Karena lift sudah mulai turun dari lantai dimana kamar mereka berada. Malik menunggu lift lagi untuk bisa naik ke atas. Tapi setelah beberapa menit lift yang ia tunggu tidak juga kunjung tiba.
Malik pun membuka ponselnya dan mulai menghubungi Anita. Tapi wanita yang ia telepon itu tidak menjawab sama sekali. Akhirnya ia memutuskan untuk naik tangga darurat.Sembari berlari Malik menghubungi staf hotel dan menceritakan apa yang ia dengar dari pria tadi. Dan meminta pihak hotel untuk memeriksa kamar tersebut. Setelah itu Malik kembali menghubungi Anita.“Ini kenapa nggak mau angkat telepon sih? Ngapain dia?” gerutu Malik kesal. “Nanti kalau dia kenapa-kenapa aku juga yang kena marah Mama,” sambungnya.Sesampainya Malik di depan kamar hotel, ia segera masuk. Lalu ia melihat Anita baru saja keluar dari kamar mandi dengan raut wajah menahan rasa sakit.Malik menghampirinya dengan raut wajah marah yang terlihat jelas. Tanpa diberi instruksi, tubuh Anita spontan melangkah mundur melihat suaminya yang marah itu.Begitu Malik tepat di hadapan Anita, ia menarik lengan kecil wanita cantik itu dengan erat. Matanya menatap gusar ke kedua mata istrinya yang terlihat bingung dan sedikit takut. Wanita itu mencoba melepaskan diri dari genggaman suaminya, tapi tentu saja perbandingan kekuatan mereka terlalu jauh.“Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?” tanya Malik masih dengan sorot mata gusarnya.“Aku baru selesai mandi Malik, bagaimana bisa aku angkat telepon dari kamu,” jawab Anita masih mencoba melepaskan diri dari genggaman Malik.Malik sedikit tercengang mendengar perkataan Anita. ‘Malik? Jadi kamu memutuskan untuk memanggil namaku?’ benaknya.“Maafkan aku, tapi bisakah kamu melepaskan tanganku, aku kesakitan?” Anita menatap dalam kedua mata Malik memohon. Malik pun seketika melepaskan genggamannya.Malik melemparkan pandangan ke sembarang arah, lalu berjalan menuju sofa dimana ia tidur semalam.“Cepat ganti pakaianmu kita harus keluar sekarang!” titah Malik.“Sarapan aja dulu, aku udah siapin sarapan,” jawab Anita dengan sopan.“Kamu ini ya, keras kepala banget. Kalau aku bilang kita keluar sekarang berarti kita harus keluar,” cetus Malik cukup terdengar kasar di telinganya. Anita tidak menjawab perkataan Malik sama sekali, tapi ia menuruti apa yang diperintahkan olehnya.Jujur saja Anita sangat geram dengan kelakuan Malik. Sejak kemarin suaminya itu selalu membuat ia tercengang dan tidak menduga. ‘Setidaknya kalau nggak saling suka janganlah jadi orang yang mendominasi,’ kesal Anita kemudian melirik kesal ke arah Malik yang masih duduk di sofa.Tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya akan menjalani kehidupan seperti itu. Anita masih bisa menerima kekurangan yang baru terjadi padanya. Tapi untuk menghadapi suami seperti Malik ia tidak tahu apakah ia akan sanggup ataukah ia akan mengibarkan bendera putih.Anita harus rela menyerah pada impiannya karena harus menikah. Ia juga harus tinggal jauh dari kedua orang tuanya. Wanita itu heran bagaimana bisa kedua orang tua mereka bisa menjodohkan dia dengan Malik.“Heh, kenapa lama banget, nggak usah pakek make up, lama.”Sungguh darah Anita terasa mendidih dan sangat ingin ia marah balik pada Malik. Tapi ia seketika ingat apa yang Mamanya katakan bahwa ia harus bersikap baik pada Malik. Ia harus bisa mengambil hati Malik dan membuat Malik menerima kekurangan yang ada padanya.‘Ma, lebih baik aku hidup sendiri dengan mandiri,’ keluhnya seraya menatap plafon kamar hotel itu.Beberapa saat kemudian mereka berdua keluar dari kamar hotel. Tepat setelah itu mereka melihat staf hotel dan dua pemadam kebakaran ada di kamar sebelah. Mereka mengeluarkan seorang wanita yang terlihat sembab matanya seperti habis menangis. Lalu tidak lama kemudian salah satu pemadam kebakaran keluar dengan bom rakitan yang sudah dijinakkan.Mata Anita terbelalak melihat bom itu kemudian melirik Malik sejenak.“Apa yang kamu lihat? Ayo keluar dari hotel entah ada bom lainnya yang bisa membahayakan keselamatan,” ujar Malik.Malik berjalan cepat lebih dulu menuju lift. Sedangkan wanita yang kini menjadi istrinya itu belum bisa berjalan dengan cepat.Malik menoleh ke belakang karena ia tidak bisa merasakan kehadiran Anita dibelakangnya. “Oh sial,” gerutunya melihat Anita berada cukup jauh darinya.Sesaat setelah mereka masuk lift, ada pemberitahuan dari hotel agar seluruh tamu hotel itu keluar. Karena ada situasi darurat yang tidak terduga. Anita melirik ke arah Malik yang terlihat santai. Terbesit pikiran di benak wanita itu, mungkinkah Malik memaksanya keluar dengan cepat karena ia sudah tahu soal ini.Tapi kemudian Anita menggelengkan kepalanya dengan keras dan sedikit memukul kepalanya. ‘Apa aku sudah gila, mana mau dia melakukan hal merepotkan itu. Ditambah lagi ia selalu terlihat tidak suka setiap kali melihatku,’ ucapnya menyangkal pikiran sebelumnya.Kini mereka sudah sampai lobi hotel.“Aku akan pergi dan mengurus urusanku, kamu terserah mau kemana,” terang Malik.‘Cih, apa pria gila ini duga aku tidak punya tujuan lain karena orang tuaku jauh,’ cerca Anita dalam pikirannya.“Denger nggak?” tagas Malik memastikan bahwa Anita tidak akan mengikutinya.Anita menghela napas lalu menatap kedua mata Malik. “Kamu tenang aja, aku banyak kenalan di sini baik pria maupun wanita,” cetusnya.“Oh benarkah? Bagus kalau begitu,” sahut Malik sebelum ia benar-benar pergi.Anita melihat Malik yang berjalan menjauh, punggung kekar milik Malik membuatnya merinding tatkala ia mengingat semalam mereka berdua saling berpelukan. Ada getaran aneh di dalam dirinya ketika mengingat itu.“Oh, ada apa dengan diriku?” gumam Anita.Setelah kepergian Malik yang entah kemana, Anita tidak tahu harus melakukan apa. Ia sangat ingin sekali bertemu dengan sahabatnya tapi mereka berada di kota lain. Ia berbohong pada suaminya, wanita itu di kota ini benar-benar tidak ada kenalan sama sekali.“Apa aku ke taman saja ya? Tapi ke taman sepagi ini, em. Sudahlah aku tidak ada pilihan lain, aku bingung mau kemana,” ucapnya. Ia segera menuju ke pusat supermarket untuk membeli beberapa camilan.***Hembusan angin mengibaskan kerudung dan pakaiannya yang syar'i. Terlihat sangat indah ditambah dengan senyumannya yang manis. Wanita itu sedang melihat canda tawa anak-anak yang dengan riang gembira bermain di taman.Sudah cukup lama bagi Anita bisa tersenyum bahagia seperti itu semenjak ia kecelakaan sampai ia menikah. Satu persatu camilan yang ia pegang mulai masuk ke dalam mulutnya. Sesekali wanita itu menghirup udara segar di taman itu untuk mengganti oksigen dalam tubuhnya.Beberapa saat kemudian, tanpa sengaja seorang anak laki-laki jatuh di depannya dan menumpahkan semua camilan yang telah ia buka. Anak laki-laki itu terlihat khawatir Anita akan marah. Tapi wanita yang berhijab itu tersenyum manis dan mengelus pipi dari anak laki-laki itu.“Kamu mau?” Anita menawarkan camilannya yang belum dibuka.“Masya Allah indahnya!” ucap seorang pria yang tiba-tiba muncul.Anita mendongak melihat siapa pemilik suara itu. Ketika ia mendongak ke atas seorang pria dengan pakaian rapi, wajahnya tampan dan tatapannya sangat menenangkan.Wanita itu terdiam sejenak kemudian segera memalingkan pandangannya dari pria itu. Pria itu tersenyum kemudian menggendong anak kecil itu.“Wahai ukhti maafkan keponakan saya, dia tidak sengaja,” ucapnya dengan lembut. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pria itu lagi.Wanita itu sedikit tersenyum, “Tidak apa-apa, aku baik-baik saja,” jawabnya. Lalu wanita itu memberikan camilan yang tadi ia tawarkan kepada anak kecil itu. “Ini untukmu, lain kali hati-hati ya,” ucapnya.Pria itu tersenyum lalu mengambil camilan itu. Sedangkan anak laki-laki tadi terlihat malu-malu.“Namaku Yudha Pratama.” Pria itu tiba-tiba memperkenalkan dirinya tanpa Anita bertanya. “Siapa namamu?” sambungnya.“Anita,” jawabnya singkat seraya sedikit menunduk.“Ooo, jadi dia temanmu itu,” cetus Malik yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Anita terkejut dengan sedikit terperanjat dengan mata terbelalak.Bersambung…“Kemarin kamu mencoba menundukkan pandangan dari pria lain, dan sekarang kamu tersenyum bersama pria lain tanpa ada aku,” cela Malik menatap tajam kedua mata wanita yang berhijab itu. “Apa dia kekasihmu?” sambung Malik.Tatapan dingin Malik terasa sampai menusuk tulang. Kedua bibir Anita seperti terkunci dan tidak bisa menjawab pertanyaan Malik. Lalu wanita berhijab itu menatap Malik tanpa bisa berpikir apa-apa.Yudha seperti paham apa yang sedang terjadi. Malik pasti salah paham dengan apa semua yang ia lihat. “Apa dia istrimu?” tanya Yudha sebelum ia memberi penjelasan pada Malik.Malik tidak menjawab. Suami dari wanita berhijab itu menarik tangan istrinya meninggalkan tempat itu. Anita masih terdiam dan mengikuti suaminya walaupun sulit baginya untuk menyamai langkah kaki Malik.Mereka berdua masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Malik. Mulut wanita berhijab itu masih terkunci tak bisa berkata apa-apa. Ia ingin bertanya mereka akan kemana pun tidak bisa. Mereka berdua saling di
Sesaat setelah kepergian Lusi, Anita meminta maaf kepada seluruh pelanggan dan akan mentraktir mereka dessert dan minuman gratis untuk mereka semua. Wanita itu merasa tidak enak karena telah membuat para pelanggan tidak nyaman atas apa yang terjadi. Para pelanggan itu tersenyum gembira dan mereka juga mendukung apa yang Anita lakukan itu.Malik melepas paksa tangannya dari genggaman Anita dan pergi dari sana. Kini pria tampan itu juga merasa malu karenanya. Kebenciannya terhadap wanita berhijab itu semakin menjadi. ‘Apa aku ceraikan saja dia,’ pikirnya.Anita melihat punggung Malik dengan rasa sedih. Ia khawatir bahwa tadi dia telah membuat suaminya merasa sakit hati. Ia sebenarnya tidak ingin melakukannya di hadapan semua orang. Tapi amarahnya tadi tidak dapat ia kendalikan, karena entah dari mana asalnya rasa sakit itu tiba dan serasa menusuk jantungnya.Tiba-tiba saja Anita sulit untuk bernapas, rasa menusuk itu semakin terasa di dadanya. Ia belum pernah merasakan sakit seperti itu
Anita menghela napas panjang melihat kelakuan suaminya. Entah bagaimana kedepannya hubungan mereka berdua akan terjalin. Apakah dia akan sanggup menghadapi Malik yang seperti itu.Ketika Anita sedang menunggu taksi untuk menuju alamat yang Malik berikan. Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya tanpa aba-aba. Wanita berhijab biru itu mencoba menutupi kepalanya dengan tangan, tapi tetap saja air hujan itu mengenainya.Ia mencoba berlari, tapi ia lupa bahwa ia tidak bisa berlari seperti dulu. Dengan pasrah ia berjalan menuju menuju tempat teduh.Baru beberapa langkah ia berjalan, terdengar suara klakson mobil dari arah jalan. Ia menoleh dan melihat seorang anak laki-laki mengajaknya masuk ke dalam mobil. Anita terkejut karena anak laki-laki itu adalah anak yang ia temui di taman kemarin.“Sini Kak!” ajak anak laki-laki itu.Anita sedikit ragu karena ada Yudha di sana. Anak kecil itu keluar dengan membawa payung dan menarik wanita berhijab masuk ke dalam mobil. “Ayok Kak, nggak usah khawati
Rumah mewah dua lantai milik suami Anita itu sangat elegan. Rumah itu sepi karena Malik memang tinggal sendiri dan tidak menyewa asisten rumah tangga. “Sepertinya Kakak belum pulang,” gumam Anita. Tadi di luar juga ia tidak melihat ada mobil Malik terparkir.Pikiran negatif mulai muncul dibenaknya. Wanita berhijab itu mencoba mengalihkan pikiran negatifnya. Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap suaminya sendiri. “Pikiran negatif akan merusakmu Anita, jadi jangan sia-siakan pikiranmu untuk berpikir negatif.” Ia terus membuat sugesti pada dirinya sendiri agar bisa berpikir positif.Jujur saja sulit baginya saat ini untuk berpikir positif karena apa yang terjadi di cafe kemarin. Tapi wanita berhijab yang In Sya Allah shalihah selalu menanamkan pada dirinya bahwa setiap perkataan dan prasangka itu adalah doa. Jadi semua hal yang ia ucapkan atau yang ia pikirkan haruslah selalu hal yang positif karena siapa tahu Tuhan mengabulkannya tanpa diduga-duga.Anita kini sedang melihat-lihat
Suara rintihan wanita berhijab itu kini mulai reda. Ia sudah bisa menguatkan dirinya kembali untuk berdiri. Tapi tetap saja rasa sedih di dalam hatinya masih sangat terasa, perkataan dan sikap kasar suaminya sangat membekas pada ingatannya. Anita mulai membersihkan segala yang berantakan di dapur itu dengan tangan yang terluka.Hanya dalam beberapa hari kehidupan Anita berubah seratus delapan puluh derajat. Rasa sakit ini lebih dahsyat rasanya dibandingkan dengan kejadian kecelakaan yang pernah ia alami.“Ya Allah kenapa Kak Malik bersikap seperti ini padaku, apa salahku, apa yang telah aku perbuat sehingga membuat Kak Malik marah padaku. Aku harus gimana sekarang Ya Allah?” gumam Anita.Setelah semuanya selesai Anita bereskan, ia pun bersiap ke rumah sakit untuk mengobati lukanya yang baru saja ia dapatkan pagi itu.***Anita sedang duduk menunggu gilirannya masuk untuk diobati di rumah sakit. Cukup banyak yang datang ke rumah sakit hari ini. Jadi wanita berhijab itu menghabiskan ham
“Anita, kamu pilih pulang bersama suamimu atau kamu akan pergi bersama laki-laki yang bukan muhrim kamu?” tanya Malik dengan terus menatap tajam ke arah Yudha. Anita pun akhirnya perlahan melepaskan diri dari genggaman Yudha dan mendekat pada Malik. “Maafkan Kakak Abimanyu, karena ini adalah hal yang salah bagiku jika terus bersama kalian dan membantah suamiku,” ucap Anita seraya menunduk tanpa menatap Yudha ataupun Abimanyu.Wanita berhijab itu kini mendekat pada suaminya, kemudian Malik menarik Anita untuk pergi meninggalkan Yudha dan Abimanyu. Abimanyu hendak mengejar wanita itu tapi ditahan oleh Yudha. “Jangan Abi, kalau kamu kejar dia. Nanti dia akan dapat masalah yang lebih,” ucap Yudha. Abimanyu pun mulai mundur kembali mendekat pada pamannya itu. “Iya Kak,” ucap Abimanyu. Seharusnya Abimanyu memanggil Yudha dengan panggilan paman, akan tetapi karena umur Yudha masih muda ia pun enggan dipanggil paman.***Kedua suami istri itu kini tiba di rumah. Mereka berdua sama-sama ber
Selama perjalanan pulang ke rumah, Yudha terus saja memikirkan apa yang akan terjadi pada Anita. Mimik wajah Malik membuatnya semakin takut telah terjadi hal buruk pada wanita itu. Wanita itu juga kini dalam keadaan terluka.Rasa takut di dalam hatinya semakin menjadi-jadi. Paman Abimanyu itu menambah kecepatan mobilnya dan mengantarkan Abimanyu pulang terlebih dahulu.***Orang tua Abimanyu sudah menunggu di gerbang rumah. Mereka khawatir dengan kondisi Abi setelah mendapatkan pesan dari Yudha.“Abi!” panggil Ibu Abimanyu begitu Yudha tiba di depan pintu gerbang.Abimanyu keluar dari mobil dan berlari menghampiri Ibu dan Ayahnya. Lalu ia pun memeluk erat Ibunya.“Maafkan Abang ya Yudha, sudah menyusahkan kamu,” ucap Ayah Abimanyu.“Tidak apa-apa Bang … kalau gitu aku pergi dulu ya Bang, soalnya ada urusan lain.” Yudha pun meninggalkan kediaman Abimanyu dan menuju rumah Malik dengan terburu-buru.***Yudha sudah tiba di gerbang rumah Malik. Ia menekan bel rumah itu akan tetapi tidak a
Yudha segera membawa Anita ke rumah sakit swasta kenalannya. Wanita berhijab itu kembali pingsan dalam perjalanan ke rumah sakit.“Sabar, sabar Anita. Aku akan menyelamatkanmu,” ujar Yudha seraya menoleh melihat ke arah Anita.***Sesampainya di rumah sakit, Anita segera ditangani oleh Dokter ahli. Karena sebelumnya Yudha sudah menghubungi temannya terlebih dahulu.“Pras tolong, tolong selamatkan dia, aku mohon,” pinta Yudha dengan panik.Pras memegang bahu Yudha mencoba menenangkan pria baik itu. “Tarik napas, buang secara perlahan. Tarik napas lagi, buang lagi secara perlahan. Tenang, mari kita bicara dengan tenang,” tuntun Pras.Yudha melakukan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Perlahan napasnya mulai kembali teratur dan ia pun mulai tenang. Kemudian Yudha melihat ke arah temannya.“Kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Pras. Yudha pun mengangguk.“Ayo kita duduk dulu, lalu kamu ceritain apa yang terjadi, wanita itu kenapa, apa yang terjadi padanya dan siapa dia?” tanya Pras.“P
Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya
Amir berjalan sempoyongan akibat pengaruh obat. Ia merasa sangat depresi saat ini. Keinginannya untuk membalas dendam pada Anita sangat tinggi.Setelah beberapa minggu yang lalu ia telah gagal menculik istri Malik itu. Ia terus mencari cara lain agar rencananya berhasil.“Coba aja Malik nggak pulang waktu itu, pasti udah aku bawa cewek itu dan aku habisi dia. Malik memang sangat menyusahkan, kayaknya di juga sekarang udah tau aku yang sebenernya.” Terus saja Amir melantur tidak jelas sampai ia tiba di salah satu rumah kosong di dalam hutan. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju sekarang selain rumah itu. Semuanya sudah polisi ketahui dan Malik juga tahu tempat-tempat yang sering ia kunjungi.Begitu Amir berbaring di atas ranjang yang beralaskan kasur tipis. Ia melihat ke arah langit-langit rumah yang penuh dengan sarang laba-laba. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.Amir pun terperanjat dan seger
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku