"Lidahnya sengaja dihilangkan agar tak bisa mengeong. Dan dia disuntikkan cairan yang menyebabkan tubuhnya tak bisa terkena cahaya matahari."Reza seketika tegang. Parah sekali. Hanya psikopat dan manusia yang tak memiliki hati nurani yang melakukan hal sekejam itu. Kucing itu ia temukan di dalam salah satu kamar di rumah dinas seorang dokter ternama, yaitu Dr.Andra Janson. Dengan bukti cerita Siska dan hasil pengintaian Brigadir Edi, akhirnya ia bisa mendapatkan surat penggeledahan dari atasannya. Meski buktinya tak begitu kongkrit, tapi sang komisaris yang memang sedang ingin menjerat orang ternama untuk kepopulerannya, langsung menyetujui. Reza mengulurkan tangan untuk mengambil kucingnya. Namun ternyata si kucing yang tak lain adalah Bingo itu tak mau disentuh. Akhirnya terpaksa, dokter hewan yang ahli dalam menangani hewan, memasukkan Bingo ke dalam kandang. Edi menyambut Reza yang keluar sambil menjinjing kandang. "Gimana, Bang?""Kucingnya pernah mengalami penyiksaan.""Y
Begitu tiba di rumah, Dinda langsung menuju kamar ke-tiga. Keadaan rumah sedikit berantakan dan pintu kamar Bingo pun terbuka karena penggeledahan yang dilakukan Polisi. Ia masuk dan mencari di setiap laci meja. Satu-satunya meja yang ada di kamar itu. Juga di setiap barang Bingo. Namun tak ada apapun. Dinda kembali memutar otak. Mungkin saja di kamar Dr.Andra sendiri. Dengan langkah pasti, gadis itu menuju kamar Andra dan langsung mencari. Awalnya tangannya merasa canggung dan tak nyaman memeriksa barang sang dokter tanpa sepengetahuan laki-laki itu seperti ini. Namun mengingat keadaan yang sedang genting, ia harus nekad. Setelah memeriksa setiap bagian kamar yang memungkinkan menyimpan barang-barang penting, Dinda hanya menemukan berkas-berkas usaha properti dan selembar foto. Foto seorang anak remaja dengan seorang wanita paruh baya berdiri di depan sebuah bangunan yang bernama Panti Asuhan Bunda. Wanita berpakaian suster itu merangkul pundak si remaja dengan senyuman hangat.
Menuju Rumah Pinus, Dinda terus berdoa semoga bisa menemukan bukti bahwa kucing itu bukan disiksa oleh Dr. Andra. Pasti ada sesuatu tentang Bingo yang tersimpan di sana. Tring. Sebuah panggilan masuk ke ponselnya begitu ia tiba di bukit Pinus. "Reza," desahnya. Ia memilih untuk mengabaikannya. Namun Reza kembali menelepon. "Halo assalamualaikum?" Dinda akhirnya menjawab dengan nada tak ramah. "Syukurlah kamu akhirnya menjawab. Kamu lagi dimana, Din?""Aku sedang mencari bukti bahwa Dr.Andra tidak bersalah seperti tuduhan mu.""Nggak perlu, Din. Kamu harus terima kenyataan bahwa Dr.Andra itu tidak sebaik yang kamu kira. Kami baru saja menemukan pemilik kucing itu sebelumnya. Dia adalah korban penyekapan berantai yang mati dalam penyekapan itu."Dinda terdiam. Kabar itu membuatnya terkejut. Namun tentu ia tak ikut meyakini bahwa Andra pelakunya. "Kucing milik korban kemudian diambil dan disembunyikan dengan cara dihilangkan lidahnya dan disuntikkan cairan yang menyebabkan tubuhn
Bab 66"Dr.Andra ditangkap karena kasus penyekapan berantai."Wajah Alex langsung tegang mendengarnya. Dinda melanjutkan dengan raut sedih, "Dr.Andra dituduh sebagai pelaku karena Bingo ternyata adalah kucing milik salah satu korban kasus itu.""Bingo? Apa kucing itu sekarang dipelihara Dr.Andra?" tanya Fathimah. "Ya. Aku yakin, Dr.Andra mengadopsinya dari orang lain yang menemukan kucing itu."Alex terpaku pucat. Kucing milik salah satu korban? Ia ingat pernah melihat seekor kucing kala itu. Kala seorang psikopat sakit jiwa meregang nyawa. Kucing hitam miliknya kemudian bebas keluar dan pergi entah kemana. Ia tak tahu sama sekali Andra yang mengambil dan merawatnya. Karena Andra sama sekali tak pernah cerita padanya. Andra menyembunyikan kucing itu.Tapi pada Dinda, kakaknya itu menunjukkan rahasianya? "Lalu apa ini buktinya?" Alex menunjuk berkas yang berceceran di lantai. Dinda mengangguk. "Ya. Ada nama Bingo di amplopnya."Alex langsung memungut lembaran surat keterangan beri
Bab 67Alex kemudian mengambil amplop coklat yang masih tercecer diantara amplop coklat berkas lainnya. Namun ia tak tahu, bahwa ia mengambil amplop yang salah. Amplop berisikan sebuah flashdisk yang lain. Lalu melangkah keluar menemui Dinda yang sedang menunggu di ruang tengah bersama Fathimah. "Ini. Bawa ini dan serahkan pada Polisi. Aku masih harus membawa Siska ke suatu tempat untuk dijemput Polisi."Dinda mengambil amplop itu dan menatap Fathimah. "Kamu ikut aku?""Maaf, Din. Aku nggak bisa. Aku ... sedang diburu seseorang.""Diburu?" Dinda terkejut. "Ya. Ceritanya panjang. Aku akan cerita nanti waktu kita bertemu lagi."Dinda melirik Alex sekilas. Ia tahu, masalah Fathimah pasti berkaitan dengan Alex. "Tolong jaga Fathimah," tegasnya meski canggung. Ia tak suka jika Alex membawa bahaya untuk Fathimah. Lalu bergegas pergi dengan membawa barang bukti. Kantor polisi, menjelang sore. Dinda melangkah cepat memasuki bangunan milik kepolisian, dimana Andra ditahan. Tampak Rez
Dinda berbalik. Dan melihat sosok yang sangat dirindukannya berdiri dengan senyuman hangat. Sehangat cahaya matahari sore yang berpendar di sekitar mereka. Dengan mata yang tiba-tiba berkabut, ia berlari memeluknya. Menumpahkan rasa rindu dan khawatir yang memenuhi dada. Andra menyambut pelukan itu dan membalasnya hangat. "Kenapa terlalu mengkhawatirkanku seperti ini?""Saya takut Dokter benar-benar ditahan."Andra menghela napas dan membelai lembut kepala Dinda yang bersandar di dada bidangnya. "Tapi, lain kali jangan buat dirimu kelelahan dan habis-habisan menolongku seperti ini.""Tidak boleh ada lain kali. Saya nggak mau Dokter ditangkap dan dituduh seperti ini lagi."Andra terdiam Sejenak. "Baiklah. Aku berjanji tak akan ada lain kali," ikrarnya kemudian. Laki-laki itu melepaskan pelukannya dan menyapu pipi basah Dinda dengan ibu jarinya. "Kamu pucat sekali."Dinda menyengir. "Saya lupa sarapan sama makan siang."Andra menghela napas mendengarnya. Lalu meraih jemari gadis i
Dinda langsung membuka file yang tersimpan di dalam flashdisk itu. File tanpa judulnya.Dan sebuah video pun muncul. Video seorang gadis SMA yang berlari sambil menangis dengan kaki yang terluka. Video apa ini? Rasanya ia tak pernah menyimpan video seperti itu. Dinda langsung memeriksa flashdisk-nya. Jangan-jangan tertukar dengan flashdisk milik teman di kampus. Ternyata bukan. Itu flashdisk Dokter Andra yang tak sengaja dimasukkan ke dalam amplop barang bukti oleh Alex.Dinda kembali melihat layar laptopnya. Tepat disaat seseorang muncul dan memaksa gadis itu masuk ke sebuah mobil. Dinda meneguk salivanya. Itu bukan sebuah film, melainkan video yang direkam.Video itu kemudian berganti dengan video CCTV. Memperlihatkan si gadis yang telah tertidur dengan tubuh terikat pada sebuah dipan kayu.Lalu seseorang yang tadi merekam dan menangkap gadis itu kembali muncul. Memakai pakaian serba hitam dan sebuah topeng.Dinda menonton video itu dengan napas yang tertahan. Jika itu video
Kasihan Fathimah jika nanti tahu siapa Alex sebenarnya. Mengingat sahabatnya, Dinda seketika menegang. Saat ini Fathimah sedang berduaan saja dengan Alex di Rumah Pinus. Bagaimana kalau Fathimah adalah korban selanjutnya? "Dokter, kita harus ke Rumah Pinus sekarang!" serunya panik. "Ke Rumah Pinus? Sekarang?""Iya," Dinda mengangguk dalam-dalam. "Tapi, ini sudah malam," heran Andra."Nggak apa-apa. Kita menginap di sana. Besok subuh kita langsung balik lagi, biar Dokter bisa masuk kerja. "Andra terdiam. Melakukan perjalanan jauh malam-malam begini tentu akan melelahkan, apalagi harus balik lagi pagi-pagi. Namun ia tak ingin menolak permintaan Dinda. "Oke. Kalo itu mau kamu, kita berangkat sekarang. Aku akan menelepon teman untuk menggantikan ku besok, biar kita bisa pulang sore saja."Dinda mengangguk lega. "Saya akan bersiap-siap."Gadis itu langsung bangkit dan berlari ke kamarnya. Setelah menyiapkan baju, ia bergegas ke dapur. Mengambil makanan yang bisa dimakan di dalam mob