“Benarkah?”Ziana menyodorkan handuk pada Mahanta yang terus bercerita sambil membersihkan tubuhnya. Perempuan itu membantu mengeringkan rambut Mahanta sebelum mereka pindah ke depan wastafel. “Aku mendengar kabarnya ketika Arjuna masuk rumah sakit karena asam lambung. Herannya, sudah sakit seperti itu, dia masih bisa ikut ujian. Apa nggak gila?”“Berarti Arjuna itu pintar banget ya?”“Lebih ke bulol nggak sih?” sambar Mahanta. “Iya juga ya. Sekarang setelah tahu Rianti ada disini, apa Arjuna akan serius dan menikahinya?”Mahanta mengangkat kedua bahunya. “Mana kutahu? Mungkin iya. Mungkin juga tidak.”“Kenapa? Kan Arjuna masih mencintai Rianti. Memangnya nggak mau berjuang?”“Hubungan mereka rumit, sayang. Penyebab putusnya juga karena Arjuna yang selingkuh. Kasarnya seperti itu. Jadi kecil kemungkinannya kalau Rianti mau kembali pada Arjuna, kecuali…”Ziana berbinar menanti ucapan Mahanta selanjutnya, “Kecuali apa?”“Kecuali mereka DP dulu, baru nikah. Seperti kita.”Ziana memukul
Semua orang di meja makan melotot kaget mendengar ucapan Arjuna. Bahkan Mahanta dan Lintang sampai menjatuhkan peralatan makan yang dipegangnya. Tomo dan Juwita nyaris tersedak makanan yang sedang mereka kunyah. Bergantian semua orang menatap Arjuna dan Lintang dengan tatapan tidak percaya. “Apa kamu sudah gila, Arjuna?” tanya Mahanta yang lebih dulu menguasai emosinya. “Hah? Apa maksudmu? Aku nggak gila.”“Kamu bilang apa tadi? Kamu dan Lintang akan menikah. Apa itu nggak gila namanya?”Arjuna terdiam sejenak sebelum nyengir lebar, “Maksudku, kami akan menikah di hari yang sama. Tentunya dengan pasangan masing-masing.”“Hampir saja aku mengira kau sudah belok,” tungkas Mahanta. “Enak saja. Aku masih normal. Dimataku hanya Rianti yang paling cantik.”“Kayak Rianti mau saja nikah sama kamu.”Arjuna membulatkan matanya melotot pada Mahanta, sebelum tubuhnya lemas kembali. “Iya juga ya. Sampai detik ini saja, dia masih belum mau memaafkanku. Ada yang bisa menolongku nggak?”Mahanta dan
“Teman-temanku disekolah, om. Mereka bilang gitu. Beneran, om?”Lintang membersihkan tangannya sebelum menatap Rania dengan hangat. “Rania sayang ‘kan sudah punya papa Renan. Tapi Rania boleh manggil om, ayah, kalau Rania mau.”Hannah tersenyum sendu mendengar jawaban Lintang. Kedua matanya langsung berkaca-kaca karena Lintang masih menganggap Renan sebagai papa kandung Rania. Lintang juga bisa menempatkan dirinya hingga Rania merasa nyaman. “Ayah Lintang, gitu, om?” tanyanya lagi.“Iya, sayang. Mau nggak?”Rania terlihat ragu sejenak sebelum melirik ke arah Hannah. Merasa Rania meminta pendapatnya, Hannah menunduk mendekatkan wajahnya. “Rania mau?” “Boleh, mah?” tanyanya ragu. “Iya, sayang. Rania boleh panggil om Lintang dengan panggilan ayah Lintang.”“Ayah Lintang. Yeay!” Semua orang di meja makan terkekeh geli melihat tingkah lucu Rania yang sangat senang. Sekali lagi Lintang tersenyum pada Hannah yang balas tersenyum padanya. “Kesayangan buna senang ya?” tanya Ziana ikut m
Tengah malam, Rianti tersentak kaget lalu mengerjakan matanya perlahan. Ia mencoba mengingat keberadaannya saat ini yang masih berada di kamar Zaidan. Saat Rianti memeriksa boks bayi itu, matanya melotot karena Zaidan tidak ada di dalam boks itu. “Zaidan dimana?” Lekas Rianti berlari keluar kamar dan melihat sekitarnya sudah gelap. Sedikit ragu, Rianti menoleh ke arah kamar Ziana dan Mahanta. Besar kemungkinan Zaidan ada disana. Tapi alasan kenapa Ziana tidak membangunkan Rianti membuatnya bingung. “Apa kucoba ketuk saja ya?” Rianti berjalan mendekati pintu kamar dan bersiap mengetuknya. Tapi tangannya melayang di udara karena keraguan yang masih menggantung. Akhirnya Rianti memutuskan untuk mengirimkan chat pada Ziana. {“Malam, nona. Maaf saya ketiduran tadi. Apa sekarang bayi Zaidan bersama nona?”}Rianti mengirimkan chat itu dan menunggu. Ia berharap Ziana masih terbangun dan membalas chatnya. Tapi selang lima menit kemudian, belum juga ada balasan dari Ziana. Pesannya juga ti
Hari yang ditunggu-tunggu, hari pernikahan Hannah dan Lintang akhirnya tiba juga. Semua orang sudah berkumpul di halaman mansion Tomo untuk menyaksikan upacara sakral itu. Meskipun tidak banyak tamu undangan, tapi sudah cukup membahagiakan bagi Hannah dan Lintang. Acara akad akan segera berlangsung ketika Arjuna tiba di mansion itu. Tidak seperti biasanya, wajah pria itu terlihat muram dan lelah. Entah kemana perginya Arjuna yang selalu ceria dan bersemangat. Tanpa mempedulikan sekitarnya, Arjuna segera duduk di kursi khusus untuknya. Ia tersenyum tipis saat bertatapan dengan Mahanta yang duduk bersama Ziana.“Lihat itu Arjuna sudah datang,” bisik Mahanta pada Ziana. “Iya, aku sudah melihatnya. Lihat penampilannya kacau sekali.”“Aku dengar sejak kejadian malam itu, Arjuna hanya mengurung diri di apartemennya. Ia hanya makan kalau Lintang membawakannya makanan. Selebihnya hanya diam melamun. Apa Rianti tidak mengatakan apa-apa?”“Mereka sama-sama keras kepala. Sampai sekarang aku be
“Daripada mereka live show disini? Gimana kalau Rania melihatnya?”Mahanta buru-buru mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Arjuna. Dering telepon terdengar jelas dari kantong jas Arjuna, tapi justru diabaikan pria itu yang masih asyik mencumbu Rianti. Belum menyerah, Mahanta mengulangi terus panggilan itu, hingga Rianti menghentikan ciuman Arjuna.“Ada telepon, Ar,” ucap Rianti sambil mendorong pelan bahu Arjuna.“Biarkan saja.”“Tapi sepertinya penting. Kita bisa lanjutkan nanti.”Arjuna menatap wajah Rianti yang sudah memerah sampai ke telinganya. Bibir wanita itu terlihat pucat dan ada sedikit bekas gigitan karena ulahnya. Mau tidak mau Arjuna mengalihkan pandangannya ke arah jasnya yang tergeletak di lantai begitu saja.“Siapa sih, mengganggu saja.” Kening Arjuna mengerut melihat nama Mahanta muncul di layar ponselnya. Pria itu segera mengedarkan pandangannya dan melihat sahabatnya berdiri tidak jauh dari posisinya. “Kamu ngapain sih? Ganggu saja.”“Heh! Kalau nggak gitu, kamu mau
Setelah pesta resepsi pernikahan itu selesai, kedua pasang pengantin baru itu pun berangkat dengan mobil masing-masing. Lintang dan Hannah menuju hotel, sedangkan Arjuna dan Rianti menuju apartemen Arjuna.“Wah, hotelnya besar sekali, mas,” puji Hannah kagum. Dia tidak pernah masuk ke hotel sebesar itu selama hidupnya.“Ini hadiah pernikahan dari om Tomo. Hotel ini juga punya om Tomo. Ayo, kita check in dulu.”Lintang menuntun Hannah mendekati resepsionis yang sudah siap menyambut kedatangan mereka. Seorang office boy mengambil alih koper yang dibawa Lintang, lalu mengantar keduanya menuju kamar hotel tempat mereka akan menginap selama tiga hari dua malam itu.“Silakan masuk, tuan, nyonya,” ucap office boy itu setelah pintu kamar terbuka lebar di hadapan mereka.“Terima kasih. Taruh saja kopernya di sini,” sahut Lintang lalu memberikan tip untuk office boy itu.Hannah memasuki kamar lebih dulu dan langsung mendekati jendela besar di dekat tempat tidur. Ia ingin melihat pemandangan dar
Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka tanpa peringatan. Hannah yang kaget, nyaris terjatuh karena refleks mundur dari depan pintu. Lintang dengan sigap meraih pinggang Hannah lalu memeluknya.“Hati-hati, sayang. Sedang apa kamu disini?”“Aku... itu... anu...”Rasa gugup membuat Hannah tergagap. Matanya mencoba melirik ke dalam kamar mandi, tepatnya ke arah koper mereka yang terlihat terbuka lebar. Wajah Hannah semakin pias dengan kemungkinan Lintang sudah melihat baju itu.“Kamu kenapa, sayang? Makanannya sudah datang?”“Iya. Sudah. Kamu mau makan sekarang?”“Ayo,” ajak Lintang.Hannah tidak punya alasan untuk membuatnya kembali masuk ke kamar mandi, hingga memilih mengikuti Lintang. Mereka duduk berdampingan lalu mulai menikmati hidangan makan malam di depan mereka. Lezatnya rasa makanan itu membuat Hannah tidak berhenti mencicipinya.“Enak ya?” tanya Lintang yang diangguki Hannah.“Makanannya enak sekali. Pas di lidah. Aku pikir makanan seperti apa yang ada di hotel mewah seperti ini.