Malam itu langit begitu indah, tampak bulan menampakkan wajahnya penuh di langit ditemani para bintang-bintang yang kelap-kelip.Dalam keadaan cahaya yang remang-remang, Yola berjalan menuju kamar dan langsung menjatuhkan dirinya di ranjang. Tangannya meraba-raba mencari tubuh sang suami. Ketika menemukan tubuh itu, dia langsung memeluknya, akan tetapi dia merasa aneh dengan aroma tubuh sang suami dan kenapa dia telanjang dada?"Tumben dia tidur telanjang dada? Biasanya jika dia seperti ini pasti akan minta jatah. Apalagi aroma tubuhnya juga sangat berbeda," ucap Yola dengan lirih. "Tapi maaf, aku capek dan sedang tidak bernafsu!" tangannya masih meraba-raba dada bidang itu, membuat yang empunya dada bidang itu terbangun."Kak ipar, kenapa memelukku dan meraba-raba dadaku?" Sebuah suara serak-serak basah itu mengagetkan Yola.Alangkah terkejutnya ketika Yola sadar. Matanya membulat sempurna."Hei ... Marjuki, kenapa kau tidur di kamarku?" pekik Yola yang langsung mendorong tubuh Juki
Siang yang begitu panas, teriknya sangat menusuk kulit. Jimmy dan Juki, kedua bocah tengil yang baru saja mendapatkan siraman rohani dari Kakak iparnya itu seperti biasa melakukan rutinitasnya yaitu mager alias rebahan di lantai yang hanya beralaskan karpet. Kedua bocah tengil tersebut terlihat sibuk main game dengan beberapa cemilan di samping tubuh mereka masing-masing.Yola menuruni anak tangga, hari itu dia berniat akan pergi ke pasar untuk membeli sayur-mayur dan bumbu dapur."Kak Ipar, mau ke mana?" tanya si bantet."Mau ke pasar, kenapa?" tanyanya balik."Ikut boleh?" tanya bantet lagi."Kita berdua ikut ya, Kak? Biar bisa menjaga Kak Ipar. Nanti jika terjadi apa-apa dengan Kak Ipar, kita berdua yang kenal omel Kak Jin," jelas si bontot dengan mulut manyunnya."Hmm ... betul sekali, Kak," timpal Jimmy."Iya ... kalian boleh ikut, tapi dengan satu catatan jangan rewel. Oke," pinta Yola."Rewel? Memangnya kita berdua bayi, Kak?" cicit Juki."Elu yang masih bayi, Juk," sahut Jimmy
Mereka berdua saling berhadapan dan menempelkan telinga mereka di daun pintu kamar yang berwarna pink itu. Namun, tidak ada suara atau aktivitas sama sekali di dalam kamar."Kau mendengar sesuatu tidak?" tanya Jimmy."Ho'oh ... aku mendengar suara sesuatu." jawabnya."Serius? Memang kau mendengar suara apa?" tanya Jimmy kepo karena dia sama sekali tidak mendengar suara apa-apa."Jangkrik bos," jawab Juki."Kalau ngomong yang benar." Jimmy menjitak kepala Juki."Lah memang benar. Aku cuma mendengar suara kriik ... kriik ... kriik ...," jawabnya."Kok aku tidak dengar suara apa-apa ya," ujar Jimmy."Iya lah dodol. Bagaimana bisa mendengarkan suara, jika headset masih nangkring di telinga lu." Juki menarik headseat di telinga Jimmy."Kenapa gue jadi bego banget," umpat Jimmy pada dirinya sendiri."Baru nyadar ya?" ujar Juki.Sudah bisa ditebak, pasti ada percekcokan sedikit di antara mereka berdua."Sstt!" Jimmy memberi kode."Lu juga jangan berisik," ujar Juki lirih..10 menit kemudian
Hari itu cuaca sangat panas, Yola tampak memakai tengtop dan celana pendek. HerJinot, sang suami yang melihat hal itu langsung cerewetnya kumat, auto ngerap."Hei ... hei, ganti ... ganti tengtopnya!" teriaknya pada sang istri."Kau ini kenapa sih cerewet sekali?" sahut sang istri."Pakai pakaian yang benar. Mana tidak memakai kacamata juga. Itu bola bekel mu menonjol, minta ditimpuk pakai bibir ya kau ini," pekik Jin."Aku gerah sekali," sahut Yola lagi."Jika kau ingin memakai pakaian seperti itu, pergilah ke kamar dan nyalakan AC saja," pinta Jin."Kau juga pakai oblongan," lirik Yola sinis."Aku denganmu jelas berbeda, oneng," hardik Jin. "Sana ... sana ... masuk ke amar, huss ... huss ...," imbuhnya."Apaan sih? Memangnya aku ini bebek." Yola balik ngomel-ngomel. "Masuk ke kamar justru makin gerah," lanjut Yola."AC nya dinyalakan, Saodah." "AC ... AC. AC-nya rusak dodol," kesal Yola."Masa sih AC-nya rusak?" tanya HerJinot."Jika AC di rumah ini tidak rusak, kedua bocah tengil
Siang menjelang sore, tapi cuaca masih begitu panas. Yola masih asyik bermain selang air di taman, sedangkan kedua bocah tengil adik-adiknya itu juga masih keasyikkan di kolam."Kak ipar, sini gabung bersama kita," ajak si bontot."Tidak, terima kasih," jawabnya. Yola menoleh ke arah kolam, kedua bocah itu tampak kelihatan sangat menikmati bermain air. "Bahagia sekali hidup kedua bocah-bocah itu," beo Yola sambil tersenyum.Berbanding terbalik dengan Jin yang sama sekali tidak mau keluar dari rumah takut kulitnya gosong terkena sengatan sinar matahari."Lecek dan kotor sudah kaos kesayanganku," dengkus Jin yang melihat istrinya memakai kaos kesayangannya hanya untuk bermain-main di taman. "Mana nih orangnya, katanya mau langsung datang ke rumah," timpalnya lagi melihat ke arah jam dinding. "Jika tidak diperbaiki hari ini juga, bisa-bisa keenakan istriku yang setiap waktu bisa melihat pemandangan gratis roti sobek dari kedua bocah tengil itu." Jin mendengkus sekali lagi.Tiga puluh men
Malam yang tadinya terasa dingin. Ttiba-tiba ... mendadak ... terasa fanas, tubuh mereka berdua basah karena keringat.Mereka berdua sudah seperti cacing kepanasan, menggeliat sana sini tidak karuan. Bahkan pakaian pun sudah mereka tanggalkan. Sprei pun sudah tidak beraturan.AC yang tadinya sudah diperbaiki mendadak rusak lagi. Otomatis seluruh penghuni rumah merasakan kepanasan."Kenapa bisa rusak lagi?" gerutu Jin yang mulai bingung."Tanya temanmu yang tadi siang datang. Sebenarnya dia bisa memperbaiki AC atau tidak? Jangan-jangan dia cuma tukang reparasi abal-abal. Terima bongkar barang, tapi tidak terima pasang," lirik Yola yang mulai menipas-nipaskan telapak tangannya."Bawel sekali kau ini, Saodah.""Apa? Mau ngajak ribut?" "Iya ... iya, nanti aku telepon lagi itu si Tetet Markutet." HerJinot meraih ponselnya dan menekan nomor yang akan dituju.Tuut ... tuut ... tuut ...."Hallo ...." Suara dari seberang."Tet, anak buahmu itu sebenarnya bisa memperbaiki AC atau tidak? Kenapa
Yola ngedumel sendiri di taman. Dia membereskan vas yang pecah karena di tabrak sebuah mobil yang tidak bertanggung jawab.Sementara Jin kali ini memesan makanan cepat saji, karena orang rumah belum memasak dan kebetulan stok cemilan habis karena kelakuan kedua adiknya yang doyan banget nyemil tapi body-nya tetap body goal.Selang sepuluh menit kemudian, seorang delivery-man memasuki halaman istana pink memakai motor matic warna merah. Pemuda itu memarkirkan motornya tidak jauh dari rumah Jin.Lagi dan lagi, untuk ketiga kalinya para laki-laki yang datang ke istana pink itu selalu gagal fokus ketika melihat Yola. Bagaikan bidadari yang kecebur di kolam, kaos yang Yola kenakan basah sehingga dia terlihat sangat seksi.'Tumben ada cewek seksi di rumah ini,' batin pemuda berkulit putih susu itu.Agus Daniswara nama pemuda itu. Agus Daniswara pemilik restoran ternama di Jekardah. Pemuda itu terus berjalan sambil memperhatikan Yola hingga masuk ke rumah pink."Nah pesanan kita sudah datang
Tiingg ... Tiingg ...Tiinggg ....Suara kode untuk makan malam dari Bibi Im sudah berbunyi. Jimmy dan Juki berjalan beriringan. Namun, langkah Jimmy berhenti di depan kamar Jin yang agak sedikit terbuka. Sayup-sayup dia mendengarkan sesuatu dari dalam kamar sang Kakak. Juki yang menyadarinya ikut menghentikan langkahnya dan kembali mundur ke belakang."Kau mendengarnya atau tidak?" tanya Jimmy lirih."Sedikit tapi tidak begitu jelas," ucap Juki lirih. Keduanya semakin mendekat ke arah pintu kamar Jin.."Kau bisa diam tidak mbeb. Aku susah memasukkannya.""Pelan-pelan, ih. Sakit ini.""Iya ... bawel. Ini sudah pelan-pelan."."Kak Jin jam segini sedang main apa di dalam kamar?" tanya Juki menatap Jimmy."Kakakmu itu sedang main anaconda," jawab Jimmy."Anaconda punya Kak Jin." Juki menunjuk pintu kamar Jin. "Punyaku ular phyton." Juki menunjuk dirinya sendiri. "Punyamu ular cobra," lanjutnya menunjuk Jimmy. "Terus Kak Yola apa dong?" Juki memegang dagunya."Kak Yola emaknya," sahut Ji