"Aku sudah curiga apa alasanmu mengajakku buru-buru kemari," ucap Andra. Dinda seketika tegang. Apa Dr.Andra mendengar pembicaraannya dengan Alex? "Mak-maksud Dokter?"Andra melangkah merapat dengan tatapan tetap lurus pada mata Dinda. "Jujur saja," tegasnya.Dinda refleks melangkah mundur hingga punggungnya merapat pada daun pintu. "Jujur apa? Saya benar-benar nggak paham." "Apa yang membuat mu mengajakku malam-malam kemari?" Bibir menawan Andra tertarik miring. "Kamu mau memberikanku kejutan?"Dinda meneguk salivanya dan menggeleng. "Saya nggak ada maksud apa-apa. Cuma ingin menemani Fa ....."Ucapan Dinda terpotong saat Andra tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Kamu mau melanjutkan adegan tadi? Adegan romantis antara kita?"Dinda tercenung. Ah, ternyata bukan masalah Alex dan video kejamnya? "Dengan suasana dingin di bukit ini, bagaimana kalau aku tak bisa menahan diri?" Andra menatap sayu."Saya sudah jadi miliknya Dokter di hadapan Allah dan di mata agama. Jadi t
Jangan-jangan Alex mulai curiga bahwa ia mengetahui sesuatu.Duk duk duk! Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dengan keras. "Alex!" tegur Andra. "Kenapa kamu tak sopan begitu pada Dinda?" Dinda langsung berdiri mendengar bentakan Andra. Sepertinya keadaan di luar akan tidak baik. Ia menatap flashdisk di tangan. Apa mungkin masih sempat untuk melihat isinya?"Aku tidak bermaksud begitu. Aku cuma tidak mau orang lain terlalu bebas di dalam kamar rumah ini. Bukankah kita sengaja membangun rumah ini di tempat yang tak diketahui orang lain? Artinya, rumah ini privasi kita!" Terdengar suara Alex menjawab."Apa kau lupa? Dinda adalah istriku!"Alex terdiam. "Alex, aku kecewa padamu. Aku juga orang luar, bahkan aku bukan siapa-siapa di sini. Berarti aku juga harus pergi dari sini," tegas Fathimah, lalu segera berbalik untuk mengambil tasnya. "Tidak! Kamu tidak boleh kemana-mana. Bos Mario sedang mengincar mu.""Ada apa?" Dinda keluar dan berusaha bertanya setenang mungkin. Andra lan
Napas Dinda tertahan melihat isi videonya. Bagaimanapun, ia tahu video itu asli. Penculikan dan penyekapan yang terjadi bukanlah sebuah film. Namun kemudian, tiba-tiba matanya melebar saat melihat sesuatu di dalam bagasi si penculik.Tangannya langsung menekan pause dan membesarkan gambarnya.Itu sebuah kotak. Kotak hitam berukuran sedang yang pernah dilihatnya di mobil Dr.Andra. Ya, itu kotak yang sama. Saat pertama kali pergi berpiknik dengan sang dokte Dinda bahkan tak sengaja mengambil kotaknya, yang ia kira adalah kotak berisi rujak. Dan ia masih bisa membayangkan, bagaimana dinginnya wajah Dr.Andra saat melarangnya mengambil kotak itu. Dinda meneguk salivanya. Ini artinya laki-laki jahat dalam video memang Dr.Andra.Gadis itu merebahkan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala menengadah. Tubuh lelahnya terasa kehilangan tenaga nyaris seratus persen. Semakin semua bukti menunjuk sang dokter sebagai pelakunya, semakin ia merasa cemas dan kalut. Jika memang benar Dr.Andr
Andra menatap bayangannya di cermin. Kini ia telah menjadi Andra yang tak lagi menyimpan bayangan kelam dalam hati. Ia telah menemukan kebahagiaan. Semua berkat Dinda. Ia benar-benar telah jatuh cinta pada gadis itu. Namun sebelum ia melanjutkan langkahnya untuk membangun rumah impian untuk masa depan mereka, ia harus benar-benar membersihkan masa lalu dari hatinya dahulu. Dan Dinda juga harus tahu siapa dirinya sebenarnya. Pagi menjelang. Setelah shalat berjamaah, Dinda menyalami dan mencium punggung tangan Andra.Membuat laki-laki tersenyum dan menatapnya hangat. "Din," panggilnya."Ya?" "Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat pagi ini."Dinda terdiam. Pagi ini ia juga harus bertemu Alex untuk mengembalikan flashdisk di sebuah cafe. "Emang Dokter nggak kerja hari ini?""Kita pergi sebelum aku berangkat kerja. Sekarang kita berkemas saja dulu, sarapannya di luar saja."Dinda mengangguk. Ia masih bisa bertemu Alex setelahnya. Pada Alex ia ingin bertanya banyak hal. Karena laki-la
Dinda dan Andra kemudian masuk ke dalam mobil, lalu sang dokter menyalakan mesin nya kembali. "Tunggu dulu, Neng!" Bu Een tiba-tiba keluar dari panti sambil mengacungkan sebuah amplop surat. Namun sayangnya Dinda dan Andra tidak mendengarkan dan mobil pun langsung melaju. Tiba di kampus Dinda turun melambaikan tangannya. Ia belum meminta izin untuk bertemu dengan Alex, karena ia tak mungkin mengatakannya. Tring. Pesan dari Alex masuk. "Aku sudah menunggu di cafe." Dinda menghela napas membacanya. Lalu merogoh tasnya untuk memeriksa flashdisk yang diminta Alex. Namun sebelum pergi ia tetap harus izin dulu pada suaminya."Dokter, saya mau menemui teman di cafe untuk mengembalikan flashdisk-nya. Minta izinnya, ya?" Dinda mengirim pesan untuk Andra.Sedikit lama, Dinda menunggu balasannya. Sampai ia memilih untuk menunggu di cafe Mang Nurdin. Namun langkah kakinya yang memakai sepatu sport putih itu tiba-tiba terhenti saat Misyel dan gang Para Dewinya tiba-tiba menghadang."Heh,
"Apa kamu melihat isi flashdisk-nya?" tanya Alex.Dinda mengangguk jujur. "Ya, aku melihatnya."Alex terpaku. Lalu menarik napas dalam-dalam sambil menegakkan punggungnya. "Apa yang kamu pikirkan tentang isinya? Apa kau akan melaporkanku pada Polisi?"Dinda mengernyit. "Kamu?""Ya, karena sudah melakukan tindak kejahatan dengan menyekap orang.""Itu bukan kamu," bantah Dinda. "Itu aku!" Alex bersikeras. Dan kamu bisa melaporkanku. Tapi hanya dengan bukti yang aku berikan. Tidak dengan flashdisk-flashdisk ini.""Supaya Polisi tidak mencurigai Dr.Andra? Alex, aku tau itu Dr.Andra."Rahang Alex seketika mengeras. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dan mendekatkan wajahnya dengan tatapan mengancam."Jangan pernah berani untuk melaporkan Andra. Aku tidak akan membiarkan mu!" "Menurut mu itu yang akan aku lakukan? Kamu salah besar. Aku adalah orang yang akan berani mempertaruhkan apapun untuk menolongnya."Wajah Alex yang menegang tampak sedikit mengendur. "Bagaimana aku bisa memperca
Malam harinya. Andra bangkit dari ranjangnya dan menatap Dinda yang masih terlelap di sampingnya. Gadis itu kembali menemaninya tidur. Namun ia tak dapat terlelap malam ini. Bukan karena mimpi buruk ataupun karena hasrat terhadap Dinda yang tertahankan. Melainkan karena sebuah misi yang harus ia lakukan. Dengan langkah pelan, laki-laki bertubuh atletis itu meninggalkan kamarnya. Memakai jaket, lalu menuju keluar dan mengunci pintunya.Ia tak bisa memakai mobil, karena tak ingin membangunkan Dinda dengan suara mesinnya. Dengan penerangan lampu jalan, ia melangkah menuju jalan kota. Lima belas menit berjalan kaki, ia berhenti di depan sebuah bengkel las. Kemudian masuk dan menghampiri sebuah mobil yang terparkir di sudut bengkel. Ia membuka pintu mobil itu dan langsung menyalakan mesinnya. Derunya terdengar jelas di tengah malam yang sunyi. Hingga kemudian melaju di atas jalanan dan menembus gelapnya malam.Tiba di kaki bukit Pinus, Andra melihat beberapa buah mobil yang terpark
Dua jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di kaki bukit. Lola mengebut dengan senang hati atas permintaan Dinda, karena tak pernah memiliki kesempatan untuk mengemudi dengan bebas saat menumpang di mobil temannya.Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Suasana di sekelilingnya tampak gelap gulita. Lampu di dekat pagar pun tak menyala. Dinda mengambil ponsel dan mentransfer uang senilai satu juta untuk Lola sesuai janjinya."Udah aku transfer satu juta, ya. Kamu bisa bawa pulang mobilnya sekarang. Besok aku ambil kembali."Lola langsung tersenyum senang dengan mata berbinar. Mobil semewah itu bisa ia pamerkan pada teman-temannya. Ia tak peduli untuk apa Dinda datang ke tempat terpencil dan gelap itu. Yang penting kesenangan sudah ada di tangan. "Tapi ingat, jangan macam-macam atau menjual mobil ini! Dr.Andra bisa menuntut kamu, " tegas Dinda sebelum turun. "Iya, gue juga nggak mau masuk penjara sementara uangnya malah dinikmatin Mami," jawab Lola. "Dan satu lagi, jangan ngebut. Mo