“Maafkan aku,” ucap Malik terdengar kembali di telinga wanita itu. Air mata mengalir membasahi mimpinya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak tahu apakah Malik benar-benar tulus meminta maaf atau karena suaminya itu khawatir bahwa ia akan mengadukannya pada seluruh keluarga atas apa yang telah terjadi.Di saat yang sama, Yudha masuk ke dalam ruangan dan melihat Anita yang menangis. Ia segera menarik kerah baju Malik kemudian memelototinya. “Kamu ini ya Malik, benar-benar ingin dihajar lagi ya,” geram Yudha.Mendengar kata dihajar lagi, wanita yang sedang terbaring lemas di atas kasur melihat ke arah dua pria tampan itu. Ia pun dapat melihat wajah keduanya penuh dengan luka lebam, bahkan ada darah kering di ujung bibir kiri suaminya. “Apa yang sudah terjadi?” tanya wanita itu.Malik dan Yudha melihat ke arahnya bersamaan, masing-masing dari mereka menyentuh bagian tubuh mereka yang terluka berusaha menyembunyikannya dari Anita. Tapi tentu saja itu sudah terla
Suster yang mengobati Malik tadi memperhatikannya yang kebingungan. Suster itu kemudian mengetikkan sesuatu di ponselnya dan menunjukkannya pada Malik.[Tidak apa-apa berbohong jika memang itu untuk kebaikan agar Mamanya tidak syok kalau anaknya sedang dioperasi]Malik melihat tulisan itu dan membacanya, ia pun terdiam sejenak untuk berpikir sebelum menjawab Mama Anita itu.“Iya Ma, Mama tidak perlu khawatir. Aku akan menjaganya,” jawab Malik akhirnya dalam panggilan telepon itu.“Alhamdulillah kalau semuanya baik-baik aja. Maaf Mama ganggu, assalamualaikum.”“Iya Ma, nggak kok. Waalaikumusalam.” Lalu panggilan telepon terputus.Malik melihat ke arah suster yang terlihat sudah paruh baya itu dan tersenyum. Tidak lama setelah itu keluar Dokter dari ruangan operasi. “Siapa wali pasien ini?” tanya Dokter itu.“Saya Dok, saya suaminya” jawab Malik kemudian mendekat pada Dokter itu.“Baiklah, operasinya lan
Hari dimana wanita berhijab itu untuk pulang semakin dekat. Tinggal sedikit lagi kakinya sudah bisa ia tekuk. Dan untuk berjalan ia sudah berjalan dengan cukup lancar.Malik benar-benar membantunya selama ini, tidak ada amarah atau apapun hal-hal yang berbau kekerasan terjadi padanya. Suaminya itu cukup lembut dan telaten dalam merawatnya selama hampir setengah bulan ini.Kini wanita itu sedang duduk dan menikmati makan siangnya. Dan Malik duduk di sampingnya dan sibuk melihat ke arah laptopnya.“Em, Kak.” Wanita itu hendak memulai pembicaraan. Malik berhenti sejenak dari pekerjaannya dan melihat ke arah istrinya.“Apa Mama nggak datang nemuin kita?” tanya Anita.Malik menghela napas dan kini ia benar-benar berhenti dari pekerjaannya tadi dengan menutup laptopnya. Ada sedikit rasa khawatir di hati wanita itu saat ini menunggu jawaban dari suaminya itu.“Aku rasa ini waktu yang tepat untuk bilang ke kamu, kondisi kamu juga sudah mulai membaik dan akan segera dipulangkan,” jawabnya. “Ak
Beberapa bulan kemudian. Anita kini sudah bisa pulang. Kakinya sudah bisa menekuk dan ia juga sudah bisa berjalan lancar. Ia sekilas tidak terlihat seperti pernah mengalami patah kaki dua kali.Tapi memang sungguh perjuangan yang sangat panjang bagi wanita itu untuk menahan rasa sakit. Dan kesabarannya itu pun berbuah manis untuknya. Walaupun tetap saja suaminya kini kembali seperti semula.“Apalagi yang kamu pikirkan? Ayo masuk,” cetus Malik dengan nada yang menjengkelkan.“Iya Kak,” jawab Anita.Begitu mereka berdua masuk ke dalam rumah, wanita itu terkejut karena ia melihat seorang wanita yang sudah cukup tua berada di sana dan menyambut kedatangan mereka. Wanita tua itu mengambil barang bawaan Malik dan Anita. Tapi Anita menolak khawatir wanita tua itu akan kesulitan.“Nyonya biarkan aku yang bawa, aku memang terlihat seperti sudah tua. Tapi aku ini masih 55 tahun dan masih sanggup,” ucap wanita tua itu.“Cepet kasih aja ke dia, dia Bi Minah pembantu kita mulai sekarang. Kamu baru
Wanita cantik itu melihat senyum puas di wajah suaminya. Ketika suaminya lengah ia mengambil kertas yang telah ia tanda tangani tadi. Ia merobek kertas itu kecil-kecil di depan Malik. Lalu ia bangun dari duduknya dan menuju kotak sampah aluminium yang ada di dekat dapur dan membakar kertas itu.Malik yang awalnya terdiam dan tercengang mendekat pada Anita dan menjambak rambut istrinya. Sorot matanya menunjukkan betapa marahnya dia pada apa yang baru saja wanita itu lakukan. Wanita itu menahan rasa sakit di kepalanya. Ia terus mencoba melepaskan diri dari cengkraman Malik. Tapi tentu saja perbandingan kekuatan mereka sungguh jauh berbeda.“Kak lepaskan aku,” pekiknya.“Lepaskan katamu? Lepaskan? Ini hukuman untukmu karena telah menentang kesepakatan yang aku buat,” jawab Malik.“Karena yang Kakak tulis itu sungguh tidak masuk akal,” sargah wanita itu.“Dengarkan aku ya wanita naif, apa kamu pikir karena kamu sudah kembali normal
Pagi hari telah tiba, kedua sepasang suami istri itu sedang duduk dan menikmati sarapan yang telah dihidangkan Bi Minah. Mereka duduk berjauhan dan tidak saling bicara satu sama lain.Mata sembab wanita itu terlihat jelas, wajahnya juga terlihat bengkak. Malik melihat sekilas ke arah istrinya yang dengan tenang menikmati sarapan dengan kondisi wajah yang seperti itu. Tapi anehnya itu terlihat sangat menggemaskan dan wajahnya wanita itu kini terlihat bersinar di matanya.‘Apa ini? Kenapa aku?’ batinnya. Lalu kembali melihat ke arah istrinya dan masih melihat Anita sama seperti sebelumnya. ‘Oh, apa aku sakit? … Em aku tau ini pasti karena aku ngerasa nggak enak sama Anita. Kan aku orangnya nggak enakan,’ benaknya lagi.Setelah beberapa saat, wanita itu telah selesai sarapan. Wanita itu melihat ke arah suaminya yang masih makan dan ia pun meminum susu yang juga disajikan secara perlahan seraya melihat ponselnya sampai Malik juga selesai makan.Lalu s
“Kenapa istri kamu Malik?” tanya Fatimah melihat anaknya diam mematung di dekat meja makan. Malik ikut menoleh ke arah istrinya. “Sebentar Ma, aku kesana dulu,” izin Malik dengan sopan, Fatimah pun mengangguk.Malik menyentuh pundak istrinya yang masih terdiam tanpa bergerak. Ia melihat ke arah wajah sang istri yang menundukkan kepalanya. “Sayang kamu kenapa?” Suara bariton suaminya terdengar jelas di telinga wanita berhijab itu. Anita menoleh ke arah suaminya yang kini tepat di hadapannya. Wanita itu menatap suaminya sendu tanpa ekspresi. Mulut wanita itu tertutup sangat rapat.Pria itu heran karena istrinya masih tidak menjawab. Ia pun sedikit mengguncang tubuh wanita yang ada di hadapannya itu.“Aku nggak apa-apa Kak.” Barulah terdengar suara wanita itu yang sayu, lalu berlalu meninggalkan Malik dan kembali ke ruang keluarga. Kini ekspresi wajahnya tidak bisa ditafsirkan oleh Malik.Gurat bingung dan heran terlihat
Anita turun dari taksi dan segera berjalan menuju salah satu restoran, dimana tempat yang sudah ia dan lusi sepakati. Setiap langkah kakinya terasa berat hatinya gugup memikirkan apa yang akan Lusi katakan nanti soal kehamilannya. Anita terus saja beristighfar agar ia bisa tenang.Beberapa saat kemudian tibalah ia di depan restoran dan masuk ke dalamnya. Lusi juga sedang menunggu wanita berhijab itu dengan tenang dan arogan.Istri dari Malik itu pun duduk di kursi yang ada di depan Lusi.“Sudah datang?” tanya wanita penggoda itu.“Seperti apa yang kamu lihat,” jawab Anita dengan cetus.Terlihat senyuman sinis dari wajah wanita licik itu. Lalu ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari tasnya dan meletakkannya di tepat di depan Anita.“Ini bukti bahwa aku hamil, dan ini sudah berjalan dua bulan,” ucap wanita penggoda itu. Lalu ia juga mengeluarkan sebuah buku KIA (kesehatan ibu dan anak)Wanita berhijab itu mencoba untuk tet
Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya
Amir berjalan sempoyongan akibat pengaruh obat. Ia merasa sangat depresi saat ini. Keinginannya untuk membalas dendam pada Anita sangat tinggi.Setelah beberapa minggu yang lalu ia telah gagal menculik istri Malik itu. Ia terus mencari cara lain agar rencananya berhasil.“Coba aja Malik nggak pulang waktu itu, pasti udah aku bawa cewek itu dan aku habisi dia. Malik memang sangat menyusahkan, kayaknya di juga sekarang udah tau aku yang sebenernya.” Terus saja Amir melantur tidak jelas sampai ia tiba di salah satu rumah kosong di dalam hutan. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju sekarang selain rumah itu. Semuanya sudah polisi ketahui dan Malik juga tahu tempat-tempat yang sering ia kunjungi.Begitu Amir berbaring di atas ranjang yang beralaskan kasur tipis. Ia melihat ke arah langit-langit rumah yang penuh dengan sarang laba-laba. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.Amir pun terperanjat dan seger
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku