Share

Merebut Perhatian

Penulis: Tria Sulistia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-12 14:08:17

Bi Wati sedikit terheran begitu pagi menjelang karena kamar sebelah yang biasa kosong, pagi ini terdengar samar-samar suara orang berceloteh.

Bi Wati mengayunkan tangan hendak mengetuk pintu. Namun, ternyata pintu itu sudah terbuka terlebih dahulu yang membuat Bi Wati tersentak kaget.

Rani juga sama kagetnya. Dia yang berniat keluar kamar hendak berjemur, dikejutkan dengan kemunculan Bi Wati di depan pintu.

"Nona Rani? Kenapa Nona dari dalam kamar ini?"

"Ini sekarang kamar aku, Bi."

Dahi Bi Wati mengerut dan matanya menyipit setelah melihat ada benda seperti kelopak bunga yang tersemat di rambut Rani. "Ini apa, Nona? Kenapa ada bunga di rambut Nona Rani?"

"Oh itu," ucap Rani begitu Bi Wati mengambil sebuah kelopak bunga mawar merah dari rambutnya. "Tadi aku habis mandi pakai bunga tujuh rupa."

"Hah? Buat apa?" Kerutan di dahi Bi Wati semakin terlihat jelas.

"Soalnya tadi malam..." Rani segera merapatkan mulut ragu untuk bercerita pada Bi Wati jika semalam dia berciuman dengan Alan.

"Tadi malam apa, Nona?" tanya Bi Wati yang tampak penasaran setengah mati.

"Tadi malam aku dicium dedemit. Oh ya, Bi. Tolong bilangin ke Pak Hari, aku lagi nggak mau sarapan," ucap Rani yang sengaja mengalihkan pembicaraan agar Bi Wati tidak bertanya lebih banyak.

"Kebetulan Tuan Hari memang sudah berangkat tadi pagi-pagi sekali. Sama Tuan Alan juga. Tuan Hari titip pesen supaya saya tanya soal menu sarapan Nona Rani."

"Oh bagus lah kalau begitu. Aku pengin berjemur dulu. Bi Wati nggak perlu repot-repot siapin sarapan. Aku bisa masak sendiri."

Bi Wati mengangguk dan berbalik badan melanjutkan pekerjaannya yang lain. Namun, beberapa langkah berjalan, dia baru menyadari ada yang aneh dengan ucapan Rani.

Dengan dahi mengerut, Bi Wati terus berjalan sambil mengetuk-ngetukan jari telunjuk ke dagu.

"Eh, bentar. Tadi Nona Rani bilang semalam dicium sama dedemit. Kok bisa ya?"

Dug.

Karena kurang memperhatikan jalan, Bi Wati menabrak Jia yang mendongak dengan kedua mata merah dan berair.

Dari penampilannya, jelas jika Jia baru bangun tidur. Baju tidur merah muda yang dipakai semalam belum dilepas dan rambut gadis itu pun masih acak-acakan.

"Bi, Papa mana?" Isak Jia.

Bi Wati membungkuk agar pandangannya sejajar dengan Jia. "Tuan sudah pergi tadi pagi, Nona Jia. Yang ada cuma Nona Rani di taman belakang. Bagaimana kalau Nona Jia main sama Nona Rani sambil nunggu Tuan pulang?"

Jia mengangguk sambil terisak. Dia bergegas berjalan menuju taman belakang. Sedangkan Bi Wati hanya dapat menghela nafas pendek sembari menatap punggung Jia yang semakin menjauh.

Pancaran mata penuh belas kasih terlihat jelas di kedua manik mata wanita paruh baya itu. Melihat Jia yang kesepian karena ibunya koma dan ayah yang selalu sibuk, membuat hati Bi Wati merasa prihatin.

Sementara Jia yang sudah sampai di taman belakang melihat Rani yang tengah duduk melamun. Rani bahkan tak menyadari jika Jia duduk di sampingnya.

"Tante Rani lagi apa?"

Rani tersentak kaget dan menoleh ke arah Jia, "Eh, Jia. Enggak apa-apa. Tante lagi bosen aja."

"Sama. Jia juga lagi bosen," ucap Jia menyilangkan tangan di depan dada dengan bibir yang dimajukan. Tak berselang lama, Jia tersentak seolah tengah ingat akan suatu hal. "Tante, bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan?"

Dahi Rani mengerut saat membuat pertimbangan dan beberapa saat dia pun berkata, "Ayo. Tapi kita harus bilang dulu ke papa kamu."

"Enggak usah," seru Jia memanyunkan bibir. "Aku sebel sama Papa. Biarin aja."

Detik berikutnya, Jia melompat turun dari kursi dan berlari ke dalam rumah. Rani yang melihat tingkah Jia hanya bisa mengerutkan dahi. Pasalnya raut muka ngambek Jia begitu mirip dengan Alan.

Rani mengulurkan bibir, menahan tawa. Entah kenapa saat itu juga dia kembali teringat akan Alan dan ciuman tadi malam.

Seketika Rani menggelengkan kepala. Mengusir pikiran nakal yang hendak masuk ke otaknya.

Tak sampai setengah jam, Rani dan Jia sudah berada di mobil bersama seorang supir pribadi. Mereka berniat pergi ke rumah sakit mengunjungi Sandra. Sekalian Rani juga ingin melihat Rian yang sedang menjalani pengobatan.

Supir pribadi yang sudah biasa mengantar jemput Jia kemana saja, langsung menunjukan ruangan Sandra berada.

Awalnya Rani hanya ingin menunggu di luar bersama sang sopir. Namun, rasa penasaran membuatnya melongok ke dalam. Dia melihat Jia yang duduk di samping brankar, bercerita akan kegiatan sekolahnya yang sepi tanpa ditemani oleh ibunya.

Perlahan tapi pasti Rani mulai melangkahkan kaki mendekati Jia. Ditepuk pelan pundak kecil itu yang bergetar karena Jia menangis.

"Mama, kapan bangun sih? Jia kangen. Kalau Mama bangun, Jia pengin Mama temenin aku sekolah. Jia pengin kayak temen-temen Jia. Semuanya selalu sama Mamanya kalau sekolah."

"Jia," panggil Rani lirih. Dia menunduk untuk bisa mengecek raut muka Jia. "Kamu nggak apa-apa?"

Jia mengusap pipi dlmenggunakan satu tangannya yanga mungil. Kedua mata anak itu sudah merah dan basah.

"Jia sedih, Tante. Jia pengin Mama bangun," rengek Jia.

Rani berjongkok di samping Jia, menyejajarkan pandangannya dengan anak kecil yang tengah haus akan kasih sayang itu.

"Kamu nggak usah sedih ya. Mama Jia pasti bangun kok."

"Tapi kapan, Tante?"

Rani terdiam sejenak sebab dia sendiri pun tak tahu jawaban dari pertanyaan Jia. Lalu dia tersenyum sambil mengusap rambut Jia.

"Suatu hari nanti."

"Di sekolah, bakal ada kontes masak cooking with Mommy, Tante. Tapi Jia nggak ada Mama," Jia menarik kuat-kuat ingusnya dan kembali mengusap pipi. "Kata Papa, nanti masaknya sama Papa aja. Tapi aku penginnya sama Mama."

"Jia," Rani mengusap puncak kepala Jia sembari memandang dengan tatapan yang teduh. "Jia tenang ya. Nanti Jia ditemenin sama Tante Rani aja. Nanti kita berjuang sama-sama supaya jadi juara satu. Terus kita tunjukin ke Mama Jia. Mama Jia pasti bangga deh sama Jia."

Terlihat seulas senyum tipis di bibir mungil Jia. Kedua matanya yang masih memerah berbinar memandang Rani bagaikan malaikat penolong.

Kedua wanita beda generasi itu saling berpelukan. Atau lebih tepatnya, Rani yang mulai terlebih dahulu memeluk Jia.

Dari balik bahu Jia, Rani memandang tubuh Sandra yang terbaring di atas ranjang dengan beberapa selang serpasang di badannya.

Maaf. Bukan maksud aku merebut Jia. Tapi aku kasihan melihat anakmu yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Karena aku juga pernah merasakan bagaimana sedihnya kehilangan seorang ibu, batin Rani dalam hati.

Bab terkait

  • Mendua Kala Istriku Koma   Mendekatkan

    Rani menyembulkan kepala dari balik pintu lalu terbesit sebuah senyuman kala melihat sesosok remaja yang tengah duduk di ranjang rumah sakit.Sama halnya dengan Rani, remaja laki-laki itu juga tersenyum mendapati sang kakak datang menjenguknya. Dia meletakan kembali buku yang sejak tadi dibacanya ke meja samping tempat tidur.Terlebih begitu Rani melangkah masuk, Rian tak kuasa menahan rasa bahagianya. Disusul oleh Jia yang ikut melesat ke dalam ruangan. Namun, Jia tak menyapa Rian. Dia langsung mengambil tempat duduk di sofa."Kakak," ucap Rian sumringah."Gimana kabar kamu? Maafin Kakak karena nggak bisa nemenin kamu di sini," Rani memeluk erat sambil mengusap kepala adiknya."Nggak apa-apa, Kak. Lagian Pak Hari sudah memperkerjakan seorang perawat yang khusus jagain aku. Pak Hari baik banget deh, Kak. Beliau juga cerita ke aku katanya mau beliin rumah supaya aku nggak perlu serumah lagi sama Paman."Pupil mata Rani melebar mendengar cerita Rian. Pasalnya dia tak pernah mendengar j

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-13
  • Mendua Kala Istriku Koma   Cemburu

    Satu pekan telah berlalu, dan hari di mana lomba memasak pun tiba. Jia sudah sangat bersemangat berangkat ke sekolah sejak pagi buta.Berbeda dengan Alan yang sedikit tak bersemangat. Saat di meja makan pun, tatapan kesal Alan tak pernah lepas dari Rani yang tengah menyuapi Jia.Semakin hari, Rani semakin dekat dengan Jia. Bahkan kini Jia sudah tidak mau tidur dengan Alan. Putri kecilnya itu lebih memilih tidur dengan Rani. Jika dilarang, Jia akan merengek yang membuat Alan sakit telinga. Sehingga mau tak mau Alan mempersilahkan keinginan Jia. Dalam hati, Alan selalu berpikir, entah mantra apa yang diberikan Rani pada Jia dan juga ayahnya."Papa, ayo kita ke pergi. Nanti terlambat," celoteh Jia yang menyudahi acara sarapannya. Dia turun dari kursi dan mengambil tas kecil berwarna merah muda."Jia tunggu di mobil, biar Papa habiskan dulu sarapannya," saran Rani pada Jia agar dia sendiri juga ada alasan untuk segera pergi dari ruang makan.Rani tak tahan lagi dilirik oleh Alan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-14
  • Mendua Kala Istriku Koma   Hujan

    "Rani! Rani!"Denis berteriak memanggil Rani begitu melihat gadis itu hendak memasuki cafe. Tampak Rani menghentikan langkahnya, lalu memutar badan menoleh pada Denis.Rani menarik ujung bibirnya membentuk senyum canggung. Denis yang berjalan menghampiri Rani tahu persis jika gadis itu kini telah berubah total semenjak menikah dengan pria yang bernama Alan."Kemarin kamu habis dari mana? Kenapa nggak masuk kerja?""Ada perlu, Kak," jawab Rani singkat yang dengan cepat ingin masuk ke dalam cafe untuk memulai bekerja.Akan tetapi Denis menahan lengan Rani. "Tunggu! Kamu habis jalan sama suami kamu?"Rani menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang telah semerah buah tomat. Dia tak tahu harus menjawab apa pada Denis."Kalau diam berarti iya. Habis pulang kerja kita jalan, yuk. Aku ada yang ingin diobrolin sama kamu."Masih dengan wajah yang menunduk, Rani tak menjawab pertanyaan dari Denis. Dia tak tahu harus berkata apa pada pria itu. Penjelasan sudah Rani utarakan pada Denis dan permi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Mendua Kala Istriku Koma   Menjemput

    Rani seketika berlari tak peduli pada guyuran hujan yang menjadikan pakaiannya basah. Sementara itu, Denis berlari di belakang sambil berteriak memanggilnya.Meski dalam keadaan lelah, Rani terus mengerahkan tenaganya untuk terus berlari menghindar dari Denis. Dia berteriak meminta tolong. Namun, sayangnya jalanan sangat sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat atau seseorang yang sedang berteduh.Sehingga mau tak mau Rani terus berlari. Setahu dia lima ratus meter di depan sana, ada sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam.Akan tetapi sebelum Rani sampai di minimarket, salah satu tangannya berhasil ditangkap oleh Denis. Pria itu memutar tubuh Rani sangat kuat hingga Rani jatuh terduduk di kerasnya jalan aspal."Ran, aku minta maaf. Tadi itu aku... Aku... A-aku nggak bermaksud apa-apain kamu," ucap Denis yang tergagap sambil berjongkok untuk membantu Rani. Rani langsung menepis tangan Denis. Lalu dia berdiri sendiri meski kaki kirinya terasa sangat sakit akibat terkilir.M

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Mendua Kala Istriku Koma   Siuman

    Begitu sampai di rumah, Alan menghentikan mobil halaman. Sekilas dia melirik Rani yang terbungkus selimut dalam keadaan terpejam.Alan berniat membangunkan Rani dan meminta gadis itu untuk turun sendiri dari mobil. Namun, detik berikutnya, pikiran Alan berubah. Dia mampu menahan gejolak rasa di dalam dada.Gejolak itu semakin menyiksa Alan. Sehingga mau tak mau Alan memilih untuk menuruti kemauan yang ada di dalam dirinya. Dia membopong Rani apa pengantin baru menuju kamarnya.Di atas ranjang, Alan membaringkan tubuh Rani dengan perlahan. Lalu melepas pakaiannya sendiri tanpa tersisa sehelai benangpun yang melekat di tubuh."Maafkan aku, San," gumam Alan sesaat sebelum menyibak selimut yang membungkus Rani.Gerakan tangan Alan yang melepas pakaian Rani, membuat gadis itu terbangun. Tampak raut panik yang tergurat di wajah pucat Rani."Kamu mau apa?" tanya Rani masih dengan suara yang lemas.Alan tak menjawab. Sorot matanya telah dibutakan oleh hasrat yang menggebu-gebu. Dia mengecup b

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Mendua Kala Istriku Koma   Saran

    Alan menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa. Tanpa dia sadari jika sikapnya itu dilihat oleh Hari yang kebetulan juga akan berangkat kerja."Alan, mau kenapa kamu pagi-pagi begini?"Sapaan dari sang ayah membuat Alan menoleh. Dia sedikit terkejut karena sama sekali tak menyadari ada Hari di dekatnya."Ayah?" Alan memutar badannya menghadap pada Hari. "Aku mau ke rumah sakit, Yah. Sandra sudah siuman."Senyum merekah di bibir Alan. Berharap sang ayah juga memasang raut bahagia saat dia mengatakan bahwa Sandra telah siuman. Namun, nyatanya wajah Hari hanya datar tanpa ada ekspresi.Hal itu menjadikan senyum Alan pun mengendur. Dia tahu betul jika Hari tidak menyukai Sandra. Bahkan berita kesembuhan Sandra tidak menjadikan Hari sedikit peduli."Ayah nggak seneng denger Sandra siuman?" tanya Alan."Bukan Ayah nggak seneng. Cuma... Yah..." Hari mengangkat bahu, sulit untuk mengutarakan isi hatinya secara terus terang karena hanya akan membuat keributan dengan Alan. "Ayah cuma ngg

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Mendua Kala Istriku Koma   Terlambat Datang Bulan

    Satu bulan kemudian.Krrriingg... Kriiinngg... Krrriinngg...Rani membuka matanya dan menjulurkan tangan untuk mematikan alarm yang menggemparkan seluruh kamar. Dengan sekuat tenaga, Rani bangkit lalu duduk di atas kasur.Dia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Salah satu diantaranya ialah pesan dari Rian yang mengabari jika dirinya sudah tinggal di rumah yang dibeli oleh Hari.Rian bahkan mengirim beberapa foto sudut rumah yang membuat Rani tersenyum sumringah. Rani sangat bahagia karena kini dia dan adiknya tak lagi hidup menderita di bawah asuhan sang paman.Rani tersadar jika semua itu terjadi berkat kebaikan hati Pak Hari dan seketika itu, Rani tersadar jika dia sama sekali belum menunjukkan sikap apapun sebagai tanda terima kasih pada Pak Hari.Rani menyandarkan punggung ke headboard. Lalu teringat akan saran dari Zahra satu bulan yang lalu untuk mengikuti saja arah takdir membawa diri ke jalan yang mana dan hanya dengan menuruti kemauan Pak Hari, yang bisa Rani lak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Mendua Kala Istriku Koma   Dicek

    Rani memutuskan untuk menunggu Alan dan Jia di dalam mobil. Selama beberapa menit, Rani mengecek kalender di ponselnya sambil mengingat-ingat terakhir kali dia menstruasi.Detak jantung Rani seketika berdenyut dua kali lebih cepat, begitu pula dengan ujung jemarinya yang mendadak dingin setelah Rani memastikan jika dia sudah terlambat satu bulan.Pintu mobil belakang terbuka dari luar. Membuat Rani tersentak kaget melihat Alan yang tengah kesusahan menggendong Jia dan hendak merebahkan sang putri kecilnya itu ke kursi belakang mobil.Kedua bola mata Jia terlihat sayu, pertanda dia sudah mengantuk berat. Alan membenarkan posisi Jia agar nyaman tidur selama perjalanan pulang. Kemudian dia beralih duduk di kursi pengemudi."Kamu kenapa? Bukannya temenin Jia pilih baju, malah kabur," ucap Alan sinis. Dia meletakan paper bag berisi gaun pesta milik Jia ke pangkuan Rani."Kita bisa nggak, mampir dulu ke apotek. Aku mau beli sesuatu," Rani berkata sambil meremas tali paper bag dengan sangat

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25

Bab terbaru

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hamil

    Alan segera bangkit berdiri. Sedangkan Rani membetulkan rambut lalu memberi isyarat pada Alan agar masuk ke dalam kamar mandi.Setelah Alan masuk ke dalam kamar mandi, barulah Rani membukakan pintu kamar. Di depannya, sudah berdiri Sandra dengan pandangan menusuk. Menjadikan Rani menelan ludah meski wajahnya terlihat tetap tenang."Nona Sandra, ada apa?""Ran, kamu lihat Alan, nggak? Aku udah di cari-cari tapi kok nggak ada?"Rani menggelengkan kepala. "Saya nggak tahu, Nona. Mungkin Tuan Alan sudah pergi ke kantor."Sandra menghela nafas. "Nggak mungkin, Rani. Hari ini kan, hari Minggu. Lagian hp sama mobilnya Alan masih ada. Jadi pasti dia ada di sekitaran rumah."Rani menggaruk tengkuknya. Tampak salah tingkah yang membuat Sandra menyipitkan mata. Lalu Sandra menjulurkan leher, seakan ingin menengok isi kamar Rani."Aku boleh masuk ke kamar kamu, nggak?" tanya Sandra yang seketika mengejutkan Rani. Begitu pula dengan, Alan yang ada di dalam kamar mandi. Dia mendengar dengan jelas

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hasil

    Sandra duduk di samping Alan di sebuah sofa panjang yang ada di tepi kolam. Mereka dikelilingi oleh sahabat Sandra yang sedang menikmati hidangan diiringi dengan obrolan receh.Sandra melingkarkan tangan di lengan Alan dengan gayanya yang manja. Lalu dia menyandarkan kepala ke pundak sang suami tercinta. Sementara Alan duduk dengan kedua bola mata terus memandangi Rani. Tampak wanita itu duduk di area sudut taman tengah makan sangat lahap. Melihat itu, Alan tak sadar menyunggingkan sebuah senyum gemas."Sayang, aku haus nih. Boleh ambilin aku minum?"Sejenak Alan terperangah, sadar jika dirinya sedang memandang Rani sejak tadi. Lalu dia pun bangkit berdiri meninggalkan Sandra yang terus saja menceritakan salah seorang teman sosialitanya yang kini menikah dengan bule.Sepeninggalan Alan, seorang teman yang duduk paling dekat dengan Sandra, mencolek lutut Sandra sambil memberi kode melirikan ke arah Alan."San, kamu nggak curiga suami kamu selingkuh?""Hah? Memangnya suamiku selingkuh?

  • Mendua Kala Istriku Koma   Dicek

    Rani memutuskan untuk menunggu Alan dan Jia di dalam mobil. Selama beberapa menit, Rani mengecek kalender di ponselnya sambil mengingat-ingat terakhir kali dia menstruasi.Detak jantung Rani seketika berdenyut dua kali lebih cepat, begitu pula dengan ujung jemarinya yang mendadak dingin setelah Rani memastikan jika dia sudah terlambat satu bulan.Pintu mobil belakang terbuka dari luar. Membuat Rani tersentak kaget melihat Alan yang tengah kesusahan menggendong Jia dan hendak merebahkan sang putri kecilnya itu ke kursi belakang mobil.Kedua bola mata Jia terlihat sayu, pertanda dia sudah mengantuk berat. Alan membenarkan posisi Jia agar nyaman tidur selama perjalanan pulang. Kemudian dia beralih duduk di kursi pengemudi."Kamu kenapa? Bukannya temenin Jia pilih baju, malah kabur," ucap Alan sinis. Dia meletakan paper bag berisi gaun pesta milik Jia ke pangkuan Rani."Kita bisa nggak, mampir dulu ke apotek. Aku mau beli sesuatu," Rani berkata sambil meremas tali paper bag dengan sangat

  • Mendua Kala Istriku Koma   Terlambat Datang Bulan

    Satu bulan kemudian.Krrriingg... Kriiinngg... Krrriinngg...Rani membuka matanya dan menjulurkan tangan untuk mematikan alarm yang menggemparkan seluruh kamar. Dengan sekuat tenaga, Rani bangkit lalu duduk di atas kasur.Dia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Salah satu diantaranya ialah pesan dari Rian yang mengabari jika dirinya sudah tinggal di rumah yang dibeli oleh Hari.Rian bahkan mengirim beberapa foto sudut rumah yang membuat Rani tersenyum sumringah. Rani sangat bahagia karena kini dia dan adiknya tak lagi hidup menderita di bawah asuhan sang paman.Rani tersadar jika semua itu terjadi berkat kebaikan hati Pak Hari dan seketika itu, Rani tersadar jika dia sama sekali belum menunjukkan sikap apapun sebagai tanda terima kasih pada Pak Hari.Rani menyandarkan punggung ke headboard. Lalu teringat akan saran dari Zahra satu bulan yang lalu untuk mengikuti saja arah takdir membawa diri ke jalan yang mana dan hanya dengan menuruti kemauan Pak Hari, yang bisa Rani lak

  • Mendua Kala Istriku Koma   Saran

    Alan menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa. Tanpa dia sadari jika sikapnya itu dilihat oleh Hari yang kebetulan juga akan berangkat kerja."Alan, mau kenapa kamu pagi-pagi begini?"Sapaan dari sang ayah membuat Alan menoleh. Dia sedikit terkejut karena sama sekali tak menyadari ada Hari di dekatnya."Ayah?" Alan memutar badannya menghadap pada Hari. "Aku mau ke rumah sakit, Yah. Sandra sudah siuman."Senyum merekah di bibir Alan. Berharap sang ayah juga memasang raut bahagia saat dia mengatakan bahwa Sandra telah siuman. Namun, nyatanya wajah Hari hanya datar tanpa ada ekspresi.Hal itu menjadikan senyum Alan pun mengendur. Dia tahu betul jika Hari tidak menyukai Sandra. Bahkan berita kesembuhan Sandra tidak menjadikan Hari sedikit peduli."Ayah nggak seneng denger Sandra siuman?" tanya Alan."Bukan Ayah nggak seneng. Cuma... Yah..." Hari mengangkat bahu, sulit untuk mengutarakan isi hatinya secara terus terang karena hanya akan membuat keributan dengan Alan. "Ayah cuma ngg

  • Mendua Kala Istriku Koma   Siuman

    Begitu sampai di rumah, Alan menghentikan mobil halaman. Sekilas dia melirik Rani yang terbungkus selimut dalam keadaan terpejam.Alan berniat membangunkan Rani dan meminta gadis itu untuk turun sendiri dari mobil. Namun, detik berikutnya, pikiran Alan berubah. Dia mampu menahan gejolak rasa di dalam dada.Gejolak itu semakin menyiksa Alan. Sehingga mau tak mau Alan memilih untuk menuruti kemauan yang ada di dalam dirinya. Dia membopong Rani apa pengantin baru menuju kamarnya.Di atas ranjang, Alan membaringkan tubuh Rani dengan perlahan. Lalu melepas pakaiannya sendiri tanpa tersisa sehelai benangpun yang melekat di tubuh."Maafkan aku, San," gumam Alan sesaat sebelum menyibak selimut yang membungkus Rani.Gerakan tangan Alan yang melepas pakaian Rani, membuat gadis itu terbangun. Tampak raut panik yang tergurat di wajah pucat Rani."Kamu mau apa?" tanya Rani masih dengan suara yang lemas.Alan tak menjawab. Sorot matanya telah dibutakan oleh hasrat yang menggebu-gebu. Dia mengecup b

  • Mendua Kala Istriku Koma   Menjemput

    Rani seketika berlari tak peduli pada guyuran hujan yang menjadikan pakaiannya basah. Sementara itu, Denis berlari di belakang sambil berteriak memanggilnya.Meski dalam keadaan lelah, Rani terus mengerahkan tenaganya untuk terus berlari menghindar dari Denis. Dia berteriak meminta tolong. Namun, sayangnya jalanan sangat sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat atau seseorang yang sedang berteduh.Sehingga mau tak mau Rani terus berlari. Setahu dia lima ratus meter di depan sana, ada sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam.Akan tetapi sebelum Rani sampai di minimarket, salah satu tangannya berhasil ditangkap oleh Denis. Pria itu memutar tubuh Rani sangat kuat hingga Rani jatuh terduduk di kerasnya jalan aspal."Ran, aku minta maaf. Tadi itu aku... Aku... A-aku nggak bermaksud apa-apain kamu," ucap Denis yang tergagap sambil berjongkok untuk membantu Rani. Rani langsung menepis tangan Denis. Lalu dia berdiri sendiri meski kaki kirinya terasa sangat sakit akibat terkilir.M

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hujan

    "Rani! Rani!"Denis berteriak memanggil Rani begitu melihat gadis itu hendak memasuki cafe. Tampak Rani menghentikan langkahnya, lalu memutar badan menoleh pada Denis.Rani menarik ujung bibirnya membentuk senyum canggung. Denis yang berjalan menghampiri Rani tahu persis jika gadis itu kini telah berubah total semenjak menikah dengan pria yang bernama Alan."Kemarin kamu habis dari mana? Kenapa nggak masuk kerja?""Ada perlu, Kak," jawab Rani singkat yang dengan cepat ingin masuk ke dalam cafe untuk memulai bekerja.Akan tetapi Denis menahan lengan Rani. "Tunggu! Kamu habis jalan sama suami kamu?"Rani menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang telah semerah buah tomat. Dia tak tahu harus menjawab apa pada Denis."Kalau diam berarti iya. Habis pulang kerja kita jalan, yuk. Aku ada yang ingin diobrolin sama kamu."Masih dengan wajah yang menunduk, Rani tak menjawab pertanyaan dari Denis. Dia tak tahu harus berkata apa pada pria itu. Penjelasan sudah Rani utarakan pada Denis dan permi

  • Mendua Kala Istriku Koma   Cemburu

    Satu pekan telah berlalu, dan hari di mana lomba memasak pun tiba. Jia sudah sangat bersemangat berangkat ke sekolah sejak pagi buta.Berbeda dengan Alan yang sedikit tak bersemangat. Saat di meja makan pun, tatapan kesal Alan tak pernah lepas dari Rani yang tengah menyuapi Jia.Semakin hari, Rani semakin dekat dengan Jia. Bahkan kini Jia sudah tidak mau tidur dengan Alan. Putri kecilnya itu lebih memilih tidur dengan Rani. Jika dilarang, Jia akan merengek yang membuat Alan sakit telinga. Sehingga mau tak mau Alan mempersilahkan keinginan Jia. Dalam hati, Alan selalu berpikir, entah mantra apa yang diberikan Rani pada Jia dan juga ayahnya."Papa, ayo kita ke pergi. Nanti terlambat," celoteh Jia yang menyudahi acara sarapannya. Dia turun dari kursi dan mengambil tas kecil berwarna merah muda."Jia tunggu di mobil, biar Papa habiskan dulu sarapannya," saran Rani pada Jia agar dia sendiri juga ada alasan untuk segera pergi dari ruang makan.Rani tak tahan lagi dilirik oleh Alan dengan

DMCA.com Protection Status