“Lepasin!” pinta Rianti tertahan. Wanita itu khawatir ada orang yang akan memergoki mereka sekarang. Saat Rianti mencoba melepaskan pelukan Arjuna, pria itu justru mempererat pelukannya. “Aku tidak mau balikan dengan pria brengsek sepertimu. Arjuna, lepasin aku. Kita sudah berakhir. Pergi!” “Tidak. Kau pikir berapa lama aku menunggu saat seperti ini, babe. Kau hutang banyak penjelasan padaku,” bisik Arjuna membuat Rianti semakin meronta. Tiba-tiba terdengar suara dari ujung lorong yang mereka berada saat ini. Rianti mulai panik dan wajahnya terlihat pucat. Dia benar-benar tidak ingin siapapun memergoki mereka. Rianti tidak ingin pekerjaannya terusik hanya karena hubungan masa lalunya dengan Arjuna. “Arjuna, aku peringatkan kamu. Lepasin aku. Ada orang kesini,” pinta Rianti cemas. “Kenapa? Biar mereka semua tahu, kau milikku, Rianti.”“Jangan gila.”Rianti tidak punya pilihan ketika suara-suara itu semakin mendekat. Sebentar lagi seseorang akan muncul di belokan lorong dekat kamar
“Kami tidak melakukan apa-apa, nyonya. Percayalah. Saya sedang da …. mmmpphh!”Rianti tidak bisa bicara lagi lantaran Arjuna sudah membekap mulutnya. Wanita itu mencoba memberontak, tapi Arjuna lebih kuat darinya. “Jangan dengarkan dia, tante. Rianti hanya malu. Iya ‘kan, babe.”Juwita menghela nafas panjang. “Kalian ini. Lebih baik kalian menikah saja. Mau sekalian dengan pernikahan Hannah dan Lintang?”Rianti mencoba menggeleng, tapi Arjuna lebih dulu menjawabnya. ”Kalau boleh, mau banget, tante. Nanti saya bicarakan dengan Lintang juga. Makasih, tante.”Juwita kembali menatap Rianti yang masih dibekap tanpa ada kesempatan untuk bicara. Rianti mencoba menggeleng tapi bekapan Arjuna terlalu kuat. Belum lagi sakit perutnya yang bertambah parah dengan sesuatu yang semakin banyak keluar dari bagian intinya. “Ya, sudah. Tante ke depan dulu. Rianti, kamu istirahat saja sampai … ehem.” Juwita berdehem demi bisa melanjutkan bicaranya. “... bisa jalan lagi ya. Saya akan bilang pada Ziana ka
“Mas, kamu sudah pulang?” sapa Ziana sembari tersenyum lebar. Mahanta mendekat lalu mengecup kening Ziana dengan lembut. Pria itu tersenyum menatap wajah putranya yang tertidur lelap dengan mulut sedikit terbuka. Ziana menyadari Zaidan sudah melepaskan sumber makanannya, lalu segera menarik penutup dadanya lagi. “Yah, kok ditutup,” protesnya membuat Ziana menepuk lengannya pelan. “Aku ‘kan sudah bilang mau langsung pulang setelah selesai meeting. Gimana imunisasinya tadi? Zaidan nangis nggak?” “Nangis sebentar, habis itu tidur lagi. Dia kuat banget, mas.”“Jelas ‘lah siapa dulu mamanya. Mama Ziana, wanita paling kuat dan tegar yang pernah kukenal.”Ziana tersipu malu mendengar pujian Mahanta. Dia tidak pernah membayangkan hidupnya akan dimanjakan seperti putri dan ratu oleh orang tua angkat dan suaminya sendiri. Bahkan Ziana tidak pernah memintanya, tapi Mahanta selalu mengerti bagaimana dirinya. “Aduh, bunda jadi malu nih. Jadi paham rasanya jadi obat nyamuk,” ucap Juwita pura-pu
“Benarkah?”Ziana menyodorkan handuk pada Mahanta yang terus bercerita sambil membersihkan tubuhnya. Perempuan itu membantu mengeringkan rambut Mahanta sebelum mereka pindah ke depan wastafel. “Aku mendengar kabarnya ketika Arjuna masuk rumah sakit karena asam lambung. Herannya, sudah sakit seperti itu, dia masih bisa ikut ujian. Apa nggak gila?”“Berarti Arjuna itu pintar banget ya?”“Lebih ke bulol nggak sih?” sambar Mahanta. “Iya juga ya. Sekarang setelah tahu Rianti ada disini, apa Arjuna akan serius dan menikahinya?”Mahanta mengangkat kedua bahunya. “Mana kutahu? Mungkin iya. Mungkin juga tidak.”“Kenapa? Kan Arjuna masih mencintai Rianti. Memangnya nggak mau berjuang?”“Hubungan mereka rumit, sayang. Penyebab putusnya juga karena Arjuna yang selingkuh. Kasarnya seperti itu. Jadi kecil kemungkinannya kalau Rianti mau kembali pada Arjuna, kecuali…”Ziana berbinar menanti ucapan Mahanta selanjutnya, “Kecuali apa?”“Kecuali mereka DP dulu, baru nikah. Seperti kita.”Ziana memukul
Semua orang di meja makan melotot kaget mendengar ucapan Arjuna. Bahkan Mahanta dan Lintang sampai menjatuhkan peralatan makan yang dipegangnya. Tomo dan Juwita nyaris tersedak makanan yang sedang mereka kunyah. Bergantian semua orang menatap Arjuna dan Lintang dengan tatapan tidak percaya. “Apa kamu sudah gila, Arjuna?” tanya Mahanta yang lebih dulu menguasai emosinya. “Hah? Apa maksudmu? Aku nggak gila.”“Kamu bilang apa tadi? Kamu dan Lintang akan menikah. Apa itu nggak gila namanya?”Arjuna terdiam sejenak sebelum nyengir lebar, “Maksudku, kami akan menikah di hari yang sama. Tentunya dengan pasangan masing-masing.”“Hampir saja aku mengira kau sudah belok,” tungkas Mahanta. “Enak saja. Aku masih normal. Dimataku hanya Rianti yang paling cantik.”“Kayak Rianti mau saja nikah sama kamu.”Arjuna membulatkan matanya melotot pada Mahanta, sebelum tubuhnya lemas kembali. “Iya juga ya. Sampai detik ini saja, dia masih belum mau memaafkanku. Ada yang bisa menolongku nggak?”Mahanta dan
“Teman-temanku disekolah, om. Mereka bilang gitu. Beneran, om?”Lintang membersihkan tangannya sebelum menatap Rania dengan hangat. “Rania sayang ‘kan sudah punya papa Renan. Tapi Rania boleh manggil om, ayah, kalau Rania mau.”Hannah tersenyum sendu mendengar jawaban Lintang. Kedua matanya langsung berkaca-kaca karena Lintang masih menganggap Renan sebagai papa kandung Rania. Lintang juga bisa menempatkan dirinya hingga Rania merasa nyaman. “Ayah Lintang, gitu, om?” tanyanya lagi.“Iya, sayang. Mau nggak?”Rania terlihat ragu sejenak sebelum melirik ke arah Hannah. Merasa Rania meminta pendapatnya, Hannah menunduk mendekatkan wajahnya. “Rania mau?” “Boleh, mah?” tanyanya ragu. “Iya, sayang. Rania boleh panggil om Lintang dengan panggilan ayah Lintang.”“Ayah Lintang. Yeay!” Semua orang di meja makan terkekeh geli melihat tingkah lucu Rania yang sangat senang. Sekali lagi Lintang tersenyum pada Hannah yang balas tersenyum padanya. “Kesayangan buna senang ya?” tanya Ziana ikut m
Tengah malam, Rianti tersentak kaget lalu mengerjakan matanya perlahan. Ia mencoba mengingat keberadaannya saat ini yang masih berada di kamar Zaidan. Saat Rianti memeriksa boks bayi itu, matanya melotot karena Zaidan tidak ada di dalam boks itu. “Zaidan dimana?” Lekas Rianti berlari keluar kamar dan melihat sekitarnya sudah gelap. Sedikit ragu, Rianti menoleh ke arah kamar Ziana dan Mahanta. Besar kemungkinan Zaidan ada disana. Tapi alasan kenapa Ziana tidak membangunkan Rianti membuatnya bingung. “Apa kucoba ketuk saja ya?” Rianti berjalan mendekati pintu kamar dan bersiap mengetuknya. Tapi tangannya melayang di udara karena keraguan yang masih menggantung. Akhirnya Rianti memutuskan untuk mengirimkan chat pada Ziana. {“Malam, nona. Maaf saya ketiduran tadi. Apa sekarang bayi Zaidan bersama nona?”}Rianti mengirimkan chat itu dan menunggu. Ia berharap Ziana masih terbangun dan membalas chatnya. Tapi selang lima menit kemudian, belum juga ada balasan dari Ziana. Pesannya juga ti
Hari yang ditunggu-tunggu, hari pernikahan Hannah dan Lintang akhirnya tiba juga. Semua orang sudah berkumpul di halaman mansion Tomo untuk menyaksikan upacara sakral itu. Meskipun tidak banyak tamu undangan, tapi sudah cukup membahagiakan bagi Hannah dan Lintang. Acara akad akan segera berlangsung ketika Arjuna tiba di mansion itu. Tidak seperti biasanya, wajah pria itu terlihat muram dan lelah. Entah kemana perginya Arjuna yang selalu ceria dan bersemangat. Tanpa mempedulikan sekitarnya, Arjuna segera duduk di kursi khusus untuknya. Ia tersenyum tipis saat bertatapan dengan Mahanta yang duduk bersama Ziana.“Lihat itu Arjuna sudah datang,” bisik Mahanta pada Ziana. “Iya, aku sudah melihatnya. Lihat penampilannya kacau sekali.”“Aku dengar sejak kejadian malam itu, Arjuna hanya mengurung diri di apartemennya. Ia hanya makan kalau Lintang membawakannya makanan. Selebihnya hanya diam melamun. Apa Rianti tidak mengatakan apa-apa?”“Mereka sama-sama keras kepala. Sampai sekarang aku be