Share

6. Mau, tapi Gengsi

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-28 05:44:39

Arvin terdiam, perlahan dia melepaskan cekalan tangannya. Apa yang terucap dari bibir Zoya mampu mematahkan benteng pertahanannya.  Adeeva tersenyum penuh kemenangan kemudian dia mendekati si lelaki yang nyawanya seolah pergi entah ke mana.

"Kamu dengar sendiri, kan, Mas. Mbak Zoya itu nggak layak untukmu," ucap Adeeva. Tangannya hendak melingkar pada pergelangan Arvin. Namun, lelaki itu dengan cepat menghindar.

Tatapan Zoya begitu tajam pada adik tirinya sama seperti Arsyad. Lelaki paruh baya itu ingin sekali melerai dan menyatukan Arvin dan Zoya supaya tidak berdebat lagi. Namun, kemampuannya sangat terbatas hingga cuma bisa menatap ketiga anak-anaknya dengan sedih.

"Kamu dengar itu, Vin?" tanya Zoya, "jadi, untuk apa kita menikah jika aku nggak layak dan pantas untukmu? Carilah perempuan yang sebanding denganmu, seperti Adeeva, misalnya. Lupakan permintaan Ayah."

"Zoya!" bentak Sekar keras. Wanita itu, kini sudah berdiri di ambang pintu dan mendengar semua perkataan si sulung.

"Apa?" Melihat indera penglihatan ibu tirinya yang membola, Zoya juga membalasnya. "Adeeva ngomong kalau aku nggak pantas untuk Arvin, bukankah sebenarnya dia ingin mengatakan bahwa dialah yang pantas? Apa perkataanku salah, Bu? Lagian, selama ini mereka sering terlihat berdua. Di mana ada Arvin, Adeeva juga pasti ada."

Arvin cuma bisa menghela napas panjang. Inilah yang dia takutkan, Zoya salah sangka terhadapnya dan Adeeva.

"Diam!" sentak Sekar sekali lagi. Ekor matanya melirik pada dua orang petugas medis yang dia bawa.

"Tolong periksa keadaan suami saya, Dok," pinta Sekar. Menghalau Arvin dan Zoya supaya menjauhi Arsyad.

Setelah beberapa saat kemudian, sang dokter menatap semua orang di ruangan tersebut. "Kalau ingin Bapak cepat sembuh. Mohon kerja samanya. Beliau tidak bisa dikejutkan dengan keadaan-keadaan yang dapat memicu kemarahan seperti tadi. Saya berharap, apa pun masalah keluarga kalian, tolong selesaikan dengan baik. Saya permisi."

"Terima kasih, Dok," ucap Sekar. Sepeninggal sang dokter, dia menatap putri sambungnya. "Kamu dengar itu, Aya. Ayahmu nggak bisa mendengar berita-berita mengejutkan seperti tadi. Selama ini, dia selalau khawatir dengan keadaanmu. Apalagi mengenai pernikahan. Umurmu sudah lebih dari cukup untuk menikah, demikian juga dengan Arvin. Apalagi yang kalian tunggu."

Zoya dan Arvin terdiam, mereka berdua sama-sama tertunduk. Namun, tidak dengan Adeeva, dia menatap ibunya marah.

"Kenapa Ibu memaksa Mbak Zoya?" tanya Adeeva. Jelas sekali terlihat jika dia tidak suka dengan perkataan orang tuanya.

"Karena dia, ayahmu jatuh sakit seperti sekarang," jawab Sekar.

"Jika benar Ayah memikirkan pernikahanku, kenapa harus dengan Arvin?" Terdengar sekali jika perempuan itu sangat keberatan untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya. "Aku bisa menikah dengan lelaki lain."

"Benarkah begitu?" tanya Sekar seolah meragukan perkataan si sulung. "Kalau memang kamu bisa menikah dengan lelaki lain. Maka, kenalkan orang itu pada kami."

"Aku permisi pulang, Bu," ucap Arvin tidak ingin menanggapi apa pun lagi.

"Mas, tunggu. Aku ikut pulang," tambah Adeeva. Kedua orang itu benar-benar tidak mempedulikan perkataan Zoya lagi.

Arvin bahkan berlalu begitu saja padahal biasanya lelaki itu menyalami Sekar. 

"Ibu harap perkataanmu benar, Aya. Siapa yang mau menikah dengan gadis sepertimu? Ingat, kamu sudah tidak sempurna sebagai seorang perempuan," ucap Sekar, menyadarkan tentang kelemahan Zoya yang satu itu.

"Zaman sudah modern, Bu. Bukan hal tabu bagi seorang cowok memepermasalahkan hal demikian," sanggah Zoya. Walau hatinya juga ketar-ketir tentang keadaannya sendiri, tetapi dia berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja tanpa harus menikah dengan Arvin.

"Kalau begitu, besok suruh dia datang menemui ibu."

"Baik," ucap Zoya, "aku akan memintanya datang besok. Sekarang, ijinkan aku pulang."

"Terserah!" Sekar mengibaskan tangannya. Entah mengapa, dia sangat kecewa dengan keputusan Zoya.

Sepeninggal Zoya, Sekar menghubungi seseorang. Dia melihat bahwa Arsyad sudah terlelap setelah suntikan yang diberikan dokter tadi.

"Awasi Adeeva dan Arvin. Kali ini, jangan biarkan mereka berduaan," ucap Sekar setelah panggilannya terangkat.

*****

Mengendarai mobil kesayangannya, Zoya menghubungi seseorang. Dia harus datang ke desa demi menyelamatkannya.

"Ya, Sayang. Udah sampai rumah kamu? Gimana keadaan ayahmu?" tanya seorang lelaki saat panggilan Zoya sudah diangkat.

"Kabar buruk. Kamu harus datang ke sini dan nikahi aku secepatnya."

"Hei!" pekik lelaki itu. "Kenapa mintanya tiba-tiba? Nikah itu nggak bisa dadakan. Aku harus mempersiapkan semuanya dengan matang."

"Kamu mencintai aku, kan?"

"Tentu saja. Kenapa masih tanya?"

"Kalau gitu, buktikan. Aku mau besok kamu datang ke sini dan nikahi aku."

"Aduh, Sayang. Kamu kan tahu kalau aku nggak bisa ijin mendadak. Tahu sendiri kalau saat ini kerjaanku banyak apalagi menjelang pemilihan begini. Sekarang saja, aku sedang meeting."

"Nggak usah banyak alasan, deh, Bar." Suara Zoya meninggi. "Aku tunggu kamu besok, titik."

Zoya langsung mematikan sambungannya apalagi ketika pandangannya tanpa sengaja melihat sosok Adeeva dan Arvin sedang duduk berduaan di restoran cepat saji.

"Dasar lelaki. Gitu masih ngomong nggak pernah dekat dengan perempuan mana pun. Basi tahu omongannya," umpat Zoya.

Sekitar satu jam kemudian, Zoya sudah sampai di rumah. Hal pertama yang dia lihat adalah tatapan intimidasi Arvin.

"Dari mana kamu?" Menatap Zoya dari ujung kaki hingga kepala. Arvin bertanya dengan sinis.

"Apa urusanmu, mau ke mana saja terserah aku." Zoya melewati Arvin begitu saja. Namun, langkahnya harus terhenti karena lelaki itu memegang pergelangannya.

"Bukan urusanku juga kamu mau ke mana, tapi kalau kamu membuat Bapak, Ibu khawatir dan kepikiran. Maka, semua itu menjadi urusanku."

"Vin, aku bukan anak kecil."

"Justru karena kamu bukan anak kecil. Maka, pikirkan matang-matang apa yang akan kamu perbuat." Arvin menyodorkan kantong plastik berwarna putih dengan logo restoran cepat saji yang dilihat Zoya tadi.

"Ini makananmu. Di rumah nggak ada makanan. Bi Aminah minta cuti."

Melihat Zoya yang diam saja, Arvin melepas pergelangan si gadis dan memaksanya untuk menerima makanan yang dibelinya bersama Adeeva. Setelahnya, lelaki itupun meninggalkan si sulung.

"Tunggu!" cegah Zoya, "aku nggak sudi menerima pemberianmu. Lagian, aku sudah makan. Lain kali, jangan mengecewakan Adeeva dengan membelikan aku makanan saat kalian berduaan."

Bola mata Air bergerak, garis bibirnya sedikit terangkat. Senyum itu  begitu tipis hingga sang lawan bicara tidak menyadarinya.

"Kalau nggak sudi makan, buang saja." Lalu, dia menggumam lirih. "Aku ke restoran itu juga karenamu."

"Apa?" tanya Zoya karena ucapan Arvin tak terdengar.

"Buang saja kalau kamu nggak mau." Secepat mungkin meninggalkan Zoya.

Sepeninggal Arvin, Zoya masuk ke kamarnya. Berniat mandi dan membersihkan diri. Sejak kedatangannya kemarin malam, gadis itu sama sekali belum mandi dengan sempurna.

Selesai mandi, Zoya ke dapur. Sempat berkata bahwa sudah sarapan pada Arvin. Nyatanya, semua itu bohong dan kini perutnya tengah keroncongan. Celingak-celinguk supaya tak dilihat Arvin, cepat Zoya mengambil piring.

"Benar kata Arvin. Di rumah sepi banget nggak ada siapa pun," gumam Zoya. Dia mulai menikmati makanan cepat saji yang dibelikan Arvin. "Kenapa kamu masih ingat sama makanan favoritku di restoran itu padahal aku cuma cerita sekali saja, dulu?"

Seseorang mendekati Zoya tanpa sepengetahuannya. "Katanya nggak sudi makan makanan yang aku belikan, tapi kok sekarang malah dimakan?"

Terkejut dengan suara bas itu, Zoya langsung berdiri. Menoleh pada sumber suara yang sangat dikenalnya.  Oleh karena jarak mereka yang begitu dekat sesuatu pun terjadi.

Zoya membulatkan mata sambil menahan napas beberapa detik.

"Maaf," ucap Arvin. Wajahnya langsung memerah.

Bab terkait

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   7. Sama-sama Malu

    Zoya menunduk, menyembunyikan rona merah yang ada di pipinya. Sementara itu, tak jauh dari tempat mereka berdua, ada Adeeva yang mengepalkan tangannya. "Kenapa bukan aku yang mencium Mas Arvin? Kenapa selalu Zoya dan Zoya lagi," gumam Adeeva, jengkel ketika saudara tirinya selalu mendapat keberuntungan yang bisa mendekatkan diri pada Arvin. "Makanya, jadi cewek nggak usah sok, deh, Mbak. Kalau ketahuan gini, apa nggak malu? Bilangnya nggak sudi Nerima pemberian Mas Arvin, sudah sarapan. Tapi, nyatanya semua itu bohong," sindir Adeeva ketika dia sudah berada di sebelah Zoya. "Sudah ... sudah. Nggak perlu diperdebatkan. Kamu tadi ngomong, mau ngecek gudang beras kita. Ayo, Mas antar. Sekalian Mas juga mau ngecek ke pabrik." Salah tingkah, Arvin malah mengajak Adeeva. Harusnya, sesuai instruksi Sekar lewat chat, dia harus membawa Zoya ke pabrik minuman kemasan milik mereka. "Bagus, sekarang kalian malah terang-terangan menunjukkan kemesraan di depanku. Dasar nggak tahu diri," ump

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   8. Terjadi Lagi

    "Apa, sih, Ay?" Arvin kembali memasang wajah dingin seperti sebelumnya. Ekor mata Zoya berputar. "Kenapa kembali ke mode awal? Apa perkataanku tadi sudah keterlaluan?" ucapnya dalam hati. Keduanya terdiam beberapa saat hingga kendaraan yang ditumpangi berhenti di parkiran. "Turun, Ay," suruh Arvin karena melihat perempuan di sebelahnya terbengong. "Iya ... iya. Aku turun sekarang." Zoya sudah hampir menapakkan kakinya ke tanah. Namun, semua dia urungkan ketika suara Arvin terdengar. "Di dalam, sudah ada Pak Nareswara yang menunggu keputusanmu untuk menandatangani perjanjian kerja sama." Zoya menoleh dengan mata terbuka dan alis yang hampir bertaut. "Gila, ya. Belum juga aku membaca berkas kerja sama sudah suruh menyetujui dan tanda tangan." Mendengkus, Arvin membalas tatapan Zoya lebih sengit. "Bisa, nggak, jangan mengedepankan emosi. Katanya pinter. Masak memahami perkataanku tadi saja, nggak bisa." Arvin turun lebih dulu, lalu berlari ke sisi pintu Zoya. Layaknya perlak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   9. Cemburu apa gimana, sih?

    "Kalian ini nggak ngerti tempat, ya. Mentang-mentang pengantin baru, di kantor malah mesra-mesraan." Seorang lelaki berkemeja biru muda menyilangkan tangan di ambang pintu. Kepalanya geleng-geleng melihat live dua insan yang sejak dulu bersaing itu. "Apa, sih, Bi," sahut Zoya. Dia segera berdiri menjauhi Arvin. "Omonganmu ngawur, Bi," lanjut Arvin, "kamu nyariin aku?" Berusaha setengah mungkin walau jantungnya tengah berpacu. Arvin mengikuti langkah Zoya menuju sofa. Lelaki yang dipanggil Bi tersebut terkikik. Geli sekali melihat tingkah dua orang dewasa di depannya. Dia pun tak bisa berhenti tertawa kecil. "Hasbi!" panggil Zoya, "kalau terus tertawa, aku pecat kamu." Arvin menahan tawanya, perempuan di sebelahnya itu terlihat kesal sekali dengan tingkah sepupunya. Jadi, dia tidak akan menambah kekesalan Zoya. Bisa-bisa si perempuan akan semakin marah nantinya. "Dih, Pakde aja nggak pernah ngomong gitu. Eh, penggantinya malah lebih galak. Salah dikit, langsung pecat." Hasbi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   10. Sengit

    Hah?Takut terjadi hal-hal tak terduga seperti sebelumnya, Zoya memundurkan kursi. Lalu, menatap lawannya. "Ingat, ya, Vin. Aku sudah punya calon suami. Kamu nggak berhak mencampuri urusan pribadiku." Pergi begitu saja meninggalkan Arvin yang menjadi patung, Zoya menghentakkan kakinya. Kesal sekali dengan sikap diktator lelaki itu. "Memangnya dia siapa? Ayah saja nggak pernah kayak tadi. Dia itu cuma anaknya tukang kebun di rumah ini. Berani-beraninya sok kuasa. Apa jadinya kalau aku sampai nikah sama dia tadi," gerutu Zoya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sepeninggal Zoya, Arvin merutuki dirinya sendiri. Kenapa begitu ceroboh hingga membuat Zoya marah. "Dia pasti makin membenciku padahal, sikapnya sudah mulai melunak. Bodoh kamu, Vin," umpatnya pada diri sendiri. Sampai di kamar, Zoya menghubungi Bara kembali. Namun, panggilannya tak terangkat, gadis itu mencoba beberapa kali melakukan panggilan yang terjadi malah nomor Bara tidak aktif. Capek dengan segala aktivitasnya hari

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   11. Perjuangan

    "Sejak kapan kamu kenal Bara?" tanya Zoya, "bertemu saja baru kali ini. Iya, kan, Sayang?" Menatap ke arah Bara. "Iya, aku baru kali ini datang ke kotamu, Sayang." Bara merangkul Zoya di hadapan Arvin dengan tatapan permusuhan. Garis bibir Arvin terangkat sebelah. Satu tangannya dimasukkan ke saku dan mengepal. Lelaki itu menyatukan gigi-giginya dengan kuat. "Oh, ya? Mungkin karena tanggal 19 Juni bulan lalu di hotel Minak Jinggo, aku nggak sempat memberimu ucapan selamat secara langsung. Jadi, kamu nggak tahu siapa aku," ucap Arvin ambigu. Mendongakkan kepalanya menatap sang kekasih, Zoya bertanya melalui tatapan mata. "Nggak tahu maksudnya apa, Sayang. Tanggal 19 Juni, aku ada meeting yang membuat kita membatalkan kencan kita waktu itu. Kamu ingat, kan?" ucap Bara. Suaranya mulai sedikit bergetar. Zoya melepas rangkulan Bara. Tangannya beralih memegang pergelangan sang kekasih. Lalu, gadis itu berjalan menjauhi Arvin. Akan tetapi, sebelumnya dia sempat berkata, "Nggak usah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   12. Haruskah Patah Hati

    "Dari mana kamu mendapatkan semua ini?" tanya Bara. Suaranya keras membahana hingga membuat Sekar dan Zoya tersentak, takut. "Menurutmu?" tanya Arvin, "bukankah kamu memblokir seluruh fotografer untuk mendokumentasikan acara tersebut. Tapi, kamu lupa bahwa aku bisa mendapatkan langsung dari sumbernya karena kamu nggak mungkin menghalanginya." "Nggak mungkin." Bola mata Bara melebar dengan wajah memerah. "Siapa kamu sampai mengenal Kahyang?" "Jadi, perempuan ini namanya Kahyang?" sahut Zoya, Pikirannya langsung tertuju pada perkataan Arvin pagi tadi. "Nggak nyangka kamu tega, Bar." "Apa, sih, Sayang. Aku sama dia itu dijodohkan. Sebentar lagi, kami sepakat untuk memutuskan pertunangan." Bera berusaha menyentuh pergelangan Zoya, tetapi ditolak. "Sebaiknya, kamu pergi dari sini," usir Sekar pada Bara, "lelaki sepertimu, selamanya nggak akan pernah jujur." "Tapi, Bu," bantah Bara. Menatap Zoya, mencari dukungan. "Sayang, aku bisa jelaskan. Bulan depan, aku sama dia sudah selesai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   13. Tentang Hati

    Happy Reading*****"Untuk apa kami harus memberitahu. Kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi," sahut Arsyad. "Pak, tolong. Jangan melepaskan alat itu lagi," pinta Arvin. Dia kembali ingin memasangkan alat pernapasan pada mertuanya. "Tunggu, Vin. Bapak belum selesai bicara. Sebelum anak itu pergi, Bapak nggak akan menggunakan alat ini lagi.""Om, masih saja keras kepala bahkan berani menikahkan Zoya dengan orang lain. Nyata-nyata dirinya sudah aku rusak."Plak ....Lelaki pemilik nama Noval itu mendapat tamparan keras dari Arvin. "Jaga mulutmu, Val. Sebaiknya kamu pergi sekarang sebelum aku benar-benar menghajarmu," ancam Arvin. Zoya menatap benci pada lelaki yang berstatus sebagai sepupunya itu. "Apa belum cukup kamu menyakitiku, Val? Sekarang, kamu ingin menghancurkan pernikahanku?"Noval mendengkus. "Kalau bukan karena iming-iming harta yang dijanjikan Om Arsyad. Mana mungkin Arvin mau menikahimu, Ay.""Jaga ucapanmu, Mas Noval. Keluarga saya memang miskin, nggak bisa dibandi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   14. Panggilan Sayang

    Happy Reading*****Zoya kembali menundukkan padangan. Tak sanggup menatap mata Arvin yang menuntut jawabannya. Arvin sendiri begitu gemas dengan reaksi sang istri. "Kalau aku memang nggak pernah ada di hatimu, maka aku akan berjuang sangat keras supaya hanya aku yang merajai hatimu." Arvin mengangkat tangan sang istri, lalu mengecupnya hingga menimbulkan bunyi yang membuat Zoya membulatkan mata. "Vin," panggil perempuan itu. Rona pipinya bersemu merah. "Kenapa? Malu?" tanya Arvin yang dibalas anggukan oleh Zoya. "Kita sudah sah sebagai pasangan, jadi hal-hal seperti ini harus dibiasakan.""Vin, apa kamu nggak menyesal?""Menyesal gimana? Kalau aku nggak menikah denganmu, selamanya aku nggak akan menikah."Zoya langsung membekap mulut suami. "Jangan katakan hal-hal buruk," ucapnya, "aku cuma nggak mau kamu menyesal dengan keputusanmu ini. Bukankah ada Adeeva yang jauh lebih baik dan dia terlihat sangat mencintaimu."Arvin tersenyum miring. "Jangan katakan kalau kamu cemburu dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16

Bab terbaru

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   42. Kebahagiaan Sebenarnya

    Happy Reading*****Zoya berbalik akan segera berlari menjauhi sang suami. Namun, Arvin sudah memegang pergelangan tangannya terlebih dan mendekapnya sehingga Zoya cuma bisa tertawa."Puas, ya, ngerjain Mas kayak gini?" Menciumi seluruh wajah dan kepala sang istri. Zoya tertawa lepas. Setelah banyaknya kejadian tidak mengenakkan yang terjadi akhir-akhir ini, sekarang dia mendapatkan kebahagiaan. Pernikahan yang awalnya membuat ragu kini akan berubah menjadi keluarga kecil yang Insya Allah membahagiakan. "Mas, sih. Mukanya tegang gitu padahal yang over thinking sebelumnya adalah aku. Kenapa berubah nggak yakin setelah melihatku tadi?" Kedua tangan Zoya menangkup pipi Arvin membuat bibir lelaki itu monyong. Arvin berusaha tersenyum, tetapi kesulitan karena kedua tangan Zoya. Akhirnya, lelaki itu hanya memandang sang istri lekat sambil membayangkan ketika dulu Zoya sering sinis dan marah-marah tidak jelas padanya. Walau lelaki itu sudah berusaha menjelaskan dan bertanya kenapa sikap

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   41. Overthinking

    Happy Reading*****Zoya beranjak meninggalkan Arvin. Kakinya menghentak keras karena kesal. "Katanya cinta, cuma diminta tolong gitu saja nggak mau," gerutunya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sebagai lelaki yang cukup peka dengan sikap istrinya, Arvin menyusul wanita yang sudah dia cintai sejak dulu itu. Sebelum sampai di kamar dan membuka pintu, pergelangan Zoya dipegang. "Jangan marah dulu, dong, Sayang. Bukannya Mas nggak mau beliin mangga muda, tapi Mas penasaran sama sikapmu sekarang. Kamu nggak pengen periksa ke dokter?""Aku nggak sakit, ya. Ngapain periksa?" Zoya menyilangkan tangannya. Bibirnya mengerucut dan tatapan matanya semakin jengkel pada sang suami. Menghela napas sambil mengelus dada, Arvin meletakkan tangannya ke pundak sang istri. "Ke dokter bukan cuma sakit saja, kan? Kamu nggak kepikiran aneh padahal sudah hampir dua bulan nggak datang bulan. Minimal, kamu tes mandiri deh, Sayang." Saat itulah kening Zoya berkerut. Entah mengapa beberapa bulan ini, dia tid

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   40. Merajuk

    Happy Reading*****"Ibu," teriak Hasbi. Lelaki itu segera merangkul perempuan yang telah melahirkannya dan berteriak untuk memanggil Ambulance.Sementara Arvin, mencengkeram kuat leher Noval. Dia juga melayangkan bogem dengan sekuat tenaga. Polisi langsung mengamankan lelaki yang telah melukai ibunya Hasbi tersebut. Namun, lelaki itu terus memberontak hingga satu pukulan kembali melayang padanya. "Dasar manusia jahat. Masih saja ingin melawan. Kamu mau membusuk di penjara seumur hidup?" bentak Arvin."Aku bersumpah nggak akan mati sebelum menghabisi kalian semua. Nggak usah mimpi, Vin," umpat Noval. "Menyerahlah sebelum kami melakukan tindakan lebih buruk dari ini." Polisi memukul kaki Noval, mengurangi pergerakannya.Sementara itu, Zoya terpaku melihat tantenya bersimbah darah di pelukan Hasbi. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. "Bi, gimana kalau tante ....""Sstt. Berdoa yang baik-baik saja." Hasbi langsung menggendong ibunya kelur dari ruang meeting. Di luar, ambulance s

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   39. Korban

    Happy Reading*****"Om, jangan bertindak gegabah. Njenengan itu sudah menjadi buronan polisi saat ini. Kalau sampai Mbak Zoya terluka, hukuman yang didapat nggak main-main. Kemungkinan besar, Om Sano akan membusuk di penjara," peringat Hasbi. Dia bergerak pelan untuk menyelamatkan saudaranya."Diam, Bi. Jangan ikut campur. Kalau kamu bergerak lagi. Aku benar-benar akan menghabisinya," ancam Sano. Pisau yang dia acungkan ke leher Zoya menempel erat di kulit. Di belakang lelaki paruh baya itu sudah ada Noval dan lelaki yang paling dibenci Hasbi. Suami ibunya itu membawa serta perempuan yang telah melahirkan Hasbi. "Jangan ikut campur kalau nggak mau nyawa ibumu melayang," peringat Noval. Lalu, dia menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Sebaiknya, kalian juga diam. Jangan ada yang berani bergerak untuk menghubungi polisi kalau nggak mau nyawa melayang."Noval melemparkan map berwarna hitam ke meja meeting. "Silakan kalian tanda tangani berkas itu. Setelahnya, kalian bisa pergi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   38. Tertangkap

    Happy Reading*****"Jika laporan rugi laba ini benar, kenapa pihak-pihak yang bekerja sama dengan kita masih komplain? Para karyawan juga banyak yang mengeluh jika Zoya membiarkan masalah itu terus berlanjut," tanya Sekar. "Benar. Ketika saya mengadakan sidak beberapa waktu lalu, salah satu karyawan sempat mengatakan bahwa kamu nggak mengambil tindakan apa pun. Cuma menyortir bahan amentah yang ada di frezer gudang. Selebihnya, kamu nggak amengambil tindakan apa pun," kata salah satu pemilik modal."Pasti yang bapak tanyai adalah karyawan dengan posisi pekerja biasa atau pelaksana. Coba njenengan tanya pada semua jajaran presidium yang ada di pabrik ini. Bagaimana Mbak Zoya dan saya berusaha mengatasi masalah yang ada tanpa bantuan siapa pun. Kami malah mendapat intimidasi dari beberapa orang tak dikenal," terang Hasbi. Zoya berdiri, menetap semua orang yang hadir penuh selidik. "Saya tahu, ada seseorang dari njenengan-njenengan ini yang nggak mau saya berada di posisi sekarang. Se

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   37. Masuk Perangkap

    Happy Reading*****Arvin menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Kalau kita nggak menyembunyikannya. Aku takut, apa yang mereka rencanakan akan jauh lebih besar lagi. Bukan nggak mungkin kalau nyawamu juga menjadi incaran mereka," ucapnya pada sang istri. Diam, semua orang yang ada di ruang perawatan itu mencoba berpikir dan menimbang ide yang dikemukakan Arvin."Mereka itu orang yang berpikiran sempit. Kita nggak bisa menjamin jika mereka nggak merencanakan semua itu apalagi selama ini rencana-rencana yang disusun selalu gagal. Bu, Pak, aku nggak bisa mengambil resiko jika sampai mereka benar-benar menargetkan kematian Zoya.""Sepertinya, apa yang dikatakan Mas Arvin benar. Ada baiknya kita mengikuti permainan mereka. Mungkin dengan jalan ini, kita bisa mengetahui keberadaan Om Sano dan Noval. Jika orang yang dianggap penghalang sudah nggak ada, bisa dipastikan keduanya akan muncul," tambah Hasbi yang merasa ide sang ipar bisa dijalankan.Terdengar tarikan napas Zoya, dia m

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   36. Gagal Total

    Happy Reading*****"Mbak, ada apa sama Mas Arvin?" tanya Hasbi ikut panik seperti Zoya. "Nggak tahu, Bi. Antar Mbak ke rumah sakit. Mbak takut nggak fokus nyetir kalau ke sana sendiri." Membereskan berkas yang ada di hadapannya. Zoya berdiri, lalu melempar kunci mobil tanpa menunggu jawaban Hasbi."Istighfar, Mbak," pinta Hasbi. "Kita nggak punya waktu banyak, Bi. Suara Bapak di telpon seperti orang yang ketakutan.""Ayo, cepat ke rumah sakit." Setengah berlari keduanya menuju parkiran. Tak sedikit orang yang berpapasan dengan keduanya bertanya, tetapi tidak dijawab. Hasbi melakukan kendaraan dengan cepat menuju rumah sakit. Walau beberapa pengendara lain sempat memperingatkannya dengan mengklakson bahkan kadang ada yang mengumpat langsung karena cara berkendaranya yang ugal-ugalan. Namun, Hasbi tak mengindahkannya hingga lima menit kemudian mereka sampai di gerbang rumah sakit."Mbak turun dulu. Biar aku nyari tempat parkir." Mobil yang mereka kendarai sudah ada di depan loket

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   35. Runyam

    Happy Reading*****Pulang dari rumah tua, Sekar dan Adeeva mampir ke tempat orang yang sudah disebutkan Noval. Mereka akan meminta bantuan pada lelaki tersebut. Bintang keberuntungan berpihak pada keduanya. Lelaki yang dicari tengah duduk di teras rumah."Untungnya kamu ada di rumah, Rim," ucap Sekar menyapa lelaki berbadan dempak dengan jambang lebat."Tumben. Ada keperluan apa mencariku?" Lelaki yang tak lain adalah suami kedua ibunya Hasbi itu menatap dua perempuan di depannya dengan tatapan menyelidik."Ada hal yang perlu kita bicarakan," jawab Sekar."Kayaknya hidup Om Karim sangat santai dan tenang. Sore gini sudah duduk di teras rumah menikamati senja," tambah Adeeva.Lelaki itu terkekeh. "Nggak semua yang kamu lihat adalah kebenarannya. Terkadang, orang yang terlihat paling santai adalah orang yang paling ruwet pemikirannya," jawabnya. Lalu, lelaki itu menatap Sekar. "Bagaimana kabar Sano?""Buruk. Dia dalam pengawasan polisi. Oleh karena itulah aku datang menemuimu. Dia memi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   34. Rencana Busuk Sekar

    Happy Reading*****"Jangan salah paham, Mas. Kami bermaksud baik," sahut Ashari."Benar, Mas Hasbi. Coba njenengan lihat keadaan Mbak Zoya sekarang. Apakah tega terus-terusn melihatnya seperti itu?" tambah Maryam, "Ibu sama Bapak cuma ingin yang terbaik.Hasbi memandang Zoya, lalu menatap kedua orang tua Arvin. Kemarahan yang semula mulai hadir kini perlahan mereda. Lelaki itu mencoba menempatkan dirinya pada posisi orang-orang tersebut. "Gini, lho, Bu, Pak. Coba njenengan pikirkan lagi, apa yang akan Mas Arvin rasakan jika dia terbangun nanti. Dia sudah menunggu Mbak Zoya lama sekali, lho. Mbak Zoya sendiri pastinya nggak akan mau meninggalkan suaminya dalam keadaan seperti ini," jelas Hasbi."Tapi, Mas. Coba njenengan bayangkan, sudah sebulan lebih nggak ada perkembangan pada Arvin. Ibu sama Bapak nggak tega melihat Mbak Zoya terus-terusan seperti ini." Maryam mulai menitikkan air mata."Biarlah, jika dia bangun nanti kami yang akan menjelaskan," tambah Ashari.Hasbi menggelengka

DMCA.com Protection Status