Share

67. Tamu Di Pagi Hari

Penulis: Anindya Alfarizi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

**

“Selamat pagi.”

Inara menelan saliva. Perasaannya mendadak tidak nyaman saat melihat tamunya yang datang pagi ini. Ia mengernyit, masih terlalu pagi untuk bertamu, kalau menurut Inara.

“Selamat pagi, Jessica.”

Perempuan di depan pintu itu mengerutkan dahi. Tampak tidak suka dengan bagaimana cara Inara memanggilnya. Istri Gavin ini memanggilnya hanya dengan nama saja tanpa embel-embel nona sekarang? Dan ia berani tersenyum dengan dagu terangkat begitu? Mendadak saja Jessica merasa sangat kesal.

“Ada apa, kamu datang sepagi ini?” Inara melanjutkan, tak peduli pada wajah kesal satu yang lain. Ia justru berkata dengan riang, “Mau sarapan bersama, Jess? Masuklah.”

“Aku hanya butuh ketemu dengan Gavin segera setelah beberapa hari dia nggak masuk kantor,” tandas Jessica dengan angkuh. Ia memeluk MacBook, lagaknya seperti orang penting yang banyak pekerjaan. Tanpa menunggu Inara persilahkan lagi, ia menerobos masuk ke dalam rumah.

“Di mana Gavin?”

Inara yang mengikuti dari belakang hanya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   68. Jessica Freya

    **Jessica Freya memutuskan kembali ke kantor SR Corp sesudahnya. Berlama-lama berada di rumah Gavin membuat hatinya sesak tak karuan. Sungguh, tujuan awalnya datang ke sana adalah untuk membereskan dokumen yang harus Gavin tanda tangani –yah di samping juga karena rindu dengan pria itu– namun perlakuan yang ia terima justru seperti itu. Selalu menyakitkan hati.Gadis berusia dua puluh sembilan tahun itu lantas menuju ruang kerja, di mana sekretaris Gavin sebelumnya sedang berada. Perempuan bernama Laksmi yang sedang berada di dalam kubikelnya sendiri itu tersentak begitu Jessica datang dan menggebrak meja.“Apa kamu nggak punya muka sampai harus mencarinya dengan cara seperti itu?”Laksmi mengerutkan alis. Sama sekali tidak mengerti dengan apa yang Inara katakan.“Mak-maksudnya, Nona–”“Maksudnya, maksudnya! Puas kamu bikin aku malu di hadapan Gavin, hah?” Jessica mendelik murka kepada perempuan yang lebih muda darinya itu. “Bagaimana aku harus menjelaskan kepadamu kalau posisi sekre

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   69. Jalan-Jalan

    **“Halo?”Inara mengernyit saat suara suaminya mendadak menghilang dari pendengaran. Mengira bahwa sambungan teleponnya terputus, perempuan itu sampai mengecek layar ponselnya. Ternyata tidak, panggilannya dengan Gavin masih tetap tersambung.“Halo, Papa?”“Ah!” Suara Gavin terdengar tersentak di seberang sana. Membuat Inara ikut kaget. “Siapa tamunya? Apakah baru datang? Katakan, ada siapa di rumah, Inara?”“Udah agak tadi, kok. Maaf ya, aku nggak kasih tahu karena aku pikir kamu lagi sibuk kerja.”“Iya, siapa tamunya?”Inara bisa memaklumi jikalau suara suaminya terdengar sangat mendesak begitu. Hidup bersama selama nyaris satu tahun belakangan ini membuatnya paham sifat posesif sang suami kadang tak bisa dihindari. Benar, Inara sudah bisa memaklumi hal itu.“Ah, ini ada Bu Eliza di rumah.”“Apa? Ibunya Aldo?”“Ya, tapi–”“Sama Aldo? Aku pulang sekarang juga, Inara!”“Heh, enggak! Nggak sama Pak Aldo, Bu Eliza dateng sendirian. Udah nggak usah panik begitu, nggak ada laki-laki lain

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   70. Sebuah Tanggapan

    **Inara sama sekali tidak berani memandang kepada Eliza sesudahnya. Ia menunduk, berharap secepatnya wanita cantik itu mengajaknya pulang saja. Inara sudah tahu semuanya pasti berakhir seperti ini. Seharusnya ia tidak pernah bersama Gavin saja. Seharusnya ia tidak perlu bertemu lagi dengan pria itu setelah lima tahun berhasil ia habiskan untuk membesarkan putrinya sendirian. Seharusnya–“Inara, Honey? Kenapa wajahnya jadi murung seperti itu? Apakah Mom melakukan kesalahan? Sorry, hm?”Perempuan itu nyaris tidak mempercayai pendengarannya. Ia mengangkat wajah pelan-pelan dan memberanikan diri memandang Eliza. Tanpa ia duga, wanita itu juga tengah memandang ke arahnya. Manik biru jernihnya masih menatap Inara penuh rasa sayang, sama seperti kemarin-kemarin sejak pertama bertemu.“M-Mom?”“Yes, Sweety? Ada apa? Kamu nggak nyaman sama sesuatu? Tell me.”Inara nyaris tidak bisa menahan tangis. Ia malu menanyakan hal ini, tapi ia juga sungguh ingin tahu alasan Eliza. “Ap-apa menurut Mom in

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   71. Teror Masih Berlanjut

    **Gavin tertegun selama beberapa detik setelah Inara berujar demikian. Selama ini, istrinya tidak pernah menyinggung-nyinggung perihal perlakuan Riani kepadanya, namun kali ini tidak demikian. Mungkin Inara sudah terlampau lelah hingga bisa berkata demikian?“Sayang ….” Pria itu berujar lirih sementara meraih telapak tangan wanitanya. “Aku benar-benar minta maaf dengan perlakuan Mami sama kamu. Apa saja yang dia katakan tadi? Dia bilang sesuatu sama Bu Eliza?”Gavin terlihat panik sendiri, namun Inara justru tersenyum. Ia membalas genggaman tangan sang suami.“Nggak apa-apa. Ya, seperti biasanya, lah. Rasanya aku sudah nggak kaget sama kata-kata ibu kamu. Lagian semua yang dia bilang memang kenyataan.”“Apapun yang melukai kamu, akan melukai aku juga, Inara. Aku akan bikin perhitungan sama Mami kalau dia berani bertindak lebih jauh. Karena di kantor tadi dia juga ngancam mau celakain kamu kalau aku nggak bersikap baik sama Jessica. Itulah mengapa aku khawatir banget pas kamu bilang a

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   72. Rencana Pindah

    **“Apa kita perlu pindah dulu dari sini untuk sementara waktu, sampai kamu tenang, Sayang?” Gavin menawarkan, ketika beberapa saat kemudian waktu berlalu. Inara sudah mendapatkan perawatan dari dokter keluarga. Ia terpaksa mendapat empat jahitan pada luka di telapak kakinya akibat pecahan kaca itu.“Nggak perlu sampai seperti itu, Pa,” jawab Inara dengan senyum kecil. “Aku baik-baik saja, sungguh.”Inara dan Gavin sedang duduk di ruang tamu saat itu, dan entah firasat atau apa, Joseph datang tak lama setelah kejadian itu berselang.“Nggak tampak apa-apa di rekaman CCTV. Gelap banget, bahkan bayangan orang aja nggak ada,” tutur Joseph yang baru saja masuk melalui pintu depan. Sebelumnya, pria itu sedang memeriksa rekaman kamera pengawas di pos sekuriti depan rumah.“Tapi daerah samping rumah yang kena lemparan batu itu memang agak sedikit tersembunyi dari jarak pandang kamera, sih,” lanjut Joseph, “apa nggak sebaiknya Inara sama Aylin dipindahkan di tempat yang aman dulu, Vin?”“Tadin

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   73. Deep Talk

    **Riani Sanjaya mendelik di ambang pintu ruangan putranya. Dengan kedua hasta terlipat di dada, wanita itu melangkah masuk pelan-pelan.“Masihkah kamu bertanya kenapa aku nggak suka dengan perempuan yang kamu sebut istri itu?” tanyanya sengak.Gavin tidak menanggapi. Lebih daripada itu, ia justru lebih khawatir apakah ibunya mendengar pembahasan sebelum ini tentang rencananya memindahkan Inara ke rumah baru?“Aku nggak suka, karena dia akan mengotori keturunan Sanjaya dengan kasta rendahannya itu.”“Mam,” sela Gavin, habis sabar juga, akhirnya. “Sejak kapan negeri ini punya aturan berkasta-kasta begitu? Jangan bicara omong kosong, lah.”“Ck! Dia cuma bekas cleaning service dan tanpa hujan tanpa angin, dia mengaku-ngaku mengandung anakmu, Vin!”“Aku ingat pernah melakukannya, Mam. Dan Aylin memang putriku. Aku sudah membuktikan keabsahannya dengan tes DNA di rumah sakit terpercaya yang Mami tahu sendiri hasilnya seratus persen akurat. Bahkan sesungguhnya tanpa tes pun semua orang juga

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   74. Keluarga

    **“Itu karena kamu sendiri yang nggak mau berusaha! Kamu yang nggak mau bergerak dan hanya mengandalkan aku!”Jessica tersentak saat mendengar bentakan dari belakangnya. Ia menoleh dan mendapati Riani Sanjaya memasuki ruangan sembari memasang wajah masam.“Kalau kamu terus begini, sampai mati juga nggak akan bisa mendapatkan Gavin!”Gadis itu terkesiap. Kendati demikian, tidak berhasil menyuarakan sanggahan apapun. Hanya mampu menunduk, menelan mentah-mentah hardikan dari ibu pria yang dicintainya.“Apa rencanamu sesudah ini, ha? Mau tetap begini sampai kapan? Mau memandang Gavin saja dari jendela sampai kapan, kamu?”Jessica rasanya kian terpuruk. Sesungguhnya ia sudah sangat putus asa dari semenjak Gavin menikah. Rasanya sudah tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan hati pria itu. Sesungguhnya semua gertakan yang ia lontarkan hanyalah pelarian dari rasa putus asanya sebab cinta yang tidak pernah bersambut selama bertahun-tahun lamanya.“Mam, apakah masih ada harapan?” desah gadis

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   75. Bencana

    **Beberapa minggu berikutnya terlewat tanpa insiden yang berarti. Tidak ada teror yang terjadi lagi, menandakan keberadaan Inara dan Aylin di rumah barunya, tidak diketahui oleh orang-orang yang kerap bermaksud jahat. Dalam hal ini, Riani dan Jessica.Bahkan Inara berani mengajak putri kecilnya jalan-jalan ke taman kota di dekat-dekat sana jikalau sedang bosan di rumah.“Asal jangan terlalu jauh dan terlalu lama di luar,” titah Gavin pagi ini, saat Inara minta izin untuk belanja ke supermarket yang tidak jauh dari kawasan rumahnya.“Hanya belanja, Papa. Lagian supermarketnya hanya satu blok dari rumah. Aku jalan kaki saja sama Aylin, ya?”Gavin mengernyit tidak setuju. “Minta antar Rendra, Sayang.”“Nggak perlu, Papa. Kami jalan kaki saja, biar sehat.”“No! Aku punya lebih dari cukup bawahan untuk sekedar mengawalmu belanja.”“Sayang, aku serius. Aku pengen date berdua sama Aylin.”Gavin masih terpaku dengan wajah keberatan. Ia menghela napas kemudian. “Berjanjilah, kamu nggak akan k

Bab terbaru

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   163. Semuanya Baik-Baik Saja

    **Inara masih cemberut dan sedikit kesal kepada Aldo sampai beberapa saat kemudian ia kembali ke kediaman orang tuanya. Ia tidak pulang ke rumah setelah menjemput Aylin dan Alaric pulang sekolah. Justru membawa kedua buah hatinya ke sana, sebab sang suami masih belum pulang dari perjalanan bisnis. Kemungkinan tengah malam nanti baru akan sampai di rumah, jadi Inara malas di rumah sendirian.Yeah, Inara masih melanjutkan marahnya kepada sang kakak setelah beberapa saat waktu berlalu. Nah, alih-alih merasa sang adik childish, Aldo justru gembira melihat Inara cemberut sepanjang waktu begitu. Menurutnya itu sangat menggemaskan.“Aku bukan anak kecil yang harus kamu awasi ke mana-mana,” sungut Inara ketika Aldo masih juga bertanya mengapa dirinya marah.“Aku kan hanya khawatir. Karena Gavin juga lagi nggak ada, makanya aku gantiin dia buat jagain kamu.”“Ya tapi nggak perlu segitunya kali, Om. Kamu berharap aku beneran jambak-jambakan sama Jessica, begitu?”Aldo terkikik lagi. Ini menyen

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   162. Dia Sudah Berubah

    **Inara melajukan mobilnya dengan tenang. Ya, memang sedikit was-was, namun entah bagaimana ia juga merasa tenang kali ini. Mungkin karena saat ini, ia merasa sudah memiliki lebih banyak dukungan untuk menghadapi Jessica. Dan lagi, bukankah kali ini Riani sudah berada di pihaknya? Tidak mungkin kan kalau mertuanya itu kembali keukeuh menjodohkan Gavin dengan Jessica secara tiba-tiba.Sangat amat tidak mungkin.Maka, Inara tersenyum lebar kala ia sampai di pintu gerbang mansion milik Riani. Sang mertua sudah berada di halaman, sedang mengobrol bersama sekuriti yang berjaga. Ia buru-buru mendekat saat Inara menekan klakson mobilnya sekali.“Maaf, aku jadi meminta kamu untuk ini.” Riani berujar seraya membuka pintu mobil dan masuk. “Rendra lagi dalam perjalanan dinas sama Gavin. Sementara aku nggak begitu senang pakai supir yang lain. Lebih baik aku sama kamu saja.”Lagi, Inara tersenyum. Entah harus merasa tersanjung atau bagaimana. Apakah maksudnya Riani menganggapnya supir yang baik,

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   161. She's Back?

    **“Sepertinya aku nggak dulu sih, Inara.”Nah, kata-kata itu akhirnya menjadi beban yang menggelayuti pikiran Inara hingga berhari-hari ke depan. Sudah tidak ada lagi permasalahan berat yang Inara hadapi. Ia juga sudah kembali aktif bekerja, menerima projek-projek desain interior dari klien. Pun Gavin, yang kembali sibuk di kantor. Sekarang sedang berkutat dengan pembukaan beberapa kantor cabang asuransi di kota-kota besar lainnya. Life goes on, hidup berjalan sebagaimana mestinya setelah segala drama yang sudah terjadi.Hanya saja satu hal yang yang membuat perempuan itu sering terdiam berlama-lama ; Sang kakak yang kian menua, namun belum menemukan rekan pendamping seumur hidup.Dan ternyata sepertinya Salsa pun tidak ada harapan. Padahal sebenarnya Inara sudah senang sekali saat Aldo menyatakan ketertarikan kepada perempuan itu.“Kenapa kamu yang pusing? Aku aja nggak pusing,” kata Aldo ringan sekali. Siang ini pria itu sedang mengganggu kerja sang adik di kediaman keluarganya. S

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   160. Usaha Menyatukan

    **Ini adalah hari yang hangat, di mana dua keluarga berbaur sekaligus. Matahari sudah hampir menggelincir menuju ufuk barat, menyambut senja yang sebentar lagi akan tiba. Pasangan suami istri Bagaskara serta putra sulung mereka, sedang bercengkerama di halaman belakang kediaman Gavin yang sejuk dan luas. Tentu saja ada Inara, Gavin, dan kedua putra putri mereka di sana. Oh, ditambah pula kucing besar putri sulung Gavin yang sekarang ukurannya semakin mengkhawatirkan.“Baby, bisakah makhluk itu kamu kemanakan dulu, begitu? Ini agak menyeramkan Sayang, kalau makhluk sebesar itu berguling-guling bersama kita.” Riani berujar sembari menunjuk Kimmy, yang memang sedang berguling-guling manja di atas rerumputan. Aylin sedang menggaruk-garuk perutnya yang gembul. “Oma takut kalau-kalau dia khilaf dan mencakar kita semua, begitu.”“Kimmy nggak akan mendekati siapapun kecuali Aylin yang suruh,” tukas si bocah tanpa sedikitpun beranjak dari tempatnya semula. “Iya kan, sayang? Kimmy sayang, who’

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   159. Memang Lucu

    **“Serius, Inara. Kamu mau ngapain sih ketemu sama Salsa? Bukannya dia sudah minta maaf? Masih haruskah ketemu segala?”“Aku yang mau ketemu sama dia, kenapa kamu yang panik begitu?”Inara terkekeh pelan ketika ia bersiap-siap akan berangkat bertemu dengan Salsa siang ini. Dan lucu saja rasanya melihat sang suami yang panik sendiri, padahal ia sendiri tidak kenapa-kenapa. “Tapi, kan–”“Sudahlah, aku nggak apa-apa, Pa. Aku ketemu sama Salsa juga bukan mau cari masalah, kok. Toh, dia sendiri juga sudah setuju, kan?”“Siapa yang mau ketemu sama Salsa?”Sepasang suami istri itu sontak menoleh ke ambang pintu rumah ketika sebuah suara turut bergabung tanpa diminta. Aldo berdiri di sana dengan wajah tertarik.“Kenapa kamu setiap hari ke sini? Apakah kamu nggak punya rumah sendiri?” Inara menunjuk lelaki itu dengan mata memicing.“Astaga, begitukah caramu bersikap kepada kakak satu-satunya?” Aldo menimpali dengan gestur terluka. Ia justru menyelonong masuk dan menghempaskan pantat di singl

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   158. Rencana Bertemu

    **Inara melambaikan tangan kepada putra dan putrinya yang sudah berada di dalam mobil sebelum keduanya menghilang bersama Rendra di balik pintu gerbang rumah. Hari ini memang Rendra yang mengantar sekolah. Alaric dan Aylin sendiri yang meminta diantarkan oleh orang kepercayaan Gavin itu. Tidak mau diantar oleh Mama atau Papa mereka. Entah ada rahasia kecil apa yang kedua anak itu akan bagi di dalam mobil.Sementara Inara sendiri kemudian kembali ke dalam rumah, dan mendadak saja rasa bimbang menghampiri benaknya. Teringat si kecil Alaric yang beberapa hari belakangan ia dengar sering berbagi cerita dengan kakaknya perihal ‘Tante’. Entah siapa tante yang Al maksudkan. Sebab setiap Inara bertanya, baik Alaric maupun Aylin selalu hanya mengatakan bukan siapa-siapa, hanya orang lewat.“Apakah Gavin tahu sesuatu tentang ini?” Inara bertanya-tanya kepada dirinya sendiri sementara kembali melangkah ke dalam kamar untuk mencari suaminya.Pria itu ada di sana. Baru saja selesai mandi dan masi

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   157. Permintaan Maaf Salsa

    **“ … Tapi kenapa Om nggak suruh Tantenya nunggu aku sebentar? Kan aku masih mau ngobrol sama Tantenya.”“Halah bocil! Udah dibilang nggak boleh ngobrol sama orang asing. Lagian kamu tuh mau ngobrolin apa sih sama orang tua?”Gavin menengok sekilas ketika suara ribut-ribut terdengar memasuki ruangan depan rumahnya. Pria itu menunggu hingga si empunya suara muncul ke ruang tengah di mana dirinya berada saat ini.“Lagi berantem masalah apalagi kalian berdua?” Pria itu segera menyahut begitu bayangan Aldo muncul di ambang pintu yang mempartisi ruang depan dengan ruang tengah.“Loh, lo ada di rumah? Tumben banget?” Aldo meletakkan tas sekolah Alaric di atas sofa, sebelum menghempaskan tubuhnya di sana juga.“Pulang sebentar buat nengokin Inara, habis ini balik ke kantor. Gue tanya, kenapa kalian berdua ribut-ribut?”Aldo baru saja akan memelototi Alaric untuk memberi bocah itu isyarat agar diam. Namun si kecil sudah keduluan berujar dengan polos, “Tadi ada tante itu ke sekolah, Pa. Al ka

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   156. Rasa Bersalah

    **Salsa Kamila kebetulan saja sedang jalan-jalan sendirian siang ini. Tidak ada yang bisa ia lakukan di rumah, jadi ia bosan. Terlebih lagi, ia juga sedang meratapi nasib lima belas miliarnya yang raib bersama kematian Marvel. Yah, meskipun jumlah sekian tidak akan membuatnya mendadak miskin. Tapi tetap saja itu sayang, kan. Ia bisa menebus dua buah Aventador dengan uang sekian.Perempuan cantik itu menghentikan mobilnya pada jalur zebra cross sebab sekelompok anak-anak sedang menyeberang jalan. Salsa yang tidak pernah menyukai anak-anak memandang dengan bosan, sebelum kemudian objek yang ia lihat berhasil menyita perhatiannya.Bocah laki-laki tampan di seberang jalan itu.“Itu putranya Gavin?” Salsa bertanya kepada diri sendiri sembari menatap lekat si kecil yang sudah pernah ia temui sekali sebelum ini. Salsa belum lupa dengan wajahnya, kok.“Apakah aku harus turun dan menyapa? Kenapa dia sendirian?”Sekali lagi, Salsa bukanlah pecinta anak-anak. Namun wajah tampan dan lucu bocah k

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   155. Penutup Hari

    **(Mengandung konten 21+)Gavin menutup pintu kamar perlahan dan melangkah mendekati ranjang di mana sang istri sedang menunggu dengan senyum lembut. Pria itu meredupkan lampu sebelum menyusul naik ke atas ranjang dan merentangkan tangan untuk merangkul bahu wanitanya.“Anak-anak sudah tidur?” Inara bertanya.Gavin mengangguk. “Alaric minta tidur sama kakaknya. Aylin awalnya nggak mau, tapi akhirnya ya mau juga daripada lihat adiknya nangis.”“Ah, maaf, jadi kamu yang susah payah bujukin mereka nggak, sih? Harusnya tadi aku saja–”“Nggak, Sayang. Kamu harus istirahat. Lagian masalah anak-anak saja, masa aku nggak bisa ngatasin, sih. Aku kan Papanya mereka.”Inara tersenyum lagi. Ia mengikis jarak dan kian merapatkan diri. Kedua tangannya memeluk pinggang Gavin dengan manja.“Terimakasih banyak untuk semuanya.” Perempuan itu berujar pelan sembari mendongak, memandang wajah sang suami yang selalu tampan dan sama sekali tidak berubah kendati lebih dari satu dekade sudah mereka lewati be

DMCA.com Protection Status