“Kenapa istri kamu Malik?” tanya Fatimah melihat anaknya diam mematung di dekat meja makan. Malik ikut menoleh ke arah istrinya.
“Sebentar Ma, aku kesana dulu,” izin Malik dengan sopan, Fatimah pun mengangguk.Malik menyentuh pundak istrinya yang masih terdiam tanpa bergerak. Ia melihat ke arah wajah sang istri yang menundukkan kepalanya.“Sayang kamu kenapa?” Suara bariton suaminya terdengar jelas di telinga wanita berhijab itu.Anita menoleh ke arah suaminya yang kini tepat di hadapannya. Wanita itu menatap suaminya sendu tanpa ekspresi. Mulut wanita itu tertutup sangat rapat.Pria itu heran karena istrinya masih tidak menjawab. Ia pun sedikit mengguncang tubuh wanita yang ada di hadapannya itu.“Aku nggak apa-apa Kak.” Barulah terdengar suara wanita itu yang sayu, lalu berlalu meninggalkan Malik dan kembali ke ruang keluarga. Kini ekspresi wajahnya tidak bisa ditafsirkan oleh Malik.Gurat bingung dan heran terlihatAnita turun dari taksi dan segera berjalan menuju salah satu restoran, dimana tempat yang sudah ia dan lusi sepakati. Setiap langkah kakinya terasa berat hatinya gugup memikirkan apa yang akan Lusi katakan nanti soal kehamilannya. Anita terus saja beristighfar agar ia bisa tenang.Beberapa saat kemudian tibalah ia di depan restoran dan masuk ke dalamnya. Lusi juga sedang menunggu wanita berhijab itu dengan tenang dan arogan.Istri dari Malik itu pun duduk di kursi yang ada di depan Lusi.“Sudah datang?” tanya wanita penggoda itu.“Seperti apa yang kamu lihat,” jawab Anita dengan cetus.Terlihat senyuman sinis dari wajah wanita licik itu. Lalu ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari tasnya dan meletakkannya di tepat di depan Anita.“Ini bukti bahwa aku hamil, dan ini sudah berjalan dua bulan,” ucap wanita penggoda itu. Lalu ia juga mengeluarkan sebuah buku KIA (kesehatan ibu dan anak)Wanita berhijab itu mencoba untuk tet
“Kamu ini kenapa sih tiba-tiba jadi cetus!” bentak Malik.Wanita itu berusaha sekuat tenaga melepaskan tangannya dari genggaman suaminya. Akan tetapi genggaman Malik terlalu kuat dan Anita yang sedang lemah itu pun tidak bisa berkutik dan hanya diam.“Jawab, kamu kenapa? Apa kamu benar-benar udah berencana ngadu sama orang tua kamu ha?”Wanita itu kini kehabisan tenaga karena seharian itu ia tidak makan ataupun minum, hanya nasi goreng yang dibuatkan Bi Minah tadi pagi yang ia makan dan segelas susu. Ketika bertemu dengan Lusi juga ia tidak makan, hanya guyuran air yang disiram oleh Lusi yang ia dapatkan. Ditambah lagi tekanan batin dari informasi yang dikatakan oleh Lusi.Pandangan Anita perlahan kabur, kesadarannya mulai hilang dan kakinya pun tidak bisa lagi menopang tubuhnya. Akhirnya itu pingsan dan ditahan oleh Malik dengan spontan.Pria tampan itu pun segera menggendongnya dan membawa istrinya ke kasur dengan beribu pertanyaan di kepalanya. Ia tidak mengerti bagaimana wanita it
Anita akhirnya keluar dengan mengajak Bi Minah karena sekalian hendak mengantar Bi Minah pergi ke pasar. “Nyonya mau pergi kemana?” tanya Bi Minah begitu ia keluar dari mobil.“Aku mau ketemu sama dokter Bi, aku diminta untuk datang setelah tiga hari begitu dipulangkan dari rumah sakit. Dan hari ini sebenarnya sudah lewat satu hari, karena kemaren kan masih ada Mama, Papa sama Kak Mizwar. Sedangkan Kak Malik mau informasi kesembuhanku masih menjadi rahasia,” jawab wanita berhijab itu.“Pasti susah ya bagi Nyonya kemaren pura-pura masih pincang,” sambung Bi Minah.Anita tersenyum, “Enggak kok Bi, mungkin karena udah beberapa bulan terbiasa jalan pincang dulu. Jadi kemaren nggak terlalu susah, aku juga khawatir sama Mama Papa kalau tau keadaanku, ya udah ya Bi aku pergi dulu,” ucap Anita segera mengakhiri pembicaraan, karena jika tidak Bi Minah akan mengajaknya terus mengobrol.“Iya Nyah, hati-hati ya nanti Bibi pulang naik angkot aja.”“Nggak usah, ini naik taksi aja biar dianter samp
Canda tawa riang sesekali terdengar dari arah kursi Anita dan Yudha yang sedang makan di kantin rumah sakit. Akan tetapi ada kehampaan dari tatapan Anita. Yudha bisa merasakan hal itu walaupun Anita terus mencoba menyembunyikannya.‘Bagaimana caranya untuk menghibur Anita?’ benak Yudha.“Oh ya, kamu ngapain di sini?” tanya Anita.Yudha memandang wajah Anita, “Aku ada urusan sama Pras, dia bilang mau buka usaha baru bareng sama aku, jadi kami mau diskusi soal itu. Tapi anak itu malah lagi sibuk banyak banget jadwalnya hari ini,” jawab Yudha. Anita pun mengangguk kemudian meminum air mineral karena ia sudah selesai makan.“Kamu malam ini sibuk nggak, Abimanyu mau main nanti malam ke pasar malam yang baru buka nggak jauh dari sini,” ajak Yudha.“Emm tapi ak—”“Kami berdua sangat sibuk, sekarang juga sebenarnya kami sibuk. Tapi kenapa kamu sempat-sempatnya makan di sini sama dia sayang (Malik menatap Anita), padahal jadwal kita sangat sibuk,” potong Malik yang tiba-tiba muncul lalu duduk
Ketika wajah keduanya semakin dekat, Anita tiba-tiba merasa mual, kepalanya terasa pusing. Malik segera mencari sesuatu untuk menampung semua isi perut istrinya yang sebentar lagi akan keluar.“Ini keluar kan di sini!” titah Malik yang membawa vas bunga yang ada di kamarnya.Di saat itu, Anita sempat ingin marah pada suaminya yang seperti tidak punya akal. Karena Malik memberikan vas bunga dengan bunganya juga. Tapi karena rasa mualnya lebih dominan, wanita itu pun mengeluarkan bunga itu sendiri.“Aw, uhuk uhuk. Aw rasanya tidak enak,” gumam Anita setelah selesai muntah.Malik mengambil vas bunga yang berisi muntahan istrinya dengan jijik lalu keluar kamar untuk meminta Bi Minah membersihkannya. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya sudah kembali berbaring dengan lemas dan pandangannya kosong.“Ayo kita makan dulu, kamu baru saja muntah. Pasti sekarang perutmu kosong,” ucap Malik.Pria tampan itu perlahan membantu istrinya duduk kembali. Ia menyusun beberapa
Kegundahan terus melanda Malik, pikirannya sangat kalut saat ini. Malik pun memutuskan untuk menginap di cafe malam ini dan tidak ingin pulang. Ia masih belum bisa mencerna apa yang dikatakan oleh Polisi padanya tentang Amir.Dan juga foto yang diberikan polisi sangat menyeramkan dan membuatnya khawatir akan keselamatan Anita. Tapi di sisi lain, pria tampan itu juga yakin bahwa Amir bukanlah orang yang jahat. Ia berharap bahwa itu adalah lagi-lagi jebakan dari orang yang tidak suka dengan Amir.“Tapi gimana kalau dugaanku selama ini salah, dan apa yang dikatakan oleh Anita itu benar. Tapi Bang Amir enggak mungkin kayak gitu, dia cowok yang baik kok. Selama ini juga dia selalu belajar tentang agama dariku. Gimana bisa dia akan menjadi manusia yang sangat keji … nggak-nggak aku nggak percaya. Besok pagi aku bakalan dateng ke tempat tongkrongan Bang Amir biasanya, mungkin Bang Amir kesana,” gumam Malik.***“Wah hari ini kayaknya bakalan panas banget, mungkin bakalan banyak pelanggan yan
“Astaga, tabunganku tinggal 25 juta, dan aku udah nggak ada lagi tabungan lain. Aku juga harus mengeluarkan sebagian besar dari tabunganku ini untuk tes DNA,” gumam Anita melihat saldo rekeningnya.“Tapi nggak apa-apa deh, pasti nanti ada lagi rezeki untukku menabung. Yang penting sekarang aku harus membuat wanita itu mau tes DNA dulu. Rasa penasaranku membuatku sangat takut,” sambung Anita.“Apa yang membuat kamu takut?” tanya Malik baru saja keluar dari kamar mandi.Wanita itu menoleh ke arah suaminya kemudian tersenyum. “Nggak Kak,” jawabnya.“Ck, enggak usah senyum-senyum aku nggak bakal jatuh hati,” ucap pria tampan itu.Anita menghela napas berat, “Lagi-lagi Kakak bersikap seperti itu, padahal kemaren pagi nggak gitu,” gumamnya lirih.“Udah nggak usah ngedumel,” cetus Malik pura-pura tidak mendengar gumaman Anita.Anita pun mencoba mengabaikan perkataan Malik. Ia mengambil jas yang akan dipakai untuk suaminya bekerja hari ini.“Aku kan udah bilang nggak usah siapin apa-apa,” tuk
“Astaghfirullah, Kak Malik kok ada disini?” gumam Anita.Lusi dan Anita sama-sama panik. Alasan Anita panik karena ia tidak ingin Bi Minah melihat interaksi antara Lusi dan Malik nantinya. Sedangkan Lusi khawatir, karena Malik pasti akan marah jika ia mengetahui bahwa ia tengah hamil. Padahal Malik tidak pernah berhubungan intim dengannya.“Kamu mengundang Malik?” Anita menggelengkan kepalanya.“Restoran ini sangat ramai, aku nggak mau ada keributan. Dan aku juga merasa pusing pengen istirahat. Jadi aku akan pergi tanpa sepengetahuan Malik, sebaiknya kamu mengalihkan sejenak perhatian Malik. Atau nanti dia akan memelukku dan mengajak aku pergi.” Alasan Lusi itu sangat tidak masuk akal. Tapi karena Anita tidak ingin mereka berdua bertemu, ia pun menyetujuinya.“Kalau gitu aku akan turun dan menemui Kak Malik. Terus aku bakalan ngajak Kak Malik ke cafe di ujung sana untuk membeli dessert. Kamu bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi.”Setelah saling setuju, Anita bergegas keluar da
Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya
Amir berjalan sempoyongan akibat pengaruh obat. Ia merasa sangat depresi saat ini. Keinginannya untuk membalas dendam pada Anita sangat tinggi.Setelah beberapa minggu yang lalu ia telah gagal menculik istri Malik itu. Ia terus mencari cara lain agar rencananya berhasil.“Coba aja Malik nggak pulang waktu itu, pasti udah aku bawa cewek itu dan aku habisi dia. Malik memang sangat menyusahkan, kayaknya di juga sekarang udah tau aku yang sebenernya.” Terus saja Amir melantur tidak jelas sampai ia tiba di salah satu rumah kosong di dalam hutan. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju sekarang selain rumah itu. Semuanya sudah polisi ketahui dan Malik juga tahu tempat-tempat yang sering ia kunjungi.Begitu Amir berbaring di atas ranjang yang beralaskan kasur tipis. Ia melihat ke arah langit-langit rumah yang penuh dengan sarang laba-laba. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.Amir pun terperanjat dan seger
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku