Share

Hadiah

Penulis: Tria Sulistia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-21 23:48:50

Pagi hari, Hari sudah ada di ruang makan dengan menggenakan setelan jas silver. Dia terus mengetik layar ponselnya kala Alan berjalan masuk.

Alan menarik kursi, duduk di sebelah ayahnya, dan mengambil sepotong roti. Dia menengok kanan kiri dan baru menyadari jika Jia belum ada di ruang makan.

"Jia mana, Yah? Kok tumben jam segini belum sarapan?" tanya Alan melirik jam tangannya.

"Tadi sih Ayah lihat dia masih dimandiin sama

Rani," Hari menjawab sembari mematikan ponsel lalu beralih pada menu sarapannya pagi ini.

Sementara, Alan mengerutkan dahi terheran sebab jarang Jia mau dimandikan oleh orang lain selain dengan Sandra. Masih dengan rasa tak percaya, Alan seketika melirik ke arah pintu dimana Jia sedang berjalan menuntun Rani.

Dua gadis beda generasi itu berbincang saat memasuki ruang makan. Kemudian Rani menarikkan kursi untuk Jia yang berseberangan dengan Alan.

Jia yang sudah rapi memakai seragam sekolah, menyapa Alan dan Hari. Namun, sapaan hangat Jia tak dibalas oleh Alan karena dia terus menyalakan sorot mata tajam ke arah Rani.

"Jia mau sarapan sama apa? Roti atau nasi?" tanya Rani menawarkan pada Jia.

"Aku mau nasi, Tante."

Ketika Rani tengah menyendokan nasi ke atas piring untuk Jia, tiba-tiba saja Hari mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas kerjanya. Lalu menyodorkan pada Rani yang membuat gadis itu mengerutkan dahi kebingungan.

Tak hanya Rani, namun juga Alan yang menoleh ke arah ayahnya untuk meminta penjelasan.

"Apa ini, Ayah?" Rani menerima ponsel dari Hari dengan raut kebingungan.

"Ayah dengar kamu belum punya ponsel. Jadi ponsel itu untuk kamu. Supaya kita satu keluarga lebih mudah berkomunikasi. Oh ya, Ayah juga sudah menyimpan nomor telepon paman dan bibi kamu di sana."

Rani tak bisa berkata-kata memandang nanar pada ponsel yang ada di tangannya. Pasalnya, dia tahu ponsel itu adalah ponsel dari brand mahal dan keluaran terbaru pula.

Tak pernah terbayangkan oleh Rani jika dia akan memiliki benda canggih itu karena sebelum menikah untuk baju saja, Rani selalu beli dari toko pakaian bekas.

"Terima kasih banyak, Ayah."

"Ayah, ini nggak adil," protes Alan.

Hari melirik Alan dengan santai dia berkata, "Nggak adil bagaimana?"

"Selama empat tahun aku menikah dengan Sandra, Ayah nggak pernah membelikan sesuatu untuk Sandra. Tapi kenapa baru sehari aku menikah dengan Rani, Ayah langsung membelikan ponsel?

Hari tak langsung menanggapi protes dari Alan. Dia menghabiskan sisa sarapannya lalu menenggak air putih hingga habis.

"Ayah, jawab aku! Kenapa Ayah pilih kasih seperti ini?" Alan semakin menaikan nada bicaranya saking kesal melihat tak ada respon apapun dari sang ayah.

Kemudian Hari berdiri seraya merapikan jasnya. Dia menatap Alan dengan raut datar, namun sorot matanya begitu tajam.

"Sandra sudah punya segalanya."

Hanya itu yang Hari katakan sesaat sebelum beranjak pergi meninggalkan Alan yang terlihat sangat geram.

Alan geram karena Hari tak pernah menganggap Sandra sebagai menantu. Padahal di mata Alan, Sandra merupakan wanita idaman kaum pria. Dia seorang model profesional yang sangat sayang pada suami dan anaknya.

Kedua tangan Alan mengepal kuat hingga tampak urat nadinya menonjol. Dia melirik pada Rani yang dengan telaten menyuapi Jia.

Dalam hati, Alan bertanya-tanya apa gerangan yang membuat ayahnya begitu menyayangi Rani. Masih menatap Rani, Alan pun menyunggingkan sebuah seringai di bibir.

Apa istimewanya wanita itu? Apa dia sudah pernah menggoda ayah? Pasti dia yang meminta ke ayah supaya menikah sama aku. Kemarin saja, dia nggak malu membuka handuk di depan aku. Heh, dasar wanita murahan.

"Jia, ayo kita berangkat!" ucap Alan yang sudah tidak nafsu lagi melanjutkan sarapan.

"Sebentar, Papa. Jia belum selesai sarapannya."

"Kita berangkat sekarang atau Papa tinggal," ancam Alan yang melesat keluar ruangan begitu saja.

Membuat Jia panik dan segera turun dari kursi. Rani yang melihat Jia berlari menyusul Alan tanpa membawa tas sekolahnya pun berteriak memanggil anak kecil itu.

Rani mempercepat langkah kakinya hingga sampailah dia di teras rumah yang mana di sana Alan sudah menghadangnya.

Air muka Alan seperti sedang mengancam menjadikan tubuh Rani mematung seketika. Takut. Tentu saja. Rani takut menatap langsung wajah Alan sehingga dia memilih melempar pandangan ke arah lain.

Di saat itu, pandangan Rani dan Jia bertemu. Gadis kecil itu hendak masuk ke dalam mobil.

"Jia, ini tasnya," Rani berteriak dan berniat menghampiri Jia.

Namun, baru satu ayunan langkah kaki, Alan menghalangi Rani dengan cara mencengkram kuat lengannya.

"Kamu nggak perlu ikut anter Jia ke sekolah."

"Siapa juga yang mau anter Jia. Orang aku juga mau kerja, kok. Aku cuma bawain tasnya Jia doang."

"Kerja?" Alan mengulang ucapan Rani dengan menerbitkan seringai. "Bukannya kamu sudah bekerja dengan baik di rumah ini sebagai penghasut ayah? Sekarang katakan dengan jujur, apa kamu pernah tidur sama ayah aku?"

Seketika kedua bola mata Rani membelalak. Tanpa pikir panjang, dia langsung menoyor kepala Alan karena tak terima dengan ucapan laki-laki itu.

"Sembarangan kalau ngomong. Gini-gini aku masih perawan tingting. Sepertinya mulut kamu itu harus pakai seringai ya, supaya nggak ngomong sembarangan."

Rani menunduk melihat tangan Alan yang masih mencengkram lengannya. Lalu dengan menggunakan tangan yang terbebas, Rani memukul tangan Alan.

"Awas. Jangan pegang-pegang! Aku alergi sama cowok kepedean kaya kamu."

Tentu saja ucapan yang keluar dari mulut dari mengundang amarah Alan. Wajah pria itu pun memerah hanya dalam hitungan detik sebab baru pertama kali ini ada wanita yang berani menoyor kepalanya.

Bukan itu saja, Rani juga begitu berani memakinya. Di saat semua wanita bersikap manis manja di hadapan Alan, tapi berbeda dengan Rani yang bisa dibilang sangat tidak sopan.

Alan melototkan mata dan berkacak pinggang. Saat dia membuka mulut hendak memaki Rani, tiba-tiba Jia berteriak memanggil.

Kepala Jia yang kecil menyembul dari jendela mobil. Gadis itu memanggil Alan untuk segera berangkat.

Menyadari jika Jia sejak tadi memperhatikan dirinya dengan Rani, Alan memilih untuk tidak bertengkar di hadapan Jia. Dia menghela nafas untuk membuang emosi negatifnya. Lalu berjalan ke arah mobil.

"Awas saja, Rani. Masalah kita belum selesai."

Rani memandang punggung Alan yang semakin menjauh. Dia menirukan ucapan terakhir Alan lalu mendengus kesal.

Kalau bukan karena harus bergegas bekerja, mungkin Rani sudah melanjutkan pertengkaran mereka.

Teringat jika sekarang telah memiliki ponsel, Rani mencoba mengecek daftar nomor telepon di ponsel barunya. Dia terkejut ternyata Hari menyimpan nomor telepon semua teman kerja Rani, termasuk Denis.

"Kok Pak Hari bisa tahu semua temen aku ya? Tahu dari mana? Ah, sudahlah. Nggak penting," gumam Rani yang memilih mengabaikan hal yang menurutnya tidak terlalu penting untuk dipikirkan.

Lalu dia menelepon Denis yang sekarang ini masih berstatus kekasihnya karena Rani belum sempat bertemu dengan laki-laki itu semenjak Rani tahu akan dinikahkan.

"Halo, Kak Denis. Ini aku, Rani. Kita berangkat kerja bareng, yuk. Jemput aku ya! Oh, bukan. Bukan jemput di rumah paman aku. Nanti aku kirim alamatnya. Oke, Kak. Makasih."

Bab terkait

  • Mendua Kala Istriku Koma   Putus

    "Jia, semua sudah kamu bawa, kan? Nggak ada yang ketinggalan?" Alan bertanya sambil memasangkan sabuk pengaman pada Jia.Gadis empat tahun itu mengerutkan dahi, lalu meraih tas dan melongok isinya. "Papa, kotak bekal aku ketinggalan."Alan menghela nafas pelan. Diraihnya ponsel yang ada di atas dashboard mobil. "Halo, Bi Wati. Tolong bawakan kotak makan Jia ke halaman depan sekarang!" Alan mematikan telepon dan kembali menaruh ponselnya. "Kita tunggu Bi Wati dulu.""Papa, sepertinya Tante Rani mau pergi juga, deh. Sekalian aja sama kita, Pa," ucap Jia menunjuk Rani yang kini sudah berdiri di depan gerbang. Tampak Rani tengah sibuk bermain ponselnya sambil sesekali tersenyum. Melihat Rani yang begitu senang memiliki ponsel pemberian ayahnya, Alan mendengus kesal."Nggak. Nggak perlu. Dia bisa naik angkot sendiri.""Tapi di komplek kita nggak ada angkot, Pa. Harus jalan kaki dulu keluar komplek. Kasihan kan, Tante Rani."

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Mendua Kala Istriku Koma   Aku Bukan Wanita Murahan

    Tengah malam, Rani melenggang masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Suasana rumah begitu sepi, mungkin karena semua penghuninya sudah terlelap.Kalau Rani tidak menelepon satpam rumah untuk membukakan gerbang, sudah dipastikan Rani akan tidur di luar.Tepat saat Rani melangkah melewati ruang tamu, tiba-tiba saja lampu menyala terang benderang, membuat Rani dapat melihat Alan yang tengah duduk di sofa.Alan duduk sambil menyilangkan tangan di depan dada dengan sorot mata tajam tepat mengenai Rani. Pria itu memakai setelan piyama dan ada sebuah koper besar di sampingnya."Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?" tanya Alan dengan nada yang begitu dingin.Rani melungkarkan bola matanya, malas berdebat dengan Alan tapi di tetap menjawab, "Aku ada lemburan. Makanya pulang malam.""Lemburan atau malah pacaran, hah?""Alan? Ada apa ini? Kenapa berteriak malam-malam begini?" Teguran dari Hari sontak membuat Alan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-23
  • Mendua Kala Istriku Koma   Merebut Perhatian

    Bi Wati sedikit terheran begitu pagi menjelang karena kamar sebelah yang biasa kosong, pagi ini terdengar samar-samar suara orang berceloteh.Bi Wati mengayunkan tangan hendak mengetuk pintu. Namun, ternyata pintu itu sudah terbuka terlebih dahulu yang membuat Bi Wati tersentak kaget.Rani juga sama kagetnya. Dia yang berniat keluar kamar hendak berjemur, dikejutkan dengan kemunculan Bi Wati di depan pintu."Nona Rani? Kenapa Nona dari dalam kamar ini?" "Ini sekarang kamar aku, Bi."Dahi Bi Wati mengerut dan matanya menyipit setelah melihat ada benda seperti kelopak bunga yang tersemat di rambut Rani. "Ini apa, Nona? Kenapa ada bunga di rambut Nona Rani?""Oh itu," ucap Rani begitu Bi Wati mengambil sebuah kelopak bunga mawar merah dari rambutnya. "Tadi aku habis mandi pakai bunga tujuh rupa.""Hah? Buat apa?" Kerutan di dahi Bi Wati semakin terlihat jelas."Soalnya tadi malam..." Rani segera merapatkan mulut ragu untuk bercerita pada Bi Wati jika semalam dia berciuman dengan Alan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-12
  • Mendua Kala Istriku Koma   Mendekatkan

    Rani menyembulkan kepala dari balik pintu lalu terbesit sebuah senyuman kala melihat sesosok remaja yang tengah duduk di ranjang rumah sakit.Sama halnya dengan Rani, remaja laki-laki itu juga tersenyum mendapati sang kakak datang menjenguknya. Dia meletakan kembali buku yang sejak tadi dibacanya ke meja samping tempat tidur.Terlebih begitu Rani melangkah masuk, Rian tak kuasa menahan rasa bahagianya. Disusul oleh Jia yang ikut melesat ke dalam ruangan. Namun, Jia tak menyapa Rian. Dia langsung mengambil tempat duduk di sofa."Kakak," ucap Rian sumringah."Gimana kabar kamu? Maafin Kakak karena nggak bisa nemenin kamu di sini," Rani memeluk erat sambil mengusap kepala adiknya."Nggak apa-apa, Kak. Lagian Pak Hari sudah memperkerjakan seorang perawat yang khusus jagain aku. Pak Hari baik banget deh, Kak. Beliau juga cerita ke aku katanya mau beliin rumah supaya aku nggak perlu serumah lagi sama Paman."Pupil mata Rani melebar mendengar cerita Rian. Pasalnya dia tak pernah mendengar j

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-13
  • Mendua Kala Istriku Koma   Cemburu

    Satu pekan telah berlalu, dan hari di mana lomba memasak pun tiba. Jia sudah sangat bersemangat berangkat ke sekolah sejak pagi buta.Berbeda dengan Alan yang sedikit tak bersemangat. Saat di meja makan pun, tatapan kesal Alan tak pernah lepas dari Rani yang tengah menyuapi Jia.Semakin hari, Rani semakin dekat dengan Jia. Bahkan kini Jia sudah tidak mau tidur dengan Alan. Putri kecilnya itu lebih memilih tidur dengan Rani. Jika dilarang, Jia akan merengek yang membuat Alan sakit telinga. Sehingga mau tak mau Alan mempersilahkan keinginan Jia. Dalam hati, Alan selalu berpikir, entah mantra apa yang diberikan Rani pada Jia dan juga ayahnya."Papa, ayo kita ke pergi. Nanti terlambat," celoteh Jia yang menyudahi acara sarapannya. Dia turun dari kursi dan mengambil tas kecil berwarna merah muda."Jia tunggu di mobil, biar Papa habiskan dulu sarapannya," saran Rani pada Jia agar dia sendiri juga ada alasan untuk segera pergi dari ruang makan.Rani tak tahan lagi dilirik oleh Alan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-14
  • Mendua Kala Istriku Koma   Hujan

    "Rani! Rani!"Denis berteriak memanggil Rani begitu melihat gadis itu hendak memasuki cafe. Tampak Rani menghentikan langkahnya, lalu memutar badan menoleh pada Denis.Rani menarik ujung bibirnya membentuk senyum canggung. Denis yang berjalan menghampiri Rani tahu persis jika gadis itu kini telah berubah total semenjak menikah dengan pria yang bernama Alan."Kemarin kamu habis dari mana? Kenapa nggak masuk kerja?""Ada perlu, Kak," jawab Rani singkat yang dengan cepat ingin masuk ke dalam cafe untuk memulai bekerja.Akan tetapi Denis menahan lengan Rani. "Tunggu! Kamu habis jalan sama suami kamu?"Rani menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang telah semerah buah tomat. Dia tak tahu harus menjawab apa pada Denis."Kalau diam berarti iya. Habis pulang kerja kita jalan, yuk. Aku ada yang ingin diobrolin sama kamu."Masih dengan wajah yang menunduk, Rani tak menjawab pertanyaan dari Denis. Dia tak tahu harus berkata apa pada pria itu. Penjelasan sudah Rani utarakan pada Denis dan permi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Mendua Kala Istriku Koma   Menjemput

    Rani seketika berlari tak peduli pada guyuran hujan yang menjadikan pakaiannya basah. Sementara itu, Denis berlari di belakang sambil berteriak memanggilnya.Meski dalam keadaan lelah, Rani terus mengerahkan tenaganya untuk terus berlari menghindar dari Denis. Dia berteriak meminta tolong. Namun, sayangnya jalanan sangat sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat atau seseorang yang sedang berteduh.Sehingga mau tak mau Rani terus berlari. Setahu dia lima ratus meter di depan sana, ada sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam.Akan tetapi sebelum Rani sampai di minimarket, salah satu tangannya berhasil ditangkap oleh Denis. Pria itu memutar tubuh Rani sangat kuat hingga Rani jatuh terduduk di kerasnya jalan aspal."Ran, aku minta maaf. Tadi itu aku... Aku... A-aku nggak bermaksud apa-apain kamu," ucap Denis yang tergagap sambil berjongkok untuk membantu Rani. Rani langsung menepis tangan Denis. Lalu dia berdiri sendiri meski kaki kirinya terasa sangat sakit akibat terkilir.M

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Mendua Kala Istriku Koma   Siuman

    Begitu sampai di rumah, Alan menghentikan mobil halaman. Sekilas dia melirik Rani yang terbungkus selimut dalam keadaan terpejam.Alan berniat membangunkan Rani dan meminta gadis itu untuk turun sendiri dari mobil. Namun, detik berikutnya, pikiran Alan berubah. Dia mampu menahan gejolak rasa di dalam dada.Gejolak itu semakin menyiksa Alan. Sehingga mau tak mau Alan memilih untuk menuruti kemauan yang ada di dalam dirinya. Dia membopong Rani apa pengantin baru menuju kamarnya.Di atas ranjang, Alan membaringkan tubuh Rani dengan perlahan. Lalu melepas pakaiannya sendiri tanpa tersisa sehelai benangpun yang melekat di tubuh."Maafkan aku, San," gumam Alan sesaat sebelum menyibak selimut yang membungkus Rani.Gerakan tangan Alan yang melepas pakaian Rani, membuat gadis itu terbangun. Tampak raut panik yang tergurat di wajah pucat Rani."Kamu mau apa?" tanya Rani masih dengan suara yang lemas.Alan tak menjawab. Sorot matanya telah dibutakan oleh hasrat yang menggebu-gebu. Dia mengecup b

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21

Bab terbaru

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hamil

    Alan segera bangkit berdiri. Sedangkan Rani membetulkan rambut lalu memberi isyarat pada Alan agar masuk ke dalam kamar mandi.Setelah Alan masuk ke dalam kamar mandi, barulah Rani membukakan pintu kamar. Di depannya, sudah berdiri Sandra dengan pandangan menusuk. Menjadikan Rani menelan ludah meski wajahnya terlihat tetap tenang."Nona Sandra, ada apa?""Ran, kamu lihat Alan, nggak? Aku udah di cari-cari tapi kok nggak ada?"Rani menggelengkan kepala. "Saya nggak tahu, Nona. Mungkin Tuan Alan sudah pergi ke kantor."Sandra menghela nafas. "Nggak mungkin, Rani. Hari ini kan, hari Minggu. Lagian hp sama mobilnya Alan masih ada. Jadi pasti dia ada di sekitaran rumah."Rani menggaruk tengkuknya. Tampak salah tingkah yang membuat Sandra menyipitkan mata. Lalu Sandra menjulurkan leher, seakan ingin menengok isi kamar Rani."Aku boleh masuk ke kamar kamu, nggak?" tanya Sandra yang seketika mengejutkan Rani. Begitu pula dengan, Alan yang ada di dalam kamar mandi. Dia mendengar dengan jelas

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hasil

    Sandra duduk di samping Alan di sebuah sofa panjang yang ada di tepi kolam. Mereka dikelilingi oleh sahabat Sandra yang sedang menikmati hidangan diiringi dengan obrolan receh.Sandra melingkarkan tangan di lengan Alan dengan gayanya yang manja. Lalu dia menyandarkan kepala ke pundak sang suami tercinta. Sementara Alan duduk dengan kedua bola mata terus memandangi Rani. Tampak wanita itu duduk di area sudut taman tengah makan sangat lahap. Melihat itu, Alan tak sadar menyunggingkan sebuah senyum gemas."Sayang, aku haus nih. Boleh ambilin aku minum?"Sejenak Alan terperangah, sadar jika dirinya sedang memandang Rani sejak tadi. Lalu dia pun bangkit berdiri meninggalkan Sandra yang terus saja menceritakan salah seorang teman sosialitanya yang kini menikah dengan bule.Sepeninggalan Alan, seorang teman yang duduk paling dekat dengan Sandra, mencolek lutut Sandra sambil memberi kode melirikan ke arah Alan."San, kamu nggak curiga suami kamu selingkuh?""Hah? Memangnya suamiku selingkuh?

  • Mendua Kala Istriku Koma   Dicek

    Rani memutuskan untuk menunggu Alan dan Jia di dalam mobil. Selama beberapa menit, Rani mengecek kalender di ponselnya sambil mengingat-ingat terakhir kali dia menstruasi.Detak jantung Rani seketika berdenyut dua kali lebih cepat, begitu pula dengan ujung jemarinya yang mendadak dingin setelah Rani memastikan jika dia sudah terlambat satu bulan.Pintu mobil belakang terbuka dari luar. Membuat Rani tersentak kaget melihat Alan yang tengah kesusahan menggendong Jia dan hendak merebahkan sang putri kecilnya itu ke kursi belakang mobil.Kedua bola mata Jia terlihat sayu, pertanda dia sudah mengantuk berat. Alan membenarkan posisi Jia agar nyaman tidur selama perjalanan pulang. Kemudian dia beralih duduk di kursi pengemudi."Kamu kenapa? Bukannya temenin Jia pilih baju, malah kabur," ucap Alan sinis. Dia meletakan paper bag berisi gaun pesta milik Jia ke pangkuan Rani."Kita bisa nggak, mampir dulu ke apotek. Aku mau beli sesuatu," Rani berkata sambil meremas tali paper bag dengan sangat

  • Mendua Kala Istriku Koma   Terlambat Datang Bulan

    Satu bulan kemudian.Krrriingg... Kriiinngg... Krrriinngg...Rani membuka matanya dan menjulurkan tangan untuk mematikan alarm yang menggemparkan seluruh kamar. Dengan sekuat tenaga, Rani bangkit lalu duduk di atas kasur.Dia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Salah satu diantaranya ialah pesan dari Rian yang mengabari jika dirinya sudah tinggal di rumah yang dibeli oleh Hari.Rian bahkan mengirim beberapa foto sudut rumah yang membuat Rani tersenyum sumringah. Rani sangat bahagia karena kini dia dan adiknya tak lagi hidup menderita di bawah asuhan sang paman.Rani tersadar jika semua itu terjadi berkat kebaikan hati Pak Hari dan seketika itu, Rani tersadar jika dia sama sekali belum menunjukkan sikap apapun sebagai tanda terima kasih pada Pak Hari.Rani menyandarkan punggung ke headboard. Lalu teringat akan saran dari Zahra satu bulan yang lalu untuk mengikuti saja arah takdir membawa diri ke jalan yang mana dan hanya dengan menuruti kemauan Pak Hari, yang bisa Rani lak

  • Mendua Kala Istriku Koma   Saran

    Alan menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa. Tanpa dia sadari jika sikapnya itu dilihat oleh Hari yang kebetulan juga akan berangkat kerja."Alan, mau kenapa kamu pagi-pagi begini?"Sapaan dari sang ayah membuat Alan menoleh. Dia sedikit terkejut karena sama sekali tak menyadari ada Hari di dekatnya."Ayah?" Alan memutar badannya menghadap pada Hari. "Aku mau ke rumah sakit, Yah. Sandra sudah siuman."Senyum merekah di bibir Alan. Berharap sang ayah juga memasang raut bahagia saat dia mengatakan bahwa Sandra telah siuman. Namun, nyatanya wajah Hari hanya datar tanpa ada ekspresi.Hal itu menjadikan senyum Alan pun mengendur. Dia tahu betul jika Hari tidak menyukai Sandra. Bahkan berita kesembuhan Sandra tidak menjadikan Hari sedikit peduli."Ayah nggak seneng denger Sandra siuman?" tanya Alan."Bukan Ayah nggak seneng. Cuma... Yah..." Hari mengangkat bahu, sulit untuk mengutarakan isi hatinya secara terus terang karena hanya akan membuat keributan dengan Alan. "Ayah cuma ngg

  • Mendua Kala Istriku Koma   Siuman

    Begitu sampai di rumah, Alan menghentikan mobil halaman. Sekilas dia melirik Rani yang terbungkus selimut dalam keadaan terpejam.Alan berniat membangunkan Rani dan meminta gadis itu untuk turun sendiri dari mobil. Namun, detik berikutnya, pikiran Alan berubah. Dia mampu menahan gejolak rasa di dalam dada.Gejolak itu semakin menyiksa Alan. Sehingga mau tak mau Alan memilih untuk menuruti kemauan yang ada di dalam dirinya. Dia membopong Rani apa pengantin baru menuju kamarnya.Di atas ranjang, Alan membaringkan tubuh Rani dengan perlahan. Lalu melepas pakaiannya sendiri tanpa tersisa sehelai benangpun yang melekat di tubuh."Maafkan aku, San," gumam Alan sesaat sebelum menyibak selimut yang membungkus Rani.Gerakan tangan Alan yang melepas pakaian Rani, membuat gadis itu terbangun. Tampak raut panik yang tergurat di wajah pucat Rani."Kamu mau apa?" tanya Rani masih dengan suara yang lemas.Alan tak menjawab. Sorot matanya telah dibutakan oleh hasrat yang menggebu-gebu. Dia mengecup b

  • Mendua Kala Istriku Koma   Menjemput

    Rani seketika berlari tak peduli pada guyuran hujan yang menjadikan pakaiannya basah. Sementara itu, Denis berlari di belakang sambil berteriak memanggilnya.Meski dalam keadaan lelah, Rani terus mengerahkan tenaganya untuk terus berlari menghindar dari Denis. Dia berteriak meminta tolong. Namun, sayangnya jalanan sangat sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat atau seseorang yang sedang berteduh.Sehingga mau tak mau Rani terus berlari. Setahu dia lima ratus meter di depan sana, ada sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam.Akan tetapi sebelum Rani sampai di minimarket, salah satu tangannya berhasil ditangkap oleh Denis. Pria itu memutar tubuh Rani sangat kuat hingga Rani jatuh terduduk di kerasnya jalan aspal."Ran, aku minta maaf. Tadi itu aku... Aku... A-aku nggak bermaksud apa-apain kamu," ucap Denis yang tergagap sambil berjongkok untuk membantu Rani. Rani langsung menepis tangan Denis. Lalu dia berdiri sendiri meski kaki kirinya terasa sangat sakit akibat terkilir.M

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hujan

    "Rani! Rani!"Denis berteriak memanggil Rani begitu melihat gadis itu hendak memasuki cafe. Tampak Rani menghentikan langkahnya, lalu memutar badan menoleh pada Denis.Rani menarik ujung bibirnya membentuk senyum canggung. Denis yang berjalan menghampiri Rani tahu persis jika gadis itu kini telah berubah total semenjak menikah dengan pria yang bernama Alan."Kemarin kamu habis dari mana? Kenapa nggak masuk kerja?""Ada perlu, Kak," jawab Rani singkat yang dengan cepat ingin masuk ke dalam cafe untuk memulai bekerja.Akan tetapi Denis menahan lengan Rani. "Tunggu! Kamu habis jalan sama suami kamu?"Rani menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang telah semerah buah tomat. Dia tak tahu harus menjawab apa pada Denis."Kalau diam berarti iya. Habis pulang kerja kita jalan, yuk. Aku ada yang ingin diobrolin sama kamu."Masih dengan wajah yang menunduk, Rani tak menjawab pertanyaan dari Denis. Dia tak tahu harus berkata apa pada pria itu. Penjelasan sudah Rani utarakan pada Denis dan permi

  • Mendua Kala Istriku Koma   Cemburu

    Satu pekan telah berlalu, dan hari di mana lomba memasak pun tiba. Jia sudah sangat bersemangat berangkat ke sekolah sejak pagi buta.Berbeda dengan Alan yang sedikit tak bersemangat. Saat di meja makan pun, tatapan kesal Alan tak pernah lepas dari Rani yang tengah menyuapi Jia.Semakin hari, Rani semakin dekat dengan Jia. Bahkan kini Jia sudah tidak mau tidur dengan Alan. Putri kecilnya itu lebih memilih tidur dengan Rani. Jika dilarang, Jia akan merengek yang membuat Alan sakit telinga. Sehingga mau tak mau Alan mempersilahkan keinginan Jia. Dalam hati, Alan selalu berpikir, entah mantra apa yang diberikan Rani pada Jia dan juga ayahnya."Papa, ayo kita ke pergi. Nanti terlambat," celoteh Jia yang menyudahi acara sarapannya. Dia turun dari kursi dan mengambil tas kecil berwarna merah muda."Jia tunggu di mobil, biar Papa habiskan dulu sarapannya," saran Rani pada Jia agar dia sendiri juga ada alasan untuk segera pergi dari ruang makan.Rani tak tahan lagi dilirik oleh Alan dengan

DMCA.com Protection Status