Suasana romantis kedua pasutri dipagi hari itu gagal total gara-gara tamu tak undang. Jin bergegas membuka pintu.
"Apa kedatangan kita mengganggu kalian berdua?" ujar Tetet yang melihat keadaan Jin masih berantakan. Kepala Juni langsung melongok ke dalam kamar."Kalian berdua baru ehek ... ehek ... ahak ... ahak ... ya?" ujar Juni yang melihat Yola di dalam baru selesai memakai baju."Kalian ada apa pagi-pagi sudah bertamu ke kamar orang." Jin kesal."Hari ini ulang tahunnya Agus. Apa kau dan istrimu akan ikut bergabung bersama dengan kami?" tanya Hobi. Jin melirik Yola di dalam."Nanti aku akan menyusul. Kalian pergilah terlebih dahulu," jawab Jin."Oke, kami tunggu di bawah," sahut Tetet.Jin langsung menutup pintunya kembali, dia segera mendekati istrinya."Apa kau ingin ikut bergabung dengan mereka?" tanya Jin."Hmm ... boleh. Walaupun mereka sangat menyebalkan tapi karena mereka adalah sahabat-sahaPagi yang cerah, hangatnya sinar mentari pagi yang menyinari bumi. Sinarnya menyeruak masuk di cela-cela jendela, menyentuh lembut kulit putih seorang wanita yang sedang terbaring di ranjang. Berlahan dia membuka kelopak matanya, pertama yang dilihatnya adalah wajah sang suami kang wor wet hensem yang masih tertidur pulas dengan posisi tangannya memeluk tubuhnya."Apakah dia Vampire?" ucapnya pelan memandang wajah suaminya dengan seksama. "Kenapa dia begitu tamvan?" Tangan Yola bergerak membelai wajah suaminya dengan lembut. Namun, tiba-tiba Jin dengan mata masih tertutup bergerak mencium bibir istrinya dan itu membuat sang istri kaget dan malu. "Hiyaaa ... apa-apaan kau ini, main nyosor seenaknya," respons Yola bangkit dari baringnya."Kenapa? Ada yang salah?" ucap Jin ikut bangkit dari baringnya."Eng-enggak," kata Yola gugup."Kenapa mukamu jadi merah seperti tomat?" Jin terkekeh-kekeh."Iya kah?" Yola memegang pipinya."Apa aku memang terlihat tamvan?""Memangnya tadi aku bilang ap
Kehamilan istri kang wor wet hensem di sambut suka cita oleh keluarga Adiwangsa. Namun, bagi Yola ini adalah pengalaman pertamanya. Kehamilannya membuat dia seketika tidak berdaya. Yola sering merasa pusing, perutnya terasa tidak enak, mual-mual, membuat semua aktivitasnya terhambat. Yola makin terlihat lebih manja pada suaminya. Setiap makan nasi dia selalu muntah.Pagi itu Jimmy dan Juki sudah siap di meja makan, sarapan pun sudah tersedia di atas meja lengkap dengan segelas susu di masing-masing tempat. "Kak Jin di mana?" tanya si bontot pada bantet."Mungkin sedang ada di kamar bersama Kak ipar," jawab si bantet."Kak ipar sakit lagi ya?" Juki sibuk nyemil snack."Maybe!" Jimmy sibuk main ponsel."Kenapa kalian berdua belum berangkat?" tanya Bibi Im yang baru turun dari lantai dua."Sedang menunggu Kak Jin, Bi," sahut si bontot."Jika Kak Jin sibuk, kita berangkat naik apa?" kata bantet yang masih sibuk main hape."Lu kenapa b-o-d-o-h sekali sih." "Ngajak gelut nih bocah pagi-pa
Awal kehamilan Yola membuatnya berubah total menjadi sangat manja pada suaminya, Mas Ganteng atau alias Kang Wor Wet Hensem. Hingga membuat kang wor wet hensem harus sabar betul menghadapi Yola, sang istri.Pasutri gaje yang dulunya selalu ribut, sekarang menjadi akur. Sebagai gantinya kini, Jimmy dan Juki lah yang selalu ribut."Jim, penghapus ku mana?" tanya Juki."Aku mana pernah pegang penghapus mu, Kook," jawab Jimmy."Bukannya kemarin kau pakai buat main ular tangga?""Iyakah? Kenapa aku lupa?" elak Jimmy."Buruan mana penghapus ku? PR ku banyak nih," kata Juki memaksa Jimmy."Elu yang banyak PR, bukan gue ini." Jimmy sibuk main game."Ah, elu memang suka mancing emosi gue.""Lama-lama gue ajakin adu panco lu, Kook.""Hayuk lah. Sini ... sok atuh." Juki menggulung lengan bajunya ke atas dan memperlihatkan otot bisepnya. "Kalau hanya adu panco mah kecil bagi gue, Jim," sambung Juki."Bodohnya gue. Kenapa gue jadi salah ucap." Jimmy menepuk jidatnya."Sok atuh. Kakak jadi wasitnya.
Malam belum begitu larut, waktu masih menunjukkan jam 10 waktu setempat."Tidak bisa tidur saja dirimu sudah mutar-mutar seperti gangsing begitu," celoteh suaminya. "Kau mau ini 'kan?" Jin membaringkan tubuhnya lagi di ranjang. Mendapat kode dari sang suami, Yola menggelindingkan tubuhnya dan menempelkannya pada tubuh Jin. "Apakah harus seperti ini? Jika tidak bisa tidur ngedusel-dusel ke ketekku," celetuk Jin. Sang istri mendongakkan kepalanya dan hanya menatap suaminya kemudian tersenyum senang dan kembali menduselkan mukanya ke ketek. "Yaelah kenapa dia malah cengar-cengir begitu." Lagi dan lagi Jin ngedumel sendiri. Namun, dalam batinnya dia juga begitu senang melihat tingkah laku istrinya yang sangat manja sejak dia hamil. "Aku lebih suka melihatmu seperti ini. Dari pada harus melihatmu ngomel-ngomel tidak jelas," ucapnya dan Yola semakin mengencangkan rengkuhan tangannya. "Tidak perlu kencang-kencang seperti itu. Aku juga tidak akan pergi ke mana-mana. Kau cium saja k
Suara burung berkicau di pagi hari, embun pagi berkilauan. Sinar mentari di pagi hari menghangatkan suasana hati, tapi tidak dengan penghuni istana merah muda.Pagi itu di atas meja makan telah tersedia beberapa menu sarapan."Wah, Bibi masak banyak sekali. Apa akan ada tamu yang datang?" tanya si bontot.Bibi Im menggelengkan kepalanya. "Tidak ada tamu yang datang ke rumah ini, tapi ini semua untuk Kakak iparmu. Dia akan bertambah nafsu makannya." "Hah? Kakak ipar, Bi. Memangnya perutnya muat makan segini banyak?" celetuk si bantet."Bukannya kak ipar sedang tidak nafsu makan, Bi?" tanya si bontot."Memang benar, tapi sekarang Kakak ipar kalian sudah mulai teratur lagi makannya. Jika tidak begitu kasihan dedek kecilnya." Bibi Im menjelaskan kepada dua bocah itu. Keduanya hanya mengangguk-angguk.Kedua bocah itu mengalihkan pandangannya pada kedua sosok yang sedang duduk di ruang tengah. Sang kakak sedang melaksanakan r
Kandungan Yola sudah memasuki bulan ke lima. Perubahan dalam tubuh istri kang wor wet hensem pun sudah mulai terlihat.Perutnya mulai tampak membesar, nafsu makannya mulai bertambah. Yola sudah mulai beraktivitas lagi setelah sebelumnya lemas tak berdaya karena seringnya mual-mual dan pusing.Pagi itu tampak tenang di ruang makan, kedua adik Jin sudah anteng duduk di ruang makan. Jin sendiri tampak sudah rapi dan sudah duduk menghadap sarapan yang sudah disiapkan. Dan sepertinya masih ada yang kurang? Ya, sang istri belum terlihat. Yola masih berada di kamar."Sayang!" teriak Jin. "Iya ... sebentar," jawabnya dari lantai dua. Yola menuruni anak tangga dengan hati-hati, akan tapi mulut ngedumel terus. "Dasar Jin tomang, bawel amat sih," dumel Yola."Ssstt ... Nyonya muda sedang hamil. Jangan ngedumel seperti itu." Bibi Im mengingatkan. Yola pun respek menutup mulutnya."Memang tadi Yola bilang apa, Bi?" tanya Jin.
Sejak kandungan Yola memasuki bulan ke lima, Jin mulai betah di samping istrinya. Dia lebih sering meluangkan waktunya hanya untuk menemani sang istri. Tidak beda jauh dengan kedua adiknya, Jimmy dan Juki yang sangat antusias menunggu kelahiran keponakannya.Nafsu makan Yola sudah mulai bertambah dan berat badannya semakin naik. Di sini justru kang wor wet hensem lah yang sangat senang melihat istrinya doyan makan.Matahari telah kembali ke sarangnya, pertanda jikabhari sudah mulai malam. Jin terlihat masih malas-malasan di atas ranjang menemani sang istri yang sedang duduk menyandar di headboard ranjang. Perut Yola memang sudah membesar, itu lah yang membuat Jin betah ada di samping istrinya. "Kau ini sedang apa?" Yola heran melihat suaminya yang tengkurap, berpangku tangan dan menatap perutnya sangat lama."Dia sedang apa di dalam sana?" Jin memegang perut istrinya."Kau ini lucu sekali." Yola mencubit hidung Jin. Jin meraba-raba perut istrinya, dia sepertinya sedang mencari suatu
Masuk bulan ke enam ...."Kakak kalian belum pulang juga jam segini?" Yola bertanya pada Jimmy dan Juki."Belum Kak," sahut mereka berdua.Yola berdiri diambang pintu sambil mengelus-ngelus perutnya. Kemudian membalikkan badannya menatap ke arah jam dinding yang terpajang di ruang tamu."Dia pergi ke mana akhir-akhir ini? Selalu pulang telat tanpa kabar," gerutu Yola. "Apa dia tahu jika istrinya ini sangat khawatir." Yola mondar-mandir diambang pintu. Juki yang melihatnya mulai protes."Kak, duduk saja dulu. Nanti juga Kak Jin pulang." Juki menenangkan kakak iparnya itu."Betul Kak. Sebentar lagi juga Kak Jin pulang kok," timpal Jimmy yang ikut menangkan Yola.Tidak lama setelah itu sebuah mobil masuk ke halaman istana pink. Mobil melaju pelan dan masuk ke garasi samping rumah. Memarkirkan mobilnya berjejer dengan mobil-mobil lainnya.Jin turun dari mobil dan menatap istrinya yang berdiri diambang pintu. Melangk
Yola mulai kalang kabut. Pikirannya mulai tertuju pada Juna. Yola berpikir jika dia akan berbuat jahat pada Juna putranya. Yola masih merahasiakan hal itu pada Jin, akan tetapi suaminya itu selangkah lebih maju dari Yola.Ternyata Jin sudah menyebarkan orang-orang yang dia percaya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia pun menugaskan dua pengawal handalnya untuk mengawasi sang putra.Lantas apakah usaha Jin akan berhasil? Apakah keputusan yang diambil Yola tepat ataukah akan memperkeruh keadaan?Yola menitipkan Jelly pada Bibi Im. Tadinya Bibi Im melarang Yola untuk pergi keluar sendirian. Wanita tua itu menyarankan pada Yola untuk menunggu si empunya rumah pulang, tapi Yola beralasan waktu sudah mepet. Tanpa basi-basi Yola langsung bergegas pergi dari rumah besar itu. Tidak seperti biasanya Jelly hari itu menangis dengan keras sampai Bibi Im kewalahan menenangkan bocah kecil itu. Yola yang mendengarkan putri kecilnya menangis keras dengan terpaksa mengacuhkannya. Perempu
Yola terpaksa harus keluar dari dalam mobil untuk menghindari hal yang mungkin akan terjadi. Namun, sebelum Yola turun dari mobil. Terlebih dulu Yola memberitahu pada Juna untuk menjaga Jelly. Yola pun melihat ekspresi putranya yang terlihat takut, begitu juga dengan Jelly. Yola memindahkan Jelly ke kursi belakang dekat dengan Juna. Yola turun dari mobil dan melangkah mendekati Jin. Yola menatap pria yang ada di depan Jin"Kau bisa menanyakan padanya," seru pria itu.Kedua tangan Yola memegang tangan kanan Jin sebagai kode. Beruntung Jin bisa menangkap kode itu."Tapi Yola----""Sudahlah. Tenang saja. Aku bisa mengatasinya," balas Yola menenangkan Jin yang sudah mulai khawatir.Yola melangkah maju mendekati pria itu dan tampak berbincang-bincang dengan serius. Sekilas Yola melihat Tegar di dalam mobil. Wanita itu sempat kaget, akan tetapi pada akhirnya Yola kembali di samping Jin."Kau bicara apa padanya?" Jin tampak penasaran. Yola menarik napas panjang dan mengembuskannya."Aku mem
Kelanggengan keluarga Adiwangsa semakin hari bertambah harmonis. Walaupun tidak lepas dari percekcokan di setiap harinya. Juna dan Jelly pun tumbuh menjadi pribadi yang aktif dan menyenangkan.Terlepas dari masa lalu Yola. Kini Yola begitu bahagia hidup dengan keluarga Adiwangsa. HerJinot pun sukses menjadi Ci Ai O muda berbakat. Begitu pula dengan Jimmy dan Juki. Mereka berdua lulus dengan predikat murid paling berprestasi."Ayah ...," teriak Juna. Namun, orang yang dipanggil tidak menyahut. Juna kembali berteriak memanggil pria itu."Ayahmu sudah berangkat kerja, sayang. Kenapa?" tanya Yola. Melangkah mendekati putranya dan berjongkok. Wanita itu mengusap lembut surai hitam Juna. Juna menggelengkan kepalanya, "Kalau begitu tidak jadi."Yola mengerutkan kedua alisnya saat mendengar respons putranya. Wanita itu tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Juna. Juna langsung berlalu dari hadapan Yola. Bocah itu duduk di sofa yang ada di ruang tengah. Dia duduk sambil berpangku dagu. Y
Tiga tahun kemudian.Kini keluarga kecil Adiwangsa dan Yola Asmara sudah lengkap. Setelah mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang cerdas, saat ini mereka juga mempunyai seorang anak perempuan.Juna genap berusia delapan tahun dan dia memiliki adik perempuan bernama Jelly Adiwangsa yang baru berusia dua tahun.Hari itu, cuaca begitu sangat cerah. Cuaca yang cocok untuk jalan-jalan. Di sebuah istana pink, rumah yang dominasi dengan warna pink, tampak sangat ramai dengan tangisan Jelly.Balita kecil itu menangis karena tidak ingin dipisahkan dari Ayahnya. Setiap kali balita kecil itu lepas dari tubuh Jin, dia akan langsung menangis."Kenapa dia tidak ingin lepas dariku?" pekik Jin."Gendong saja terus," jawab Yola. Jin beralih menatap istrinya, lalu kembali lagi menatap putri kecilnya yang tak mau lepas dari tubuhnya."Tumben nih bocah manja sekali," celetuk Jin. "Di mana Juna?" tanyanya."Dia ada di kamarnya," jawab Yola singkat sambil jari-jemarinya melipat satu-persatu baju yang
Bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Singkat cerita, Juna Adiwangsa telah genap berusia lima tahun. Namun, pada kenyataan Juna masih suka tidur di tengah-tengah Ayah dan Ibunya, walaupun Jin sendiri sudah membuatkan kamar untuk Juna."Sayang, Juna sudah genap lima tahun. Bolehlah jika kita buat adik untuknya?" Jin mendekati Yola. Sang istri hanya memandang suaminya. "Kenapa diam?" tanyanya menatap sang istri. "Jika diam itu tandanya berarti jawabanmu adalah iya," lanjutnya menarik pinggang Yola hingga menabrak tubuhnya."Iya, nanti kita cari waktu yang tepat untuk berduaan," jawabnya menatap Jin."Tidak ada kata penolakan lagi loh," ancam Jin."Iya bawel." Jin makin mengeratkan pelukannya."Hei, ini masih siang," protes Yola."Memangnya kenapa jika masih siang?" tanyanya mendekatkan kepalanya dan menempelkan hidungnya pada hidung Yola."Rumah kosong, hanya ada kita berdua," ucap Jin lirih. "Sudah lama kita tidak berduaan seperti ini."Mendadak Jin menempelkan bibirnya dan b
Kang wor wet hensem memberi kode pada sang istri, padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan."Mbeb, ini bagaimana?""Apanya yang bagaimana?" "Ini ...." Jin menunjuk pusaka keramatnya."Aku akan ke bawah. Sudah waktunya Juna kecil makan dan kau cepat pakai pakaianmu." Yola sambil menunjuk Jin.Muka Jin terlihat manyun, duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Yola mendekatinya dan mendudukkan Juna dipangkuannya. Balita tiga tahun itu langsung tersenyum menatap Ayahnya."Kenapa kau berikan dia padaku?" tanyanya."Dari pada kau hanya manyun seperti itu. Pergilah ajak main Juna.""Kau sendiri mau ngapain?" tanya Jin menatap sang istri."Aku mau olahraga," jawab sang istri singkat."Buat apa kau berolahraga?" tanyanya lagi."Aku ingin berat badanku kembali seperti semula." Yola melangkah keluar rumah, tiap hari memang dia menyempatkan diri untuk berolahraga selama lima belas menit. Berat badan Yola sekarang 50 kg."Kau ingin kurus berapa kilo lagi? Tubuhmu itu sudah langsing. Nanti pu
Tak terasa sudah genap sebulan sejak kelahiran Juna Adiwangsa, bayi laki-laki mungil itu membawa warna baru di istana pink. Tangisannya selalu mewarnai hari-hari keluarga Adiwangsa. Juna kecil selalu mengajak bergadang di malam hari dan akan tertidur pulas di siang hari. Setiap malam Juna kecil selalu membuat penghuni istana pink tidak nyenyak tidurnya."Kenapa makin malam, matanya makin melebar," gerutu Jin melihat mata Juna kecil, bayi mungil itu seperti mengajak sang Ayah untuk bermain."Tidurlah jika kau sudah mengantuk. Besok kau harus berangkat kerja." Yola menyuruh suaminya untuk tidur.Beranjak turun dari ranjangnya dan seketika dia berjengkit kaget karena kakinya seperti menginjak sesuatu. Dia melongokkan kepalanya melihat ke bawah ranjang."Kenapa bocah-bocah tengil ini masih tidur di bawah?" tanya Yola menatap Jin dan tangannya menunjuk Jimmy serta Juki yang tidur di lantai beralaskan karpet empuk."Mereka bilang ingin menjaga Juna kecil," sahut Jin membaringkan tubuhnya di
Mobil sampai di depan rumah sakit. Keributan masih terjadi antara ketiganya, tapi hal itu tidak berlangsung lama karena teriakan kesakitan dari Yola membuat Jin langung mengambil tindakan. Jin mengendong Yola dengan cepat saat sudah sampai. Dia menyuruh Jimmy memarkirkan mobil. Sementara Juki menemani mereka berdua ke resepsionis rumah sakit."Sudah bukaan berapa, Tuan?" tanya seoarang perawat yang menyuruh Jin membaringkan sang istri ke ranjang pasien darurat IGD."Aku tidak tahu," jawab Jin menggelengkan kepala meletakkan istrinya ke ranjang lalu mengelus kening istrinya. "Yang kuat sayang," ucapnya tak tega melihat istrinya yang biasanya bar-bar kini terus-terusan merapatkan gigi menahan sakit.Yola memejamkan mata terus menarik napas dan mengembuskan secara perlahan seperti sebelumnya. Menghitung menit demi menit dalam hati merasakan brankar dorong pasien semakin cepat didorong seiring dengan ringisannya yang berlanjut.Yola masih me
Senja pun tiba, bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga saat senja seperti menghipnotis siapapun yang memandangnya. Hamparan langit yang menguning keemasan mempunyai daya tarik tersendiri.Tampak sangat riuh di ruang makan yang hanya diisi oleh empat orang saja. Yah, empat orang saja tapi suasana seperti berada di pasar bebek. "Kak, aku mau steaknya," teriak Jimmy."Kak, mana susu hangat punya Kookie?" teriak si bontot. Yola menggelengkan kepala dan tertawa kecil melihat suaminya pontang-panting. Kali ini Jin yang dibuat sibuk oleh mereka. Jin berhenti sejenak setelah menaruh sepiring steak untuk Jimmy dan segelas susu untuk Juki."Ternyata capek juga mengurus rumah. Apa begini rasanya jadi ibu rumah tangga?" tanyanya menoleh menatap Yola.Yola mengangkat bahu dan tersenyum."Kau ingin makan apa lagi atau tidak?" tanya Jin ketika melihat piring di depan istrinya sudah kosong.Yola menggeleng,