laju larinya ke luar rumah, saat ia tiba di sana terlihat dari jarak beberapa meter darinya nampak kerumunan orang yang berada di tengah jalan raya persis sekali dengan asal suara tangisan putra semata wayangnya. Jantungnya semakin berdetak kencang tak mampu membayangkan jika suatu hal terjadi kepada putranya tersebut. Kakinya kian terasa lemas nafasnya tak beraturan, rasa takut kian menghantuinya pada saat ini. Sinta semakin mempercepat pace larinya, ia juga harus berani menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di hadapannya kini. Bibirnya hanya mampu terkatup namun batinnya sama sekali tak berhenti untuk terus berdo’a serta berharap agar t
Sinta begitu asyik menonton acara talk show di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan secara live sambil ngemil keripik tempe kesukaannya. Sudah 15 menit sudah ia menonton acara tersebut tanpa beranjak sama sekali dari atas sofa yang ia duduki di ruang tengah, beberapa saat kemudian Azka ikut bergabung duduk di sofa untuk duduk di sampingnya. “Mama!” panggil Azka “Iya sayang!” sahut Sinta. “Tadi di cekolah Aka ketemu Om Ganteng!” pamer Azka kepada Mamanya. “Om ganteng? siapa itu sayang?” tanya Sinta. “Om yang pelnah ke cini caat Mama gak mau banyun, Mama di kamal teyus nangis gak mau belhenti!” ungkap Azka. “Oh ya? apa benar itu?” tanya Sinta. “Iya benel!” jawab Azka yakin. Tiba-tiba terdengar sebuah truk berhenti di seberang jalan, Sinta mengecilkan volume televisinya. Melihat apa yang terjadi dari balik tirai jendela ternyata sebuah truk kontainer sedang menurunkan barang-barang yang se