Malam semakin larut. Sepasang mata masih terbuka lebar, mata itu memandang langit-langit kamar. Dia terus-menerus berganti posisi di atas ranjang, membalikkan badannya ke kiri dan ke kanan. Entah apa yang merasukinya, sehingga dia tidak merasa nyaman malam itu."Kau ini mengganggu tidur nyenyak ku saja," protes Jin. Pria itu merasa terganggu dengan goncangan di ranjang saat Yola terus-menerus bergerak. Yola hanya merespons dengan membalikkan badannya memunggungi sang suami. "Kenapa? Tidak bisa tidur?" tanyanya lagi. Jin melepas kaos yang melekat di tubuhnya, kemudian dia merebahkan tubuhnya kembali ke ranjang. "Kemari lah. Mendekat lah ke tubuhku, mumpung ketek ku nganggur nih," ucap Jin. Yola masih diam tidak merespons. "Baiklah. Jika kau tidak mau, aku akan memakai kaos ku kembali," ujarnya. Tiba-tiba Yola langsung menggelindingkan tubuhnya ke arah Jin. Memeluk tubuh kang wor wet hensem itu dan menenggelamkan kepalanya di ketek sang suami. Tidak butuh waktu lama, dia pun langsung te
Mentari pagi menyusup ke cela-cela jendela. Burung-burung berkicau ria menyambut datangnya pagi. Tampak seorang wanita memegang kemoceng di ruang keluarga. Membersihkan bingkai-bingkai foto hingga dia berhenti lama memandangi sebuah foto."Kak ipar, kenapa memandangi foto itu dari tadi?" kata Juki membuat Jimmy langsung memalingkan mukanya ke arah Yola."Mungkin dia merindukan keluarganya," ujar Jimmy."Ah ... benar. Sejak menikah dengan Kak Jin, kak ipar sama sekali tidak pernah cerita soal keluarganya," celetuk Juki yang membuat Jin menjadi penasaran juga."Apa kau merindukan orang tuamu?" Jin akhirnya angkat bicara membuat Yola kaget. "Apa kau ingin menemui orang tuamu? Aku akan mengantarmu," lanjutnya. "Atau kau ingin foto keluarga?" tanya Jin. Yola pun memandang suaminya itu."Orang tua? Aku bahkan tidak pernah tahu wajah kedua orang tuaku seperti apa. Aku tidak punya keluarga," ucapnya murung dan terlihat sedih.Ucapan Yola baru saja sontak membuat Jin yang sedang duduk memainkan
Suasana pulau seribu hari itu sangat indah. Kedua pasutri gaje ini tengah menikmati sarapan paginya. Namun, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan kehadiran empat ekor benalu."Hei ... HerJinot Adiwangsa," teriak seorang pria. Teriakan itu membuat Jin dan istrinya menoleh ke arah suara itu berasal. Agus Daniswara, Juni Prasetya, Hobi Gumintang, dan Tetet Markutet ternyata juga sedang berada di Pulau Seribu."Kenapa mereka ada di sini?" Yola tampak kesal menatap Jin. Kang wor wet hensem menangkap atensi yang tidak suka dari perubahan wajah sang istri. Keempat pria itu pun mendekati Jin dan Yola."Wah, kalian berdua sedang apa di pulau ini?" kata Juni antusias."Bulan madu lah, Jun," Si Tetet menyerobot bicara saat Agus hendak membuka mulutnya."Yang jelas mereka berdua akan nyicil telinga dan hidung di sini," celetuk Agus."Lembur semalam dong," ledek Hobi sambil nyengir kuda."Kalian juga sedang apa di sini?" tanya Jin."Kita semua ke sini mau cari awewe," ceplos Tetet."Betul sekali. Car
Suasana romantis kedua pasutri dipagi hari itu gagal total gara-gara tamu tak undang. Jin bergegas membuka pintu."Apa kedatangan kita mengganggu kalian berdua?" ujar Tetet yang melihat keadaan Jin masih berantakan. Kepala Juni langsung melongok ke dalam kamar."Kalian berdua baru ehek ... ehek ... ahak ... ahak ... ya?" ujar Juni yang melihat Yola di dalam baru selesai memakai baju."Kalian ada apa pagi-pagi sudah bertamu ke kamar orang." Jin kesal."Hari ini ulang tahunnya Agus. Apa kau dan istrimu akan ikut bergabung bersama dengan kami?" tanya Hobi. Jin melirik Yola di dalam."Nanti aku akan menyusul. Kalian pergilah terlebih dahulu," jawab Jin."Oke, kami tunggu di bawah," sahut Tetet.Jin langsung menutup pintunya kembali, dia segera mendekati istrinya."Apa kau ingin ikut bergabung dengan mereka?" tanya Jin."Hmm ... boleh. Walaupun mereka sangat menyebalkan tapi karena mereka adalah sahabat-saha
Pagi yang cerah, hangatnya sinar mentari pagi yang menyinari bumi. Sinarnya menyeruak masuk di cela-cela jendela, menyentuh lembut kulit putih seorang wanita yang sedang terbaring di ranjang. Berlahan dia membuka kelopak matanya, pertama yang dilihatnya adalah wajah sang suami kang wor wet hensem yang masih tertidur pulas dengan posisi tangannya memeluk tubuhnya."Apakah dia Vampire?" ucapnya pelan memandang wajah suaminya dengan seksama. "Kenapa dia begitu tamvan?" Tangan Yola bergerak membelai wajah suaminya dengan lembut. Namun, tiba-tiba Jin dengan mata masih tertutup bergerak mencium bibir istrinya dan itu membuat sang istri kaget dan malu. "Hiyaaa ... apa-apaan kau ini, main nyosor seenaknya," respons Yola bangkit dari baringnya."Kenapa? Ada yang salah?" ucap Jin ikut bangkit dari baringnya."Eng-enggak," kata Yola gugup."Kenapa mukamu jadi merah seperti tomat?" Jin terkekeh-kekeh."Iya kah?" Yola memegang pipinya."Apa aku memang terlihat tamvan?""Memangnya tadi aku bilang ap
Kehamilan istri kang wor wet hensem di sambut suka cita oleh keluarga Adiwangsa. Namun, bagi Yola ini adalah pengalaman pertamanya. Kehamilannya membuat dia seketika tidak berdaya. Yola sering merasa pusing, perutnya terasa tidak enak, mual-mual, membuat semua aktivitasnya terhambat. Yola makin terlihat lebih manja pada suaminya. Setiap makan nasi dia selalu muntah.Pagi itu Jimmy dan Juki sudah siap di meja makan, sarapan pun sudah tersedia di atas meja lengkap dengan segelas susu di masing-masing tempat. "Kak Jin di mana?" tanya si bontot pada bantet."Mungkin sedang ada di kamar bersama Kak ipar," jawab si bantet."Kak ipar sakit lagi ya?" Juki sibuk nyemil snack."Maybe!" Jimmy sibuk main ponsel."Kenapa kalian berdua belum berangkat?" tanya Bibi Im yang baru turun dari lantai dua."Sedang menunggu Kak Jin, Bi," sahut si bontot."Jika Kak Jin sibuk, kita berangkat naik apa?" kata bantet yang masih sibuk main hape."Lu kenapa b-o-d-o-h sekali sih." "Ngajak gelut nih bocah pagi-pa
Awal kehamilan Yola membuatnya berubah total menjadi sangat manja pada suaminya, Mas Ganteng atau alias Kang Wor Wet Hensem. Hingga membuat kang wor wet hensem harus sabar betul menghadapi Yola, sang istri.Pasutri gaje yang dulunya selalu ribut, sekarang menjadi akur. Sebagai gantinya kini, Jimmy dan Juki lah yang selalu ribut."Jim, penghapus ku mana?" tanya Juki."Aku mana pernah pegang penghapus mu, Kook," jawab Jimmy."Bukannya kemarin kau pakai buat main ular tangga?""Iyakah? Kenapa aku lupa?" elak Jimmy."Buruan mana penghapus ku? PR ku banyak nih," kata Juki memaksa Jimmy."Elu yang banyak PR, bukan gue ini." Jimmy sibuk main game."Ah, elu memang suka mancing emosi gue.""Lama-lama gue ajakin adu panco lu, Kook.""Hayuk lah. Sini ... sok atuh." Juki menggulung lengan bajunya ke atas dan memperlihatkan otot bisepnya. "Kalau hanya adu panco mah kecil bagi gue, Jim," sambung Juki."Bodohnya gue. Kenapa gue jadi salah ucap." Jimmy menepuk jidatnya."Sok atuh. Kakak jadi wasitnya.
Malam belum begitu larut, waktu masih menunjukkan jam 10 waktu setempat."Tidak bisa tidur saja dirimu sudah mutar-mutar seperti gangsing begitu," celoteh suaminya. "Kau mau ini 'kan?" Jin membaringkan tubuhnya lagi di ranjang. Mendapat kode dari sang suami, Yola menggelindingkan tubuhnya dan menempelkannya pada tubuh Jin. "Apakah harus seperti ini? Jika tidak bisa tidur ngedusel-dusel ke ketekku," celetuk Jin. Sang istri mendongakkan kepalanya dan hanya menatap suaminya kemudian tersenyum senang dan kembali menduselkan mukanya ke ketek. "Yaelah kenapa dia malah cengar-cengir begitu." Lagi dan lagi Jin ngedumel sendiri. Namun, dalam batinnya dia juga begitu senang melihat tingkah laku istrinya yang sangat manja sejak dia hamil. "Aku lebih suka melihatmu seperti ini. Dari pada harus melihatmu ngomel-ngomel tidak jelas," ucapnya dan Yola semakin mengencangkan rengkuhan tangannya. "Tidak perlu kencang-kencang seperti itu. Aku juga tidak akan pergi ke mana-mana. Kau cium saja k