Sesaat setelah kepergian Lusi, Anita meminta maaf kepada seluruh pelanggan dan akan mentraktir mereka dessert dan minuman gratis untuk mereka semua. Wanita itu merasa tidak enak karena telah membuat para pelanggan tidak nyaman atas apa yang terjadi. Para pelanggan itu tersenyum gembira dan mereka juga mendukung apa yang Anita lakukan itu.
Malik melepas paksa tangannya dari genggaman Anita dan pergi dari sana. Kini pria tampan itu juga merasa malu karenanya. Kebenciannya terhadap wanita berhijab itu semakin menjadi. ‘Apa aku ceraikan saja dia,’ pikirnya.Anita melihat punggung Malik dengan rasa sedih. Ia khawatir bahwa tadi dia telah membuat suaminya merasa sakit hati. Ia sebenarnya tidak ingin melakukannya di hadapan semua orang. Tapi amarahnya tadi tidak dapat ia kendalikan, karena entah dari mana asalnya rasa sakit itu tiba dan serasa menusuk jantungnya.Tiba-tiba saja Anita sulit untuk bernapas, rasa menusuk itu semakin terasa di dadanya. Ia belum pernah merasakan sakit seperti itu selama ini. Karena ia belum pernah jatuh cinta kepada siapapun sebelumnya.‘Apakah aku jatuh cinta padanya?’ benaknya. Wanita berhijab itu tanpa sadar meneteskan air matanya.“Mbak nggak apa-apa?” tanya waiters yang tadi menyajikan minuman untuknya.Anita melirik ke arahnya dan tersenyum. “Iya aku baik-baik saja,” jawabnya.“Mbak bisa istirahat sebentar di dalam, kayaknya kondisi mbak kurang baik. Wajah mbak tiba-tiba pucat,” ucap waiters itu.“Nggak apa-apa kok, aku baik-baik aja. Aku mau balik ke hotel aja, dan beristirahat di sana.” Waiters itu tetap merasa khawatir karena wajah Anita benar-benar pucat. Tapi ia tidak bisa memaksa ditambah lagi ia baru pertama kali bertemu dengan Anita dan ia juga adalah istri dari owner cafe.Wanita berhijab itu membayar terlebih dahulu apa yang telah ia janjikan kepada pelanggan sebelum ia pamit pulang. Beberapa orang terlihat khawatir dan juga merasa bangga terhadap Anita. Karena ia berani bertindak kepada wanita yang hendak menghancurkan rumah tangganya.***Anita telah tiba di hotel. Kondisi hotel sudah kondusif sekarang dan kembali normal. Wanita itu berjalan perlahan menuju kamarnya dengan terus memegangi perutnya. Ternyata setelah shalat subuh tadi ia datang bulan. Itulah kenapa ia terlihat pucat tadi, karena ia harus menahan rasa sakit haid dan juga rasa sakit di hatinya.Dengan sisa tenaga yang ada Anita membersihkan diri sebelum ia beristirahat.Begitu ia selesai mandi dan berganti pakaian, wanita itu makan terlebih dahulu untuk mengganti tenaga yang telah ia keluarkan hari ini. Setelah itu ia berjalan perlahan menuju kasur dan mulai berbaring.Dalam beberapa detik Anita sudah akan terlelap. Akan tetapi di detik itu juga Malik masuk, menarik wanita itu dengan paksa turun dari kasur.Lalu Malik mendorong tubuh mungil Anita ke sofa. Bahu kanan wanita itu terbentur cukup keras sehingga ia merasa kesakitan. Wanita yang sedang menahan sakitnya datang bulan itu menatap heran suaminya dengan wajah pucat. “Apa yang kamu lakukan Kak?” tanyanya.“Hah, tadi pagi kamu memanggilku dengan namaku, dan sekarang di cafe juga kamu memanggilku Kakak dasar wanita yang tidak berpendirian,” jawabnya.Anita memaksakan diri untuk berdiri. “Kamu marah karena itu? Bukankah kamu yang mengatakan bahwa terserah aku akan memanggilmu apa?” tanyanya balik.Malik menggenggam erat kedua bahu Anita, sorot matanya penuh dengan amarah. “Aku marah karena kamu telah mempermalukan aku di depan pelanggan dan karyawan cafeku. Apa aku salah kalau aku marah?”Anita terdiam, wanita itu merasa bersalah karena telah mempermalukan suaminya di hadapan banyak orang. Ia menundukkan kepalanya, “Maafkan aku Kak, tapi tindakan Kakak juga tidak bisa dibenarkan,” cetusnya.“Dasar wanita pincang, menjijikan,” cela Malik karena ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.Anita seperti tersambar petir pada malam yang penuh dengan bintang itu. Malik menyebutkan kekurangannya dan berkata jahat padanya. Air mata tertahan di kedua pelupuk matanya.“Selamat malam untukmu,” ucap Anita lalu segera berbaring di atas sofa dan menutup wajahnya dengan blazer yang ia kenakan.Malik terdiam sejenak, tiba-tiba ada rasa sakit di dada yang tidak ia tahu datang dari mana. Malik mencoba mengabaikan rasa sakit itu dan pergi mandi.Dibalik blazer itu Anita menangis tanpa suara. Selama ini semua orang selalu berkata baik padanya soal cacatnya yang baru saja ia dapatkan itu. Semua orang selalu menguatkannya, maka dari itu wanita cantik itu tidak merasa sedih karena cacat yang ia dapat. Tapi malam itu, Malik berkata seperti itu membuat mentalnya jatuh.‘Ya Allah pikiran negatif mulai mendatangiku, aku takut ini akan merusak hidupku. Berilah aku kekuatan agar menghilangkan semua pikiran negatif ini dan menggantinya dengan energi positif untukku dan hidupku di kedepannya,’ mohon wanita berhijab itu pada sang pencipta.***Anita bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan shalat taubat, tahajud dan witir seperti yang biasa ia lakukan. Malam itu shalat malam yang ia lakukan penuh dengan kesedihan dan beberapa kali air matanya menetes. Wanita berhijab itu tahu bahwa salah karena terlalu memikirkan apa yang suaminya katakan. Tapi ia hanyalah manusia biasa, butuh proses untuk bisa melupakan ucapan Malik.Anita menengadahkan kedua tangannya lalu berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku yang maha pengasih lagi maha penyayang, maafkan aku karena telah terlalu merasa sedih. Bukan aku tidak menerima kondisi yang ada padaku saat ini. Tapi perkataan suamiku terlalu menyakitkan bagiku, bantulah aku untuk melupakan semua itu dan bantulah aku agar aku bisa menjadi istri yang baik untuk suamiku. Dan aku bisa memenangkan hatinya dan kami bisa bersama-sama menjalankan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Karena hanya kepada Engkaulah aku meminta dan memohon,” pinta Anita dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dari kedua matanya.Setelah shalat subuh Anita merapikan semua pakaiannya karena hari ini adalah hari terakhir mereka di hotel. Siang itu mereka akan pergi ke rumah pribadi Malik dan akan tinggal di sana. Rumah suaminya itu cukup jauh, 2 jam perjalanan dari cafe milik Malik.Dengan ragu Anita juga hendak merapikan pakaian suaminya. Malik melihat apa yang dilakukan oleh istrinya dan diam saja. Karena ia memang malas mengemasi barang-barangnya. ‘Apa gunanya dia jika tidak mau melakukan itu,’ pikir Malik.Sebelum mereka berdua check out mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel. Mereka duduk di meja yang sama tapi tidak ada interaksi sama sekali di antara mereka. Hanya keramaian dari tamu hotel yang terdengar di sana. Baik Malik maupun Anita tidak ada yang ingin mereka katakan satu sama lain saat itu. Malik masih dalam keadaan marah, sedangkan wanita itu bingung.Beberapa saat kemudian mereka sudah check out dan kini Anita menunggu Malik mengambil mobilnya. Dari kejauhan wanita berhijab biru itu melihat mobil suaminya mendekat. Setelah mobil itu sampai, ia hendak membuka pintu tapi terkunci.“Hah, apa yang kamu pikirkan, kamu pikir aku mau satu mobil sama kamu? Aku sudah kirim alamat rumahku, kamu kesana naik taksi aja. Aku mau ke tempat lain.”“Mau kemana kamu Kak?” tanya Anita dengan cepat.“Bukan urusanmu, urus saja urusanmu, bye!!”“Tapi Kak, sebenta—r, Ka—” Anita mencoba menghentikan mobil itu dengan mengetuk kaca mobil. “Kak jawab aku, Kakak mau kemana? Kak! Kak! KAK!” pekiknya.Bersambung…Anita menghela napas panjang melihat kelakuan suaminya. Entah bagaimana kedepannya hubungan mereka berdua akan terjalin. Apakah dia akan sanggup menghadapi Malik yang seperti itu.Ketika Anita sedang menunggu taksi untuk menuju alamat yang Malik berikan. Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya tanpa aba-aba. Wanita berhijab biru itu mencoba menutupi kepalanya dengan tangan, tapi tetap saja air hujan itu mengenainya.Ia mencoba berlari, tapi ia lupa bahwa ia tidak bisa berlari seperti dulu. Dengan pasrah ia berjalan menuju menuju tempat teduh.Baru beberapa langkah ia berjalan, terdengar suara klakson mobil dari arah jalan. Ia menoleh dan melihat seorang anak laki-laki mengajaknya masuk ke dalam mobil. Anita terkejut karena anak laki-laki itu adalah anak yang ia temui di taman kemarin.“Sini Kak!” ajak anak laki-laki itu.Anita sedikit ragu karena ada Yudha di sana. Anak kecil itu keluar dengan membawa payung dan menarik wanita berhijab masuk ke dalam mobil. “Ayok Kak, nggak usah khawati
Rumah mewah dua lantai milik suami Anita itu sangat elegan. Rumah itu sepi karena Malik memang tinggal sendiri dan tidak menyewa asisten rumah tangga. “Sepertinya Kakak belum pulang,” gumam Anita. Tadi di luar juga ia tidak melihat ada mobil Malik terparkir.Pikiran negatif mulai muncul dibenaknya. Wanita berhijab itu mencoba mengalihkan pikiran negatifnya. Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap suaminya sendiri. “Pikiran negatif akan merusakmu Anita, jadi jangan sia-siakan pikiranmu untuk berpikir negatif.” Ia terus membuat sugesti pada dirinya sendiri agar bisa berpikir positif.Jujur saja sulit baginya saat ini untuk berpikir positif karena apa yang terjadi di cafe kemarin. Tapi wanita berhijab yang In Sya Allah shalihah selalu menanamkan pada dirinya bahwa setiap perkataan dan prasangka itu adalah doa. Jadi semua hal yang ia ucapkan atau yang ia pikirkan haruslah selalu hal yang positif karena siapa tahu Tuhan mengabulkannya tanpa diduga-duga.Anita kini sedang melihat-lihat
Suara rintihan wanita berhijab itu kini mulai reda. Ia sudah bisa menguatkan dirinya kembali untuk berdiri. Tapi tetap saja rasa sedih di dalam hatinya masih sangat terasa, perkataan dan sikap kasar suaminya sangat membekas pada ingatannya. Anita mulai membersihkan segala yang berantakan di dapur itu dengan tangan yang terluka.Hanya dalam beberapa hari kehidupan Anita berubah seratus delapan puluh derajat. Rasa sakit ini lebih dahsyat rasanya dibandingkan dengan kejadian kecelakaan yang pernah ia alami.“Ya Allah kenapa Kak Malik bersikap seperti ini padaku, apa salahku, apa yang telah aku perbuat sehingga membuat Kak Malik marah padaku. Aku harus gimana sekarang Ya Allah?” gumam Anita.Setelah semuanya selesai Anita bereskan, ia pun bersiap ke rumah sakit untuk mengobati lukanya yang baru saja ia dapatkan pagi itu.***Anita sedang duduk menunggu gilirannya masuk untuk diobati di rumah sakit. Cukup banyak yang datang ke rumah sakit hari ini. Jadi wanita berhijab itu menghabiskan ham
“Anita, kamu pilih pulang bersama suamimu atau kamu akan pergi bersama laki-laki yang bukan muhrim kamu?” tanya Malik dengan terus menatap tajam ke arah Yudha. Anita pun akhirnya perlahan melepaskan diri dari genggaman Yudha dan mendekat pada Malik. “Maafkan Kakak Abimanyu, karena ini adalah hal yang salah bagiku jika terus bersama kalian dan membantah suamiku,” ucap Anita seraya menunduk tanpa menatap Yudha ataupun Abimanyu.Wanita berhijab itu kini mendekat pada suaminya, kemudian Malik menarik Anita untuk pergi meninggalkan Yudha dan Abimanyu. Abimanyu hendak mengejar wanita itu tapi ditahan oleh Yudha. “Jangan Abi, kalau kamu kejar dia. Nanti dia akan dapat masalah yang lebih,” ucap Yudha. Abimanyu pun mulai mundur kembali mendekat pada pamannya itu. “Iya Kak,” ucap Abimanyu. Seharusnya Abimanyu memanggil Yudha dengan panggilan paman, akan tetapi karena umur Yudha masih muda ia pun enggan dipanggil paman.***Kedua suami istri itu kini tiba di rumah. Mereka berdua sama-sama ber
Selama perjalanan pulang ke rumah, Yudha terus saja memikirkan apa yang akan terjadi pada Anita. Mimik wajah Malik membuatnya semakin takut telah terjadi hal buruk pada wanita itu. Wanita itu juga kini dalam keadaan terluka.Rasa takut di dalam hatinya semakin menjadi-jadi. Paman Abimanyu itu menambah kecepatan mobilnya dan mengantarkan Abimanyu pulang terlebih dahulu.***Orang tua Abimanyu sudah menunggu di gerbang rumah. Mereka khawatir dengan kondisi Abi setelah mendapatkan pesan dari Yudha.“Abi!” panggil Ibu Abimanyu begitu Yudha tiba di depan pintu gerbang.Abimanyu keluar dari mobil dan berlari menghampiri Ibu dan Ayahnya. Lalu ia pun memeluk erat Ibunya.“Maafkan Abang ya Yudha, sudah menyusahkan kamu,” ucap Ayah Abimanyu.“Tidak apa-apa Bang … kalau gitu aku pergi dulu ya Bang, soalnya ada urusan lain.” Yudha pun meninggalkan kediaman Abimanyu dan menuju rumah Malik dengan terburu-buru.***Yudha sudah tiba di gerbang rumah Malik. Ia menekan bel rumah itu akan tetapi tidak a
Yudha segera membawa Anita ke rumah sakit swasta kenalannya. Wanita berhijab itu kembali pingsan dalam perjalanan ke rumah sakit.“Sabar, sabar Anita. Aku akan menyelamatkanmu,” ujar Yudha seraya menoleh melihat ke arah Anita.***Sesampainya di rumah sakit, Anita segera ditangani oleh Dokter ahli. Karena sebelumnya Yudha sudah menghubungi temannya terlebih dahulu.“Pras tolong, tolong selamatkan dia, aku mohon,” pinta Yudha dengan panik.Pras memegang bahu Yudha mencoba menenangkan pria baik itu. “Tarik napas, buang secara perlahan. Tarik napas lagi, buang lagi secara perlahan. Tenang, mari kita bicara dengan tenang,” tuntun Pras.Yudha melakukan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Perlahan napasnya mulai kembali teratur dan ia pun mulai tenang. Kemudian Yudha melihat ke arah temannya.“Kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Pras. Yudha pun mengangguk.“Ayo kita duduk dulu, lalu kamu ceritain apa yang terjadi, wanita itu kenapa, apa yang terjadi padanya dan siapa dia?” tanya Pras.“P
Tidak terima dengan serangan bertubi-tubi yang diberikan padanya, Yudha pun membalas pukulan itu pada Malik berkali lipat dari yang ia dapatkan. Untung saja saat kejadian itu, para pelanggan sudah tidak ada. Manager cafe segera menutup cafe agar tidak ada yang melihat apa yang sedang terjadi di dalam.Beberapa pegawai cafe segera mendekati mereka dan mencoba memisahkan mereka berdua. Tapi karena keduanya sama-sama sedang dilanda emosi, cukup sulit bagi mereka untuk dipisahkan. Sampai-sampai ada pegawai yang terdorong dan terbentur di dinding cafe.“Sudah, berhentilah Pak Malik,” pekik manager cafe seraya terus memisahkan mereka berdua.Setelah beberapa saat, baik tenaga Malik maupun Yudha sudah terkuras habis. Mereka berdua pun terduduk secara terpisah. Pegawai dengan sigap segera duduk di tengah-tengah mereka agar tidak terjadi perkelahian yang kedua.“Ambilkan handuk dan es!” titah manager cafe pada salah satu waiters.Waiters itu segera melaksanakan apa yang diperintahkan dan membe
“Maafkan aku,” ucap Malik terdengar kembali di telinga wanita itu. Air mata mengalir membasahi mimpinya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak tahu apakah Malik benar-benar tulus meminta maaf atau karena suaminya itu khawatir bahwa ia akan mengadukannya pada seluruh keluarga atas apa yang telah terjadi.Di saat yang sama, Yudha masuk ke dalam ruangan dan melihat Anita yang menangis. Ia segera menarik kerah baju Malik kemudian memelototinya. “Kamu ini ya Malik, benar-benar ingin dihajar lagi ya,” geram Yudha.Mendengar kata dihajar lagi, wanita yang sedang terbaring lemas di atas kasur melihat ke arah dua pria tampan itu. Ia pun dapat melihat wajah keduanya penuh dengan luka lebam, bahkan ada darah kering di ujung bibir kiri suaminya. “Apa yang sudah terjadi?” tanya wanita itu.Malik dan Yudha melihat ke arahnya bersamaan, masing-masing dari mereka menyentuh bagian tubuh mereka yang terluka berusaha menyembunyikannya dari Anita. Tapi tentu saja itu sudah terla
Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya
Amir berjalan sempoyongan akibat pengaruh obat. Ia merasa sangat depresi saat ini. Keinginannya untuk membalas dendam pada Anita sangat tinggi.Setelah beberapa minggu yang lalu ia telah gagal menculik istri Malik itu. Ia terus mencari cara lain agar rencananya berhasil.“Coba aja Malik nggak pulang waktu itu, pasti udah aku bawa cewek itu dan aku habisi dia. Malik memang sangat menyusahkan, kayaknya di juga sekarang udah tau aku yang sebenernya.” Terus saja Amir melantur tidak jelas sampai ia tiba di salah satu rumah kosong di dalam hutan. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju sekarang selain rumah itu. Semuanya sudah polisi ketahui dan Malik juga tahu tempat-tempat yang sering ia kunjungi.Begitu Amir berbaring di atas ranjang yang beralaskan kasur tipis. Ia melihat ke arah langit-langit rumah yang penuh dengan sarang laba-laba. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.Amir pun terperanjat dan seger
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku